delapan.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Eir mendesis di sela nafasnya ketika matanya terus mengedar mencari.

Bola asap miliknya adalah bola asap khusus. Pekat, tahan lebih lama terutama ketika berasimilasi dengan partikel udara dan debu, membuat konsistensi mirip kabut di tengah daerah pegunungan di pagi buta. Ia sudah membuatnya demikian dan memikirkan berapa lama efek tersebut akan bertahan.

Pemilik Arkana Tower gadungan itu belum tentu bisa mencarinya. Walau, bisa saja kalau dia nekat untuk menghancurkan bagian-bagian gedung yang belum sempurna runtuh, dengan sengaja melemparkan batu-batu tajam ke segala arah. Namun, setelah beberapa menit Eir melakukan pengalihan konsentrasi, tidak ada tanda-tanda pergerakan dari si Tower, selain tawanya yang menyakitkan telinga dan ucapan merendahkan yang ia utarakan ke udara.

"Lari yang jauh, para tikus."

Selama pertarungan singkat barusan, Eir belum bisa menganalisis dengan tepat kemampuan tempur sang pemilik Arkana palsu ini. Dengan tubuhnya yang kecil, wanita itu sangat cekatan – ia lihai dalam mengontrol batu dan pasir di sekelilingnya, belum lagi ia bisa membentuk sekumpulan batu tanpa harus menyentuh objek tertentu. Eir tidak tahu seberapa hebat pemegang Tower yang sebenarnya, tetapi orang ini bukanlah petarung kemarin sore, atau juga orang yang serta-merta dibutakan kekuatan.

Ia tahu kalau ia kuat; oleh karena itu ia menggunakan kekuatannya sesuai dengan kapasitasnya.

Mengerjap sesekali, Eir paham ke mana ia harus pergi. Ia tidak perlu berteriak memanggil. Ia hanya perlu mengaburkan jejak. Ia hanya perlu membuat keonaran dalam kabut – dan ia sudah melakukannya. Langkah berikutnya, ia perlu pergi ke tempat Regina 'jatuh', ia tidak perlu mencari terlalu sulit.

Mengusir sedikit kepahitan di dalam mulutnya akan hasil duel barusan dengan sejenak mendecak, Eir akhirnya mengepalkan kedua tangannya dan segera berjalan lebih cepat menembus gelap.

Ia ingat ketika saat itu dirinya pernah melakukan hal yang mirip, tiga bulan setelah ia didaulat sebagai salah satu agen SPADE. Sebagai seorang junior, ia selalu ingat untuk melakukan banyak hal untuk senior, salah satunya adalah melindungi sang senior. Walau, mungkin tidak ada peraturan tersebut di mana-mana, bahkan di daftar peraturan SPADE sekalipun.

Saat itu, Eir ingat bahwa Regina hanya menggeleng-geleng mendapati luka yang ia dapat di lengannya. Pisau dari perampok bank itu kebetulan hanya menggores. Atau, bila refleksnya kurang baik, ia bisa saja tertusuk. Sang perampok tadi mengincar punggung Regina, merasa bahwa itu adalah titik buta dari pemilik surai merah itu. Eir tidak berpikir panjang untuk menjegal si perampok, atau meneriaki sang senior untuk hati-hati.

Ia malah menerima luka tersebut.

Di benaknya, terekam ingatan akan gelengan Regina yang berlangsung lama; lebih lama dari ketika ia menanggapi pribadi Eir yang serbaserius. Juga, senyumnya yang biasanya lemas kala itu ada terlampau pahit.

"Kamu bisa mengingatkanku; kita ini partner. Bukan tameng masing-masing."

"Tapi—"

"Tidak ada tapi, Eir."

Regina-lah yang menutup lukanya dengan perban saat mereka telah naik ke van milik polisi untuk selanjutnya datang ke kantor pusat dan diinterogasi. Para polisi itu sibuk sendiri dengan transmisi mereka, Eir dan Regina hanya diberi sekotak perlengkapan pertolongan pertama. Memang, pengguna sihir seperti mereka mungkin saja bisa melakukan regenerasi sel dengan cepat, atau menguasai sihir penyembuh. Akan tetapi, Arkana itu bukanlah milik Eir atau Regina.

"Tapi, sebagai partner, kita juga melindungi masing-masing, kan?"

"Ya, tapi caramu ini kurang tepat," pungkasnya. "Apa kamu tidak memercayaiku untuk mampu menjaga punggungku di saat tertentu?"

Secara retrospektif, mungkin, apa yang dipahami Eir saat itu adalah sama. Namun, setelah mendengar apa yang diutarakan Regina, segalanya menjadi lebih kurang masuk akal. Tahu saat dimana harus menginterjeksi. Tahu kapan untuk memulai intervensi.

Dan yang paling penting dari tiga bulan Eir menjadi partner dari seorang Hermit adalah: tahu bagaimana cara untuk percaya pada partnermu, seperti apa yang ia lakukan sekarang.

Toh, bisa dibilang, Eir tidak ingin terbiasa dengan aksi-aksi dramatis Regina untuk mengacaukan musuh. Belum lagi, Regina benar-benar mengalami patah tangan yang bisa saja permanen apabila tidak ditangani secara serius. Dan juga, ia kehilangan darah dari membuat ledakan barusan.

Salah satu kemampuan Hermit yang lain adalah telepati. Transmisinya berjarak pendek, dan terkadang Eir hanya bisa menangkap sinyal-sinyal kurang jelas yang diarahkan kepadanya dibandingkan suatu bentuk komunikasi yang lebih sempurna seperti apa yang diilustrasikan dalam ilmu esper—berbicara secara lugas dalam level memori. Eir mengikuti sinyal-sinyal itu untuk mencari arah di dalam asap, sampai akhirnya dia mampu menemukan arah di mana sinyal milik Regina terpancar lebih kuat.

Eir kini sampai di area arsip gedung Guild yang hancur sebagian. Atap sudah tidak lagi melindungi ribuan loker yang sengaja dibuat tidak dapat dimusnahkan oleh apapun kecuali sihir pemusnah khusus yang dimiliki oleh Para Pelenyap Arsip.

Di sana, Regina sudah menunggu, ia duduk bersandar pada salah satu pilar kokoh yang ada, tersembunyi dari reruntuh pilar di sampingnya. Tangan kanan yang semula masih bisa digerakkan ia biarkan lunglai, sementara tangan kirinya memberi kode untuk Eir untuk mendekat, sembari membuat suara sekecil mungkin.

Begitu Eir melihat lebih dekat, seperti keajaiban bahwa Regina masih bisa membuka matanya, ketika Eir mengamati tangan kanan itu teronggok di sana seperti tak bertulang, sementara lengan kemeja putih itu bersimbah darah yang tadi ia gunakan untuk mengendalikan pedang dan meledakkan komponen batu-logam. Keringat mengucur dari pelipisnya, tanda kecil bahwa ia menahan rasa sakit yang sedang ia rasakan.

Eir bersimpuh di hadapan Regina—yang masih saja terkekeh seperti tidak ada apa-apa—ia hanya bisa mengelus dada.

Pemilik rambut kuncir dua itu mengambil kedua tongkat yang tadi ia gunakan untuk bertarung, juga sebuah tali yang biasa ada sebagai pelengkap dari segala alat yang selalu ia bawa kemana-mana.

"Tahan sedikit. Ini pasti sakit," Eir memeringatkan. "Dan, tolong, berbaringlah, IX. Aku tidak tahu persis bagian mana tulang lenganmu yang patah."

Eir memposisikan dua tongkat itu di antara lengan. Dengan berusaha untuk tidak menggerakkan tangan Regina terlalu banyak, Eir mengikat tali tersebut menyelubungi tongkat dan tangan Regina. Setiap Regina menahan erangan, Eir memperlambat prosesnya, hingga akhirnya tongkat tersebut statis menyangga tangan Regina yang patah.

"Hei."

"Hm?"

"Kurasa Tower akan kemari sebentar lagi."

Eir menoleh kembali ke arah kabut dan kembali ke arah Regina yang terbaring. Andai, andai saja tangan itu tidak patah, mungkin mereka akan menyergap Tower dengan rencana-rencana selubung yang sudah mereka siapkan di kondisi seperti ini. Eir merengut, ia duduk lebih tegap di sisi kiri, melihat ke arah Regina yang tampak tenang, seakan dia tahu apa yang akan Eir lakukan nanti ketika Tower menjejak ke arah mereka, seakan tangannya itu tidak patah atau ia sudah pucat akibat kehilangan darah.

"Seharusnya kamu tidak melindungiku, IX." ungkapnya lirih. Jemarinya mengais sisi panjang cheongsam miliknya.

"Partner harus seperti itu, kan?"

Kembali ke memori saat itu: apakah yang dilakukan Regina untuk melindungi Eir termasuk kategori ketidakpercayaan terhadap partner? Tidak. Sempurna tidak. Eir tengah mengangkat telepon ketika ledakan terjadi, apa yang dilakukan Regina adalah sebuah hal yang benar. Partner melindungi satu sama lain di saat yang tepat.

Tapi—

"Tanganmu patah, IX. Belum lagi kamu kehilangan banyak darah."

"Eir."

Regina meraih pergelangan tangan Eir, mencoba menarik perhatiannya.

"Semua akan baik-baik saja," ucapnya. "Kamu pasti bisa memukul mundur Tower hingga bantuan datang."

Eir mengulum bibir, menelan ludah. Seniornya itu tampak paham apa yang akan ia lakukan tanpa harus bertanya. Walau demikian, Eir ingin menghaturkan beribu kata khawatir dan pergi secepatnya untuk menyelamatkan Regina di saat ini.

Hingga bantuan datang, Eir menatap Regina yang memberikannya sebuah anggukan kecil.

"Kamu juga akan baik-baik saja sampai ini berakhir?"

"Tentu, Eir. Seniormu ini kuat 'kok!"

"Aku nggak bercanda, IX." Hela nafas panjang. "Baiklah, kalau itu maumu."

Peraturan nomor 66 dari Pasal IV-A: Agen Arkana tidak akan meninggalkan medan perang hingga sebuah anomali dituntaskan atau dianggap selesai.

Suara kerikil bergaung dari kejauhan, mementahkan konsentrasi Eir. Kabut di sekeliling mereka mulai menipis, posisi mereka akan dengan mudah ditemukan dari tempat di mana sang Tower berada saat ini.

Eir berdiri dengan sedikit berat hati, ia tidak lagi melihat ke arah Regina sesaat ia mengambil tabung besar yang kini bersinar jingga terang dari punggungnya.

Sesaat kabut menghilang sempurna dan Eir mendapati Tower  tengah mengedarkan matanya ke seluruh penjuru dengan dua pilar batu melayang di sekitarnya. Eir pun melempar tabung miliknya ke arah sang Tower, sesuai rencananya.

"Disana rupanya kamu, tikus!"

Tower mengayunkan satu pilar untuk menghancurkan tabung yang melesat ke arahnya seperti roket. Tabung tersebut hancur, beserta pilar yang menghantamnya. Lagi, tidak ada cairan apapun keluar dari tabung tersebut, padahal tabung tersebut terlihat memiliki sebuah bentuk likuid berjalan di dalamnya.

"Kau tahu benda picik seperti itu tidak akan ada gunanya melawanku!"

"Oh ya?" Eir melangkah perlahan mendekati sang Tower, maniknya berkilat-kilat, sama seperti api yang tengah menyala di kedua telapak tangannya. "Biar aku membuatmu memakan kata-katamu itu."

Kembali, mereka berdansa dengan tinju, api dan batu. Tidak ada tongkat kali ini, hanya kepalan bertemu dengan kepalan. Eir melayangkan pukulan dan hembusan yang mengarah ke wajah sang Tower. Sementara, di antara pukulan ke arah tubuh, Tower melayangkan batu ke arah kepala untuk mengalihkan konsentrasi Eir. Tak jarang Eir menangkap pukulan sang Tower, namun mereka tidak mencapai sebuah keadaan di mana ada celah untuk mengunci gerakan lawan secara sempurna.

Lama-kelamaan, batu yang dilayangkan semakin mengecil, dan Eir tersenyum mendapati Tower akhirnya menyadari sesuatu yang tengah terjadi.

"Kau ...!"

Eir menangkap kepalan itu sekali lagi, menarik pergelangan tangan itu ke arahnya sesaat Eir mempersiapkan genggaman api tepat menuju wajah sang Tower. Satu pukulan membuatnya mundur, tak lagi ada pasir yang mengikutinya maupun pilar batu, Eir melancarkan serangan lanjutan berupa tendangan ke arah perut. Serangan itu tidak telak, namun teriakan sakit dari sang lawan cukup membuat Eir sejenak puas. Ia telah mengembalikan keadaan.

"Kau—penghisap kekuatan—!?"

Ia mencoba melayangkan sekali tendangan lagi, tetapi kini sedikit pasir milik Tower telah kembali, melindungi bagian tubuhnya sebagai bentuk pertahanan. Eir mengontrol nafas setelah ia kembali menjaga jarak, memerhatikan sang Tower terengah. "Jadi kamu tidak tahu apa Arkana-ku."

Sebutan 'penghisap kekuatan' membuatnya bimbang; paling tidak, ia tidak menyebut Eir sebagai 'monster'.

Ya, dirinya adalah monster yang mampu menghisap 'kehidupan' – sesuatu yang selalu ia segel rapat-rapat dari pengetahuan orang lain, bahkan Regina sekalipun. Selena mungkin tahu soal hal ini dari datanya, namun itu adalah rahasia kecil dari Arkana Hanged Man yang ia pegang. Sebuah 'wild card' yang ia dapat setelah dirinya lulus sebagai pemegang Arkana Hanged Man.

Tower memusatkan kekuatannya ke tanah, empat batu berbentuk persegi panjang terbentuk dan siap dilayangkan ke hadapan Eir. Dua diantaranya sempat melayang, tapi melihat bagaimana Tower telah goyah dengan 'kekuatan'-nya dihisap, Eir mampu menghindari batu-batu tersebut, membiarkannya menghantam entah bagian gedung sebelah mana di belakangnya. Regina aman di sebelah barat gedung Guild, ia tidak perlu khawatir Tower akan menarget Regina untuk saat ini.

Pada batu ketiga dan keempat, batu yang melayang tersebut mendadak berubah menjadi transparan – batu tersebut berubah bentuk menjadi air yang terpecah sempurna kembali ke tanah.

Ekspresi Tower memuncak dengan kekagetan, sihirnya telah dikelabui oleh sihir lain.

Eir menurunkan kuda-kudanya saat suara derit kursi roda mendekat, alih-alih sang nona di sana telah berjalan-jalan sore di tempat yang landai, bukan undakan batu tidak beraturan.

"... Nona Kellan."

"Maaf lama, Eir."

Sang mata empat bersabda lembut, ia melipat kedua tangannya di atas pangkuan. Kursi rodanya terhenti di antara Eir dan sang lawan, sementara Tower masih menatap ke arahnya seakan tidak percaya batunya barusan telah diubah menjadi air, dan itu dilakukan dari jarak yang cukup jauh.

"Bawa Regina dan temui Anne di safe point. Serahkan urusan anak ini padaku."

"Nona, dia—"

"Tenang saja." Kellan menaikkan nadanya, tatapannya tajam dalam perintah.

Tower tertawa lagi, kini Eir mendengar suaranya lebih parau dari awal-awal pertarungan. Eir tidak bisa membedakan apakah itu tawa akibat puas akan munculnya lawan baru atau tawa akibat menyembunyikan perasaan tertekan.

Yang Eir tahu, ia juga tidak ingin melawan Kellan Kiesling, sang pemegang Arkana Magician.

Tower menaikkan banyak sekali batu-batu berukuran kecil setajam stalagmit ke udara, menembakkannya ke arah Eir dan Kellan. Kellan tidak melakukan gerakan apapun, senyumnya bertahan dan duduknya yang rileks tidak terganggu. Batu-batu tadi terhenti tepat beberapa langkah di hadapan mereka, masing-masing bertransformasi di udara sebagai uliran tombak-tombak es. Kellan memainkan jemarinya di pangkuan, seperti tengah menekan tuts-tuts piano di atas punggung tangannya yang lain. Tanpa gerakan pula, tombak es itu kembali ke arah Tower dan tidak semuanya bisa dia antisipasi.

Eir menyaksikan hujan tombak es ke haribaan batu tanpa mengedip.

Magician. Seperti itulah kekuatan seorang Magician. Nyaris tanpa jeda.

Sang Tower tidak menyerah, ia kembali bangkit di atas kedua kakinya, walau tubuhnya bergetar gentar. Eir dapat merasakan kepanikan. Eir dapat merasakan ketakutan.

"Eir. Cepat bawa Regina pergi."

"B-Baik!"


Eir berlari secepat mungkin, mencoba menghiraukan dentuman demi dentuman yang terjadi di belakangnya (dan berhenti berpikir dan terkagum-kagum dengan apa yang Kellan lakukan di sana), terus berfokus menuju Regina.

Regina yang terkulai di sana lebih pucat dari terakhir Eir berbicara dengannya.

"IX?"

Regina masih bernafas, tapi nafasnya lemah dan rendah. Nadinya masih berdenyut. Seniornya masih hidup.

"Hei, IX?"

Regina tidak membuka matanya. Ia sudah tidak sadarkan diri. Regina tidak menjawab. Ia harusnya bersyukur, seniornya tidak melihatnya mengeluarkan sisi monsternya di tengah-tengah duel. Ia tidak seharusnya merasa putus asa.

Ia bisa membawa Regina pergi dari sana. Melakukan bridal carry bukanlah sebuah masalah untuknya dan staminanya, tapi—

"Kalau aku menyentuhnya lebih dari lima menit, bisa-bisa ..."

Eir menatap kedua tangannya yang terbuka. Tabungnya sudah ia hancurkan. Sarung tangannya sudah robek. Ia tidak akan bisa mengontrol kekuatannya tanpa dua objek tersebut.

Sisi monsternya adalah bagian kekuatan Hanged Man yang ia benci, dan itu sangat tidak berguna dalam proses menyelamatkan orang lain. Ia bisa saja menyerap energi orang lain dengan sekedar sentuhan.

"Tidak. Ini bukan saatnya untuk bimbang."

Sesuatu terbersit di benaknya. Ia bisa saja melakukan sesuatu agar ia tidak membuat Regina tidak dalam keadaan bahaya selama lima atau sepuluh menit ia membawa Regina ke tempat safe point.

Eir menatap Regina sesekali sebelum memantapkan tekadnya.

[ Regina sulit sekali untuk bangun kalau sudah tidur siang – Eir punya satu cara untuk membangunkannya.

Dan, ia pasti bisa 'menyelamatkan' Regina dengan cara yang sama.

Dengan sentuhan tertentu. ]



Safe point yang disebut oleh Kellan tidak terlalu jauh dari gedung arsip.

Anne telah menunggu di sana, tangannya berpangku dan ekspresinya lurus. Satu mobil ambulans telah siap sedia, bersamaan dengan beberapa armada yang berupa bagian penanggulangan bencana dan polisi investigasi baik sihir maupun non sihir. Petugas mitigasi bencana sementara tengah sibuk menyisir tempat kejadian akan korban tambahan. Polisi telah memberi batas area aman dari efek ledakan dengan garis kuning dan pelindung sihir. Orang-orang awam yang berkumpul untuk melihat-lihat area itu telah dihimbau untuk mundur dan menjauh, embel-embel tanda bahaya telah digaungkan dua kali ke daerah sekitar oleh pihak kepolisian setempat.

Kellan telah kembali ke sana lebih dulu dari Eir tanpa satu luka sedikitpun, mereka berdua tercenung melihat Eir melangkah dengan pelan menuju arah mereka, tertatih membawa Regina di genggamannya.

Eir menyerahkan Regina kepada Anne untuk membantunya ke arah kasur darurat untuk segera ditransportasi. Eir tidak mendengar Anne dan petugas rumah sakit yang bercengkerama, sementara Kellan mengarahkannya untuk duduk di salah satu kursi di bawah tenda darurat tempat para petugas mitigasi bencana berlalu-lalang. Eir mengamati dengan sebelah mata bahwa ada beberapa orang mengambil sampel batu dan serpihan benda kecil dari tempat kejadian perkara, mungkin dengan itu mereka bisa menganalisis siapa sebenarnya pemilik kekuatan Tower itu dan dari mana dia berasal.

Sementara pikirannya berputar-putar dengan pelbagai hal yang ia bisa amati dan tidak, Kellan ada di sana mencoba mengajaknya bicara. Wanita berkacamata itu memerhatikan luka-luka kecil dan lebam yang ada di tubuh Eir. Sang Magician dari atas kursi roda itu juga menyuruh Eir menerima pengobatan di sana segera, namun Eir hanya menggeleng pasti.

"Dia kabur, Tower itu." Kellan berucap. "Pilihan yang tepat, sih. Dia masih sayang nyawanya."

Kellan menarik kursi rodanya tepat di hadapan bangku Eir.

"Ada apa, Eir? Kenapa kamu terlihat sangat bingung?"

Jawaban yang Eir utarakan hanya sebuah tundukan kepalan. Ia melihat tangan Kellan ada dekat, hampir menyentuh tangannya yang mengepal di atas pahanya. Refleks, ia segera menarik kedua tangannya dari jangkauan Kellan. Mata seniornya membulat, tapi dengan cepat ekspresi kalutnya berubah lembut.

"Oke, dinginkan kepalamu, ya? Aku ... akan bicara dulu dengan Ann."

Eir mengangguk pelan. Dunianya berputar sejenak, mengerucut kepada satu padanan kata 'monster', sebelum akhirnya ia berusaha menutup mata. Bersikeras melupakan.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro