[Kenangan yang Hilang] - 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rendra Wicaksono dan Billy Paramarta. Keduanya manajer Priya Group yang merintis karir tanpa sedikitpun bantuan dari ayahnya. Konon mereka sempat diisukan saling berebut posisi tertinggi Priya Group mengingat hubungan di antara ibu mereka. Rendra merupakan anak tertua dari Cempaka Prameswari. Sementara itu, Billy merupakan anak tertua dari Maria Soewono. Faktanya, mereka bahu membahu menyelamatkan Priya Group bahkan sepeninggal sang ayah.

Namun, posisi itu berarti ancaman di mata Sania Prabawati. Akuntan itu menceritakan mimpinya akan masa depan Priya Group pada Lenny.

"Mungkin polisi takkan percaya perkataanku, tapi Rendra sudah melapor pada Asosiasi. Penglihatanku dan laporan arus kas perusahaan bisa jadi barang bukti yang kuat."

"Apa yang Bu Sania takutkan?" tanya Lenny.

"Bayangan hitam akan terus mengikuti mereka setelah Pak Priya meninggal.  Aku sempat bicara ini dengan Pak Sanata lalu memintanya agar menunda pengumuman soal warisan. Namun, Billy terus mendesak agar warisan dan rapat internal cepat dilaksanakan."

Kejanggalan arus kas. Tuduhan perselingkuhan dengan influencer terkenal. Serangan gaib pada Cempaka dan Sanata. Mungkinkah ....

"Kurasa ada orang yang ingin merebut harta warisan sekaligus Priya Group dari dalam."

"Aku juga berpikir demikian, tapi penglihatanku seakan memberi isyarat agar berhati-hati. Masalahnya aku tak punya bukti kuat lain selain laporan keuangan."

"Jangan cemas. Asosiasi akan menyelesaikan masalah ini secepat mungkin."

Lenny dan Abay bertolak menuju kediaman Cempaka Prameswari.

"Baru tahu akuntan itu juga punya indra keenam," ucap Abay.

"Aku masih meragukan perkataannya. Asosiasi kerap menangani kasus dukun palsu. Banyak yang mengaku memiliki indra keenam semata-mata untuk menipu mangsanya. Apa kau melihat sesuatu tadi?"

"Aku cuman liat akuntan itu ngobrol sama seorang pria. Mereka ngobrolin harta warisan sama aset perusahaan sambil terus bicara soal 'masa depan'. Kelihatannya mereka benar-benar tahu betul soal perusahaan."

"Berarti kesaksian Pak Sanata dan Bu Sania memang benar. Mereka memang sempat bertemu membahas soal perusahaan."

Vezel putih itu melambatkan lajunya seiring dengan lampu hijau berganti merah. Pedagang asongan berkeliling sambil menjajakan tisu. Saat itulah otak Lenny masih mengurai motif dan pelaku dari penyerangan layaknya barisan motor teratur di depannya yang melesat seiring dengan lampu berganti menghijau. Lenny pun tancap gas menuju kawasan Malabar.

Sekitar pukul 1 siang. Mobil Vezel putih lalu berhenti di depan sebuah sekolah dasar swasta. Anak-anak berhamburan meninggalkan gerbang sekolah yang ramai dengan pedagang.

"Nyonya jemput Ryan dulu?" tanya Abay.

"Rumah korban dekat denganku. Jadi aku bisa sekalian menjemput Ryan pulang," ucapnya selagi turun dari mobil.

Lima menit berlalu, Lenny berjalan bersama bocah berambut cokelat dengan seragam sekolah. Seragamnya berbeda mengingat itu sekolah dasar swasta. Bocah itu lalu bersorak saat memasuki mobil.

"Kakak! Kakak mau main bareng Ryan?" seru Ryan yang duduk di jok belakang dengan mata berbinar.

"Kakak mau bantu Mama kerja dulu."

"Mama kerja di rumah?"

"Mama kerja di deket rumah kok," Lenny lalu mengangkat ponselnya. "Halo. Adrian? Aku sudah jemput Ryan di sekolah. Ya sudah. Nanti aku ke sana."

Lenny kemudian mengantar Ryan pulang. Ryan langsung berlari menghampiri Adrian setelah turun dari mobil.

"Papa!"

Lenny langsung bertolak menuju Suryalaya. Mereka lalu berhenti di depan rumah Cempaka. Rumah dua lantai itu teramat temaram. Tak hanya karena gumpalan awan yang merintangi sinar matahari di atas atap, tetapi ...

"Ibu!"

Teriakan Rendra membuat Lenny dan Abay bergegas meninggalkan mobil. Mereka lalu memasuki rumah. Ida membuka pintu dengan badan gemetar.

"Apa yang terjadi?" tanya Lenny.

"Bu Cempaka sama Pak Rendra. Di sana," tunjuk Ida ke bagian dalam rumah. Cempaka tiba-tiba saja menyerang Rendra dengan pisau dan barang-barang di sekitarnya.

"Tenang, Bu!" Rendra meliuk dari vas yang pecah di sampingnya. "Mbak Ida cuman minta Ibu minum obat."

Cempaka tak hentinya mengerang sambil menyerang Rendra. Dia lalu mengambil pisau dapur dari atas meja.

"Bu Cempaka! Jangan!"

Ida kemudian berlari menuju ruang keluarga. Tanpa sengaja ayunan pisau Cempaka mengenai Ida yang melindungi Rendra.

"Mbak Ida."

Sementara itu, Lenny tak bisa bergerak. Dia jauh lebih gemetar dibandingkan dengan Ida yang terkapar di lantai. Terulang sudah masa kecil mengerikan yang terus menghantui Lenny setiap malam. Tiba-tiba saja ayahnya menyerang ibunya. Dinding rumah kini menjadi kanvas yang berubah kemerahan. Lenny kecil kemudian bersembunyi di kamar atas permintaan ibunya. Wanita keturunan Indo itu lalu kehilangan kesadarannya seperti sang ayah. Kini semua itu terjadi lagi dalam wujud berbeda.

"Nyonya!"

Jika saja Abay tidak memanggilnya, "Kenapa Nyonya diam saja?"

"Abay. Jangan gegabah!"

"Keselamatan korban jauh lebih penting, Nyonya!"

Tubuh Lenny membatu meski ingin mencegat Abay. Pemuda gegabah itu kemudian menahan Cempaka seorang diri. Ia membukakan jalan bagi Rendra untuk membopong Ida ke kamar. Lenny terus gemetar dengan kejadian di ruang keluarga sana.

Darah kembali menyapu dinding dari pipi Abay. Pemuda keling itu tak tinggal diam. Ia mendorong tubuh Cempaka sekuat tenaga hingga sesosok makhluk halus dari dalam tubuhnya terlepas. Cempaka terkulai lemah di lantai sebelum berakhir tak sadarkan diri. Sosok makhluk halus berkepala pitak dengan tangan berselaput persis katak kembali menyerang Abay. Pemuda itu menangkis serangan dengan tombak es di tangannya.

Secara teknis Abay memiliki kekuatan pada skala 5. Layaknya anggota aparat pemerintah junior lain yang masih berada dalam tahap pendidikan. Berdasarkan pengamatan Lenny, lawan di hadapannya berada di skala 8. Tak ubahnya kemampuan milik Jaka dan Saras. Bagaimana bisa? Masih banyak misteri tentang Abay yang belum terpecahkan terlebih setelah kejadian di Kopo Medical Center.

"Nyonya!"

Serangan sosok berwajah kura-kura itu terus mendorong Abay mundur. Lenny mengumpulkan segenap tenaga untuk melawan bayang-bayang masa lalu di depan mata. Sebuah tembok merintangi tangan panjang yang hendak meremas tubuh Abay.

"Siapa kau sebenarnya? Apa kau itu seorang campuran?" tanya sosok berkulit cokelat dengan penuh bintil di hadapan Abay.

"Aku ingin bertanya hal yang sama padamu," pilar-pilar batu kini menahan tubuh sosok di hadapan Abay. "Abay, cepat gunakan jurus Hembusan Badai Kutub Selatan!"

"Nyo-Nyonya?"

"Lakukan saja. Kendalikan jurus itu sebatas untuk membuatnya buka mulut."

Abay mengangguk. Angin kencang nan berderu-deru menyapu debu di sekitarnya menjadi butiran salju halus. Sosok yang terjebak di depannya memucat. Badannya yang gemetar tak bisa bergerak karena jurus Lenny.

Lenny melipat kedua tangannya. "Siapa yang menyuruhmu ke sini?"

"A-Aku tak akan bicara soal itu pada kalian," balasnya dalam gemetar. Lenny mendelik pada Abay untuk memperkuat serangannya. "Ja-Jangan! Badanku benar-benar mati rasa."

"Katakan padaku siapa yang mengirimmu ke sini dan apa tujuannya?"

Jurus manifestasi elemen tanah milik Lenny terus meremas tubuh makhluk halus itu. Begitu pula dengan embusan hawa dingin yang membuat kulitnya bertambah keriput. Jika saja Lenny tidak mengenakan blazer dan mempelajari aliran Kembang Putih, dia takkan tahan dengan efek jurus Hembusan Badai Kutub Selatan di ruang keluarga.

"Tolong! Lepaskan aku!"

Lenny mengentakkan stiletto-nya keras-keras. "Jawab pertanyaanku lebih dulu! Siapa yang menyuruhmu ke sini?"

"Baiklah. Baiklah. Baiklah. Aku menyerah! Pria gila dan wanita mengerikan itu yang menyuruhku ke sini. Mereka bilang aku harus mengenyahkan wanita tua ini sekaligus anaknya. Apa kau puas? Tolong. Lepaskan aku!"

"Abay."

Jurus yang mengekang makhluk halus itu kini lenyap. Ia lalu menghilang seiring dengan hawa di sekitar ruang keluarga berangsur menghangat.

"Nyonya. Apa gak apa-apa kalo dia kabur?"

Lenny berhenti di dekat Abay. "Pasang pagar gaib sekarang juga. Jangan lupa kumpulkan barang bukti penyerangan tadi."

"Ta-Tapi, Nyonya."

"Apa kau benar-benar membaca buku panduan pelatihan cenayang? Lakukan sekarang! Kemampuanmu lebih dari cukup untuk menghalanginya agar tidak kembali."

Abay terbirit-birit meninggalkan rumah. Lenny tepikan Cempaka di atas sofa ruang tamu. Denyut nadinya melambat, tapi sejauh ini baik-baik saja. Sementara itu, Lenny berjalan menuju ke kamar perawat. Kamar perawat berada di dekat dapur, tak jauh dari ruang keluarga. Rendra tengah mengobati Ida yang terbaring di ranjang. Perawat itu masih kritis setelah mengalami luka tusuk di pinggang.

"Bagaimana keadaannya?"

Rendra nyaris saja menumpahkan cairan antiseptik di tangannya. "Bu Lenny. Bagaimana dengan Ibu?"

"Jangan cemas. Ibumu hanya pingsan. Makhluk halus yang merasukinya sudah keluar."

"Jadi, selama ini Ibu kesurupan? Kupikir selama ini Ibu hanya stres setelah kematian Bapak."

"Ada kemungkinan makhluk halus itu bisa menempel di tubuhnya karena stres. Kiriman makhluk halus sekalipun belum tentu bisa merasuki tubuh seseorang jika kondisi mental target sedang baik. Kami juga sudah memasang pagar gaib untuk mengantisipasi serangan berikutnya."

Rendra tarik napas lega. "Syukurlah. Semoga saja kondisi Ibu lekas membaik."

"Aku juga ingin bertanya sesuatu soal Priya Group. Kudengar saudara Rendra juga bekerja di sana. Aku ingin tahu soal masalah aset yang berhubungan dengan harta warisan dan keganjilan unit usaha yang dilaporkan oleh akuntan perusahaan."

"Bu Lenny sudah ketemu sama Bu Sania?"

"Sudah."

Rendra merapikan peralatan pertolongan pertama di atas ranjang. "Bu Sania memang sering datang ke sini. Tidak hanya sebagai teman dekat Ibu. Beliau sering mengingatkanku soal masalah yang akan menimpa Priya Group setelah Bapak meninggal. Aku tidak banyak tahu soal aset perusahaan yang bermasalah seperti Billy atau Bu Sania. Itu karena aku lebih sering di rumah semenjak Ibu sakit."

"Apa boleh aku tahu di mana alamat saudara Billy? Kudengar belakangan ini dia sedang sibuk. Aku tak bisa menemuinya di kantor karena bisa memperburuk keadaan di sana."

Ponsel di saku Rendra pun berdering. "Maaf ya, Bu. Saya angkat telepon dulu. Sepertinya ini dari rumah sakit. Nanti saya kirim alamatnya via WasApp. Apa Bu Lenny punya WasApp?"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro