Part 11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam menjelang. Aku memilih untuk berdiam diri di dalam kamar tidur. Aku rebahan santai di atas tempat tidur sambil tanganku membolak-balikkan ponsel yang ada di genggaman. Setelah capek melakukan gerakan yang berulang, aku lantas mengamati layar ponsel.

Aku scrolling mencari fitur aplikasi bernama WhatsApp. Begitu menemukannya, aku memerhatikan bagian folder panggilan. Aku menatap lekat-lekat kontak milik Azhar yang tertera paling atas. Dia melakukan beberapa panggilan suara masuk.

Namun, tak ada satu pun dari panggilan suara masuk tersebut yang aku jawab. Aku benar-benar tidak mengetahuinya karena ponsel tergeletak diam dan tenang di dalam sling bag yang aku kenakan siang tadi.

Setelah mengamati untuk beberapa saat lamanya, aku lekas beralih dari folder panggilan menuju folder chat. Entah sudah berapa kali aku membuka pesan chat masuk dari Azhar. Perasaan mendongkol tiba-tiba kembali singgah di dalam hati.

"Kak. Cek. Posisi."

Aku beralih ke pesan chat masuk pada menit berikutnya. "Segeralah pulang! Aku di rumah Kakak."

Pada menit berikutnya lagi, pesan chat masuk dari Azhar makin menjadi-jadi kata-katanya. "Pokoknya aku tidak mau tahu Kakak harus karang cerita apa saja. Aku memberi tahu ibu Kakak kalo kita berpisah di tengah jalan."

Aku mengempaskan ponsel yang sejak dari tadi aku genggam sambil berdecih. Aku bergumam pelan seorang diri.

"Tidak pernah aku sangka dewi fortuna masih melindungi lelaki model macam kamu, Azhar. Tahu begitu, harusnya aku tidak buru-buru pulang tadi. Biar kamunya tahu rasa. Namun, kalo tidak lantas segera pulang, aku bisa mati canggung berhadapan dengan Om Ye. Ngapain juga, sih, Om Ye melakukan seperti tadi?"

Aku berhenti bicara. Aku menyentuh bibir ketika bayangan kejadian Om Ye menciumku sekelebat singgah di dalam kepala. Aku merasakan sesuatu dalam tubuh berdesir sangat cepat.

Malam itu menjadi malam yang lumayan panjang. Ketika terbangun, aku pikir fajar telah menyingsing, tetapi nyatanya belum. Hari masih menginjak tengah malam. Aku duduk bersila di atas tempat tidur dengan kepala tertunduk lesu. Tiba-tiba aku teringat akan ponsel.

Tengok kanan tengok kiri, aku tidak dapat menemukan benda itu. Dahiku seketika berkerut. Seingatku aku mengempaskannya tidak jauh dari bantal sebelum tidur. Aku merogoh bawah bantal dan benar saja ponselku memang terselip.

Aku lantas menyambar benda itu keluar. Mengaktifkan mode layar, lalu berseluncur masuk ke aplikasi Whatsapp untuk sekadar menengok ada pesan chat masuk atau tidak. Ternyata sama sekali tidak ada. Ponselku tenang-tenang saja bahkan sunyi senyap.

Aku memutuskan kembali memosisikan tubuh untuk rebahan. Balik tidur sambil dengan menggenggam ponsel. Esok paginya ibu meminta aku untuk menemani makan pagi usai bersih-bersih teras dan juga halaman depan rumah.

"Tidak ikut makan pagi sekalian, Teh?" tanya ibu di sela aktivitas makan pagi.

"Tidak. Nini belum lapar." Aku memberi tahu ibu.

Entah kenapa denganku pagi itu? Aku sama sekali belum ada niatan untuk mengisi kekosongan perut.

"Ibu lihat pagi ini kamu tidak bersikap seceria seperti biasanya. Ada apa, Teh? Masih memikirkan kakakmu?" Ibu kembali mengajakku bicara.

"Tentu. Salah satunya itu, Bu." Aku menjawab.

"Lalu, salah duanya yang seperti apa dan bagaimana?" Ibu bertanya lagi.

Hebat. Pertanyaan ibu tidak ada habisnya. Ada saja yang ibu tanyakan padaku. Untuk pertanyaan terakhir itu, aku bingung harus melontarkan jawaban apa. Yang bisa aku lakukan hanyalah mengangkat kedua bahu ke atas.

"Mintalah pada Azhar untuk menemani kamu jalan-jalan!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro