11. Salah Sasaran

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gelak tawa terdengar dari ruangan Pinky. Josh duduk santai di sofa dan tak berhenti terbahak ketika mendengar cerita tentang hacker yang disewa perempuan tersebut.

"Astaga, jadi ini serius? Kamu nyewa hacker demi untuk menghapus semua foto-foto Icha dan Aming?" Lelaki itu terus saja bertanya tak percaya.

Pinky berdiri santai di dekat jendela dan menyandarkan bahunya di kusen. Ia mengangkat bahu. "Aku nggak punya pilihan, Josh. Perempuan itu rese banget. Dan aku nggak bisa nahan untuk nggak ngasih dia pelajaran." Ia bersungut.

"Jadi dia menuntutmu atas perkelahian kalian beberapa waktu yang lalu?" tanya Joshua lagi.
Pinky mengangguk.
"Dia nggak menempuh jalur hukum. Dia cuma pengen supaya aku dikeluarin dari tempat ini," bibirnya berdecih. "Dia pikir aku bakal takut gitu? Cih. Pekerjaan dan juga tempat ini adalah hal luar biasa bagiku. Tapi bukan berarti aku akan mengorbankan harga diriku untuk merayu Icha agar laporannya dicabut. Lagian kalo aku bener-bener dipecat, aku bisa fokus untuk menyelesaikan S2-ku aja. Ya, kan?" Pinky seolah meminta pertimbangan pada Joshua.

Joshua terbahak lagi, sebelum akhirnya ia menatap Pinky dengan takjub.
"Beneran deh, kamu berubah sejak nikah. Dan well, menurutku itu keren banget."

Pinky terkekeh lirih, "Apaan sih?" Kedua pipinya merona.

"Beneran. Dulu kamu nggak kayak gini. Aku mengenalmu dengan baik, Ping. Dan kamu bukan tipe perempuan yang mau ngurusin hal remeh kayak gini. Berantem sama orang, apalagi sampai jambak-jambakan dan jadi pegulat dadakan." Josh terkekeh lagi. "Dulu kamu menghabiskan waktu untuk belajar dan belajar. Kamu ambisius untuk dapetin nilai terbaik. Kamu ambisius untuk lulus lebih cepet, dan kamu punya passion yang tinggi untuk bepergian ke banyak tempat. Tapi, well... sekarang kamu bener-bener beda. Dulu kamu beranggapan bahwa pekerjaan dan juga tempat ini adalah prioritas. Nyatanya, sekarang kamu nyantai aja kalo akhirnya kamu dipecat. Dan semua perubahan yang terjadi padamu ini kayaknya adalah pengaruh dari pernikahanmu."

Pinky melipat kedua tangannya di dada dan menatap Joshua dengan mata benar.
"Jujur aku sendiri juga nggak percaya dengan apa yang kualami saat ini, Josh. Aku kira kehidupan pernikahan bakal membosankan dan nggak asyik. Aku membayangkan diriku terjebak dalam kontrak paksa yang membatasi ruang gerakku, membatasi karirku, dan juga kehidupanku. Ternyata nggak seburuk itu, Josh. Aming memperlakukanku dengan baik, dia nggak mengatur, dia nggak membatasi dan... Aku menemukan bahwa punya pasangan hidup itu... menyenangkan. Dan coba tebak, sepertinya aku juga berubah pikiran soal punya anak."

Lagi-lagi Josh menatapnya takjub.
"Wow, itu keren."

Pinky balas menatap Joshua dengan lembut. "Aku berharap suatu saat kamu akan ngalamin apa yang aku alamin, Josh. Bertemu orang yang tepat, jatuh cinta, menikah, dan punya kehidupan yang ... luar biasa. Percayalah, hidupmu akan jauh lebih baik."

Joshua mengangkat bahu. "Aku juga berharap bisa melakukannya, Ping. Ketemu orang baru, jatuh cinta, lalu membina sebuah keluarga. Nyatanya, ngelupain kamu tuh gak mudah," ujarnya.

"Josh..." Pinky mengerang sambil beranjak lalu duduk di samping Joshua. Ia memeluk pundak lelaki tersebut dengan erat dan menggenggam tangannya erat. "Kamu sahabat terbaikku, Josh. Dan aku nggak pernah berhenti berdoa agar kamu dapat perempuan yang terbaik. Kamu layak mendapatkannya."

"Pinky..."

Kali ini Pinky memeluk memeluk lelaki itu dengan hangat, bermaksud memberi dukungan padanya agar ia tahu bahwa Joshua harus segera move on.
"Hiduplah dengan bahagia, Josh." Pinky berbisik.
Joshua menarik napas.
"Merelakanmu jelas bukan hal yang mudah, Ping. But, I'll try it. Yeah, walaupun aku tahu itu nggak mudah."

"Kamu pasti bisa, Josh. Kamu pasti ketemu sama perempuan yang bakal jatuh cinta dengan segala hal yang ada di dirimu."

"Thanks ya."

Mereka saling berpelukan dengan hangat, mencoba menguatkan satu sama lain. Dan adegan itu masih berlangsung ketika tiba-tiba pintu terbuka dan Aming muncul dari sana.

Joshua dan Pinky menoleh bersamaan dan keadaan hening seketika. Aming menatap mereka dengan syok. "Wow," ucapnya.

Pinky buru-buru melepaskan pelukannya pada Joshua lalu bangkit.
"Kok udah dateng?" Ia menyapa terlebih dahulu. Tadi pagi Aming memang mengutarakan keinginannya untuk menjemput Pinky karena wanita itu tidak membawa kendaraan pribadi. Ia hanya tak menyangka bahwa Aming akan datang lebih awal.

"Jadi... yang barusan kalian lakukan tadi..." Aming menatap bergantian ke arah Pinky lalu ke arah Joshua dengan ekspresi gerah.
Joshua berdehem lalu ikut bangkit.
"Kami tadi cuma ngobrol kok," ucapnya.

"Ngobrol apaan pake peluk-peluk gitu?" Aming terdengar sewot sekarang.
Pinky mengerang seraya memutar bola matanya lelah.
"Duh, jangan gitu dong, Ming. Kami tadi cuma..."

"Pinky." Aming menyela. Ia menatap istrinya dengan jengkel. "Oke, fine. Kamu pulang naik ojek aja, bye."
Dan ia berbalik lalu beranjak membanting pintu dari luar.

WHAT?!

Pinky menatap kepergian lelaki itu dengan bengong. Begitu juga dengan Joshua.
"Dia kenapa sih?"
Joshua cuma mengangkat bahu, bingung juga.

Pinky buru-buru berlari keluar dan berusaha mengejar suaminya.
"Miiiiing? Amiiiiing? Heloooo? Sayaaaaang?"

Aming tak menggubris. Langkahnya cepat, menyusuri selasar Rumah Sakit menuju tempat di mana mobilnya berada. Ia masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin, dan langsung tancap gas.
Suer, ia meninggalkan Pinky!

°°°

Apa boleh buat, akhirnya Pinky benar-benar pulang dengan naik ojek. Aming serius meninggalkannya di Rumah Sakit.
Ketika sampai rumah, aura horor memenuhi seluruh penjuru ruangan. Aming mengunci dirinya di ruang kerja.

"Aming..." Pinky memanggil sambil mengetuk pintu.
"Hm." Dan suaminya hanya menyahut pendek dari dalam sana.
"Ada apa sih? Buka dong pintunya." Pinky kembali bertanya serasa berusah membuka pintu.

Hasilnya nihil. Aming tak menjawab, pintu juga tak dibuka.

Pinky mendesah bingung.
"Beneran deh, ini ada apa sih? Kamu ngambek? Marah? Masalahnya apa?" Ia menaikkan nada suaranya.
Dan lagi-lagi tak ada jawaban.

"MING! ADA APA SIH? BUKA PINTUNYA WOI!" Dan akhirnya ia menjeri, lepas kendali.  Nyatanya Aming bergeming. Jawaban tetap tak ada, pintu juga tak terbuka.

Pinky mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi. Dan ia kembali mencoba mengajak bicara suaminya, tapi kali ini dengan nada yang lebih lembut.

"Sayang, ada apa sih? Bukain pintunya dong biar kita bisa ngobrol. Aku tahu kamu lagi ngambek, tapi aku bener-bener nggak tahu letak kesalahanku di mana?"

Tak lama, terdengar bunyi ceklek, lalu knop pintu berputar. Dan pintu terbuka. Aming menatap istrinya dengan jengkel.

"Yang tadi itu apa? Kamu pelukan sama pria lain di depanku," semprotnya.

Menghadapi amukan suaminya, Pinky terlihat berpikir sejenak lalu manggut-manggut.
"Oh, yang tadi? Dia kan Joshua, Ming. It's just... Joshua. My bestfriend."
"Terus kalo temen baik, ngobrolnya harus pake peluk-peluk gitu?"
"Ya nggak juga. Itu tadi cuma... "

"Aku ketemuan sama Icha bentar aja kalian udah saling jambak. Sekarang kamu malah pelukan sama Joshua, apa kami harus saling jambak juga?" Aming ngomel.

"Duh, gimana ya ngejelasinnya?" Pinky garuk-garuk kulit kepala. "Beneran deh, aku dan Joshua tuh cuma temen biasa. Hubungan kami jelas berbeda sama hubunganmu dengan Icha. Beda..."

"Ya udah, bawa Josh kemari dan suruh dia menemuiku lalu menjelaskan segalanya padaku bahwa kalian cuma temen, nggak lebih."

Pinky melongo mendengar permintaan suami.
"Hah? Ngebawa Joshua kemari?"

Aming mengangguk mantap.

"Kok kamu jadi ngedrama gini sih?" Pinky protes.
Aming menggeleng. "Nope. Ini demi stabilitas nasional, titik."
Pria itu berbalik dan... BLAM!
Ia menutup pintu kamar dari dalam.

Pinky menggigit bibir, bengong.
Maunya sih dia tak peduli. Seperti dirinya jaman old, dia ingin mengangkat dagu tinggi-tinggi dan menganggap masalah ini tidak penting. Menganggap bahwa pertengkarannya dengan Aming tidak sepatutnya ia ambil pusing.

Bodo amat Aming marah.
Mau dia salah paham kek, cemburu kek, dia tak peduli.
Nyuruh ia membawa Joshua kemari? Menjelaskan kesalah pahaman di antara mereka secara tatap muka?
Cih, emang dia siapa berani nyuruh ini itu?

Tapi...

Masalahnya... Aming adalah suaminya dan Pinky yang sekarang adalah versi jaman now. Ia sudah berubah. Keangkuhan dan harga diri sekarang menjadi nomer ke sekian.

Dan jelas tidak. Ia tidak akan bisa mengabaikan pertengkaran ini. Kemarahan Aming adalah luka tersendiri baginya. Dan sekarang ia mau melakukan apapun demi meredam kemarahan suaminya.

Pinky mengumpat lirih, "Terkutuklah kau wahai lelaki yang telah membuat hatiku jungkir balik."

Dan ia beranjak, menuruni anak tangga dengan cepat lalu menyambar kunci mobil di meja.

Well, seperti yang Aming minta, ia akan ke rumah Joshua, membawa pria itu ke hadapan Aming, lalu menjelaskan segalanya.

°°°

Dalam perjalanan, Pinky sudah berusaha menghubungi Joshua namun gagal.
Setelah memarkir mobil di depan apartemen Joshua, perempuan itu segera melesat ke tempat tinggal lelaki tersebut.

Ia baru saja berada 100 meter dari apartemen Joshua ketika tiba-tiba pintu terbuka dan sosok itu muncul dari sana.
Perempuan, tinggi semampai dan... Cantik.

Pinky menyipitkan mata. Dokter Giska?

Lalu kemunculan Joshua menyusul, dua orang itu saling tatap, tersenyum, dan... Bibir mereka bertemu.

Dokter Giska dan Joshua berciuman!

"Josh?!" Tanpa sadar Pinky memekik.
Joshua dan Dokter Giska melepas ciuman mereka lalu menatap Pinky bersamaan dan raut muka mereka pucat seketika.

"Pinky..." Joshua menelan ludah. Dokter Giska juga nampak gugup.

"Jadi selama ini kalian..." Pinky menatap mereka bergantian dengan ekspresi syok.
"Pinky, akan aku jelasin. Ini..."

"Tega-teganya kamu ngelakuin ini, Josh. Tadi pagi kamu bilang kamu masih mikirin aku, dan sekarang kamu dan Dokter Giska..."

"Pinky..." Josh mendekat sementara dokter Giska tetap berdiri kikuk.

"Kita ini bestfriend, Josh. Dan yang kamu lakukan itu jahat!" Pinky menjerit lalu berbalik, melangkahkan kakinya cepat meninggalkan Joshua tanpa menghiraukan panggilan Dari pria itu.

Pinky melesat menuju mobilnya, menyalakan mesin, lalu tancap gas. Dan perempuan itu menangis.

Bukan karena ia merasa digombali oleh Joshua. Tapi selama ini mereka berteman baik, dan ia kecewa ketika Joshua tidak menceritakan apa-apa tentang dokter Giska.

Tidak masalah jika Joshua ingin berkencan, ia justru senang. Tapi kenapa harus dengan dokter Giska?
Walau Dokter Giska baik secara personal, tapi Ia terkenal gonta ganti cowok dan sedikit... ganjen.
Bagaimana kalau ia cuma ingin bersenang-senang dengan Joshua?
Bagaimana kalau ia hanya ingin bermain-main denganny?

Sungguh, Pinky tak ingin Joshua terluka.

°°°

Pinky memilih untuk datang ke rumah Maminya. Perempuan itu menyeruak ke dalam rumah sambil sesenggukan.

Maminya yang tengah bersantai di depan tivi akhirnya blingsatan heboh ketika melihat putri kesayangannya menangis.

"Ada apa, Sayang? Siapa yang bikin kamu nangis?!" Maminya menggapai tubuh putrinya lalu mendudukkannya di kursi sembari nengelus punggungnya dengan penuh kasih.

Pinky meraung. "Dia jahat mamiihh.. Tega-teganya dia ngelakuin ini ke akuuu... Mereka berciuman mamiihhh... Ia mencium dokter Giskaaaa.... "

Mami melotot. Amarah segera tergambar jelas di wajahnya yang masih saja terlihat awet muda.   "Dokter Giska rekan kerjamu ituhh?!"

Pinky mengangguk, masih terisak.
"Aku ngelihat sendiri mereka berciuman, Mamih! Dan selama ini aku nggak tau apa-apa tentang hubungan merekaaa... Kejam banget kaaaan??"

Serta merta Mami bangkit. "Iyaaaa... Kejaamm bangeettt... Berani-beraninya dia ngelakuin ini ke putri Mami!" Dengan langkah buru-buru, Perempuan setengah baya itu beranjak ke kamar meninggalkan Pinky yang terus saja meraung, sesenggukan.

Beberapa menit kemudian ia kembali menemui Pinky masih dengan wajah yang masih menyiratkan rasa gemas bercampur marah.

"Papimu masih di kantor. Tapi Mami udah lapor ke Papimu supaya ngasih pelajaran ke Aming, biar tau rasa! Anak orang kok dibikin nangis gini?! Mami nggak rela!" jeritnya.

Mendengar nama Aming disebut, tangis Pinky terhenti seketika.
"Kok Aming? Apa hubungannya, Mamih?"

Mami mengerjap. "Lah, yang ciuman sama Dokter Giska si Aming, kan? Yang udah bikin kamu mewek? Yang udah bikin kamu... "

"Bukaaaann Mamiiiihhh!" Pinky menjerit.

"Lha terus yang kamu ceritain tadi siapaaa?!" Mami ikut menjerit.
"Itu Joshua!"
"Terus apa hubungannya sampai kamu nangis kejer kayak gini?!"
"Ya wajar dong aku kecewa 'en nangis-nangis kayak gini. Joshua kan temen baikku, Mih. Dan dia nggak pernah cerita apa-apa soal hubungannya. Belum lagi, kenapa harus dengan dokter Giska sih? Dia sering gonta-ganti cowok. Gimana kalo dia cuma permainin Joshua dan bikin hatinya terluka? Kan aku kasihan."

Mami melongo. Dua perempuan beda generasi itu beradu tatap.

"Jadi ini gimana dong? Papimu udah otewe nglabrak Aming!"

Gubraakk!

Pinky menepuk jidatnya sendiri. "WADUHHH!"

°°°

To be continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro