4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Entah kata apa yang dapat mendefinisikan apa yang Arin lakukan sekarang, perempuan itu menunggu Rian keluar dari kelasnya padahal kelasnya sendiri sudah keluar sejak setengah jam yang lalu.

Arin menyandarkan tubuhnya di dinding sembari menunggu Rian keluar, dia tau tidak boleh makan atau minum sembarangan tetapi tetap mau menemani Rian istirahat di kantin nantinya.

Tak lama setelah itu, Rian keluar dengan beberapa temannya. Pria itu asyik berbincang dan Arin segera menemuinya. "Mas Rian," sapa Arin yang tidak hanya membuat Rian terkejut. Namun juga, beberapa teman pria tersebut.

"Ngapain sih lo."

"Mau ikut Mas Rian ke kantin," ucap Arin dengan senyum khas di wajahnya.

Rian ingin menolak. Namun, teman-temannya terus memaksanya untuk mengajak Arin. "Dah lah, ajak aja. Kasian loh dia nungguin lo dari tadi."

Rian terdiam sesaat dan memperhatikan wajah Arin yang terus tersenyum ke arahnya. "Ya udah, buruan."

Dengan semangat Arin mengikuti Rian dan teman-temannya dari belakang. Walau seperti kucing yang mengikuti majikannya, Arin tetap bahagia karena bisa terus bersama Rian.

Sesampai di kantin, Rian dan teman-temannya duduk di sebuah meja panjang. Mereka menyuruh salah satu dari mereka untuk menulis makanan yang ingin dibeli karena jika semua pergi, meja yang mereka duduki akan diambil.

Setelah semua sudah selesai mengatakan apa yang mereka akan makan, kini giliran Arin. "Lo mau makan apa? Jangan sampe ntar Lo ngadu sama nyokap gue kalau Lo nggak dikasih makan."

Arin tersenyum kecil menanggapi ucapan Rian, dia memang pernah mengadukan hal itu pada Ibu Rian, alhasil pria tersebut dimarahi oleh ibunya. "Aku titip air mineral aja, Mas. Satu."

"Lo nggak makan?" tanya Rian lagi yang langsung dibalas gelengan oleh Arin. "Awas aja ya, kalau lo pingsan lagi gara-gara kaga makan."

Sepeninggal Rian dan satu orang teman lainnya, Arin langsung diintrogasi dengan teman-teman Rian yang duduk bersamanya. "Lo ada hubungan apa sih sama Rian?"

"Hmm, gimana ya?"

"Lo pacarnya?" tanya yang lain dengan cepat. Namun, Arin langsung menggelengkan kepalanya.

"Nggak, aku bukan pacarnya. Lebih tepatnya belum jadi pacarnya."

"Ohh, jadi lo gebetannya gitu?"

Arin mengangguk pelan dengan semu di wajahnya. Hal itu membuat teman-teman Rian gemas. "Lo lucu banget sih. Kalau Rian nggak mau sama lo, mending lo sama gue aja."

"Gila ya lo, lo mau habis di tangan Rian?" sahut yang lain setelah menyikut lengan pria yang menggoda Arin.

"Yaelah. Namanya juga usaha."

Di tengah bincang mereka, tiba-tiba Rian datang dengan nampan berisikan beberapa makanan. Ketika pria tersebut datang, teman-temannya yang lain juga Arin langsung terdiam.

"Kenapa kalian tiba-tiba diam?" tanya Rian dengan dahi mengerut. Arin menjadi orang terutama yang menggelengkan kepalanya.

"Nggak pa-pa kok, Mas." Arin kemudian mengambil air mineral yang menjadi miliknya dan memberikan uang sebesar 100ribu ke tengah meja. "Ini punya aku kan, Mas. Ini uangnya."

"Nggak usah dibayar, duit lo kegedean. Gue nggak punya angsulan."

Arin terdiam sesaat sembari tangannya terus mencoba untuk membuka tutup botol mineralnya. Namun sayang, tutup tersebut tak kunjung terbuka.

"Sini, biar gue aja yang buka." Rian mengambil alih botol minuman milik Arin karena sudah kesal melihat perempuan itu tak kunjung dapat membukanya.

Ditangan pria tersebut, tutup botol yang sedari tadi Arin coba buka langsung terbuka dengan cepat dan membuat pemiliknya tersenyum senang.

"Nih minuman lo," ucap Rian sembari mengembalikan minuman Arin kepada pemiliknya.

Setelah botol tersebut kembali berpindah ke tangannya, Arin tersipu malu karena baru kali ini Rian begitu baik padanya. Botol ini nggak bakal aku buang! Tekadnya di dalam hati.

Benar saja, botol itu dia bawa ke rumah dan dia taruh rapi di atas meja belajarnya dengan keadaan kosong layaknya sampah. Lili yang biasa membersihkan kamar Arin langsung mengambil botol tersebut dan hendak membuangnya.

Untungnya, Arin segera datang dan mencegahnya. "Jangan dibuang, Bi!"

Lili tersentak kaget karena teriakan Arin. Setelah membalik badan dengan sempurna, Lili mengangkat botol yang sebelumnya dia bawa. "Ini kan sampah, Mbak. Kenapa nggak boleh dibuang?" tanya perempuan paruh baya itu dengan bingung.

"Botol itu dari Mas Rian, Bi. Jangan dibuang," rengek Arin yang membuat Lili tersenyum kecil.

Dia memahami apa yang Arin maksud dan mengembalikan botol milik anak majikannya itu. "Ya sudah, tapi tolong disimpen yang bener ya, Mbak. Takutnya ikut kebuang lagi."

Arin mengangguk pelan sembari mengambil kembali botol miliknya.

Setelah Lili keluar dari kamar perempuan itu, Arin segera mencari spidol dan menulis sesuatu di botol miliknya.

Punya Arin, jangan dibuang!

10 Juli 2022 - Rian Bagas Arya ♥️ Clarinta Ramaniya

Sikap Rian memang tidak berubah sejak awal, hanya saja perhatian kecilnya mampu membuat Arin terus jatuh pada pria tersebut. Mas Rian lagi ngapain ya?

Arin mulai menerka-nerka apa yang Rian lakukan di rumahnya. Sekarang sudah nyaris pukul 10 malam dan sepertinya pria tersebut sudah tertidur nyenyak. Lagipula, pesan yang Arin kirim sebelumnya tak kunjung Rian balas sehingga semakin menguatkan apa yang dia pikirkan sebelumnya.

Semakin hari, Arin semakin dekat dengan circle pertemanan Rian. Hanya ada lima pria di dalamnya, termasuk Rian dan Arin menjadi perempuan cantik satu-satunya.

"Lo mau ikut kita nggak?" tanya salah satu teman Rian yang bernama David saat mereka tengah berjalan keluar dari sekolah.

"Kalian mau kemana?"

"Nongkrong dong, nggak jauh kok," ucap yang lain.

Arin terdiam sejenak dan perlahan menoleh ke arah Rian, pria tersebut sadar tengah diperhatikan dan langsung mengangkat salah satu alisnya. "Kenapa?"

"Boleh ikut nggak?"

"Nggak! Balik lo!"

Ucapan Rian yang tegas tentu membuat teman-temannya terkejut terlebih lagi Max, pria yang menyukai Arin sejak pertama kali bertemu. "Nggak usah teriak-teriak gitu dong! Lo nggak liat Arin kaget!"

Max sudah bersiap mengajak Rian bertengkar. Namun, Arin langsung melerai mereka dengan cara berdiri di antara keduanya. "Jangan berantem dong."

Mata Arin beralih menatap Max walau sedikit berair di sana, tapi Arin tetap tersenyum agar Max yakin dia baik-baik saja. "Nggak pa-pa kok, aku nggak pa-pa."

"Dahlah, gue nggak ikut juga," ucap Max sebelum bersiap pergi dengan mengajak Arin. "Yuk, balik bareng gue."

Arin yang terkejut tidak bisa menolak dan mengikuti arah Max membawanya sampai ke parkiran.

"Kita mau kemana?"

"Balik, mau kemana lagi?" tanya Max dengan kedua alis terangkat. "Lo mau jalan-jalan dulu?"

Arin terdiam ragu untuk menjawab, sekarang belum waktu pulang sekolah dan sopirnya tentu belum ada di rumahnya. "Hmm, emangnya boleh?"

Max terlihat bersemangat dengan jawaban Arin, pria itu kemudian langsung menggunakan helm dan juga memasangkan helm lain ke kepala Arin. Helm yang entah darimana. "Boleh dong. Yuk!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro