tujuh.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Regina tidak bisa merasakan tangan kanannya ketika ia mendengar dentuman kedua selepas ia menarik diri untuk melindungi Eir.

Ia menendang reruntuhan besi yang menimpanya, mendapati Eir ada disisinya, tidak lecet sama sekali walau tubuhnya kotor karena reruntuhan. Sepintas, ia mengucap syukur dalam hati, walau tangannya tidak berhenti bergerak untuk menyingkirkan batu dari menghalangi mereka. Eir menyingkirkan serpih-serpih reruntuhan batu dari tubuh mereka, sementara sekitaran gedung Guild masih mengepul dipenuhi abu akibat hancurnya labirin pintu masuk dan beberapa bagian bangunan.

Musuh mereka bukanlah sembarang orang. Kemungkinan besar orang ini memiliki kekuatan Arkana, atau paling tidak dia dapat mengoperasikan artefak yang dapat meluluhlantakkan bangunan dalam hitungan detik, karena bom mekanis biasa tidak akan memiliki daya hancur sebegini hebat, terutama ke gedung Guild yang telah diproteksi dengan lingkaran pelindung sihir.

"Tunggu, IX, tanganmu."

Eir menarik bagian jaket Regina, ia segera meraih tangan kanan Regina perlahan, melihat darah yang mengalir dan memerhatikan bagaimana Regina menahan rintihan.

"Sepertinya patah juga." Sebut Regina ringan. Eir tak pelak terbelalak, namun Regina memberikan senyum lebar, ia menggeleng untuk menepis keraguan di wajah Eir. "Tenang, aku masih bisa bertarung."

Regina menyelubungi tangannya dengan mantra sihir, membuat tangannya berpijar biru. Seketika darah yang semula menjalar keluar terhenti, membentuk sebuah bilah pedang darah berukuran sedang yang menyatu dengan tangan kanannya. Regina berusaha menggerakkan tangan, sempurna, pikirnya, ketika tidak ada lagi sakit yang ia rasakan dengan melakukan transmutasi sementara otot, tulang dan darah. Arkana Hermit sangat mudah digunakan untuk mengembangkan sesuatu dari keadaan dasarnya, terlebih lagi kalau itu bagian tubuhnya sendiri.

Regina melihat Eir mengulum bibir, Eir segera menarik dirinya dan tidak berkomentar. Sang senior hanya bisa menepuk bahunya untuk meyakinkan, walau Regina paham Eir tidak akan mudah 'tenang', apalagi mengingat bahwa Regina sudah melindunginya dari ledakan barusan.

Suara lolongan tawa menyita perhatian mereka. Dari arah gedung utama Guild, terjadi beberapa ledakan kecil, diikuti dengan tawa yang menyakitkan telinga. Ledakan-ledakan itu tidak sebesar yang pertama, namun daya ledak yang ditimbulkan cukup merusak. Mereka bisa mendengar gemuruh reruntuhan gedung ketika mereka berusaha mencari asal suara itu.

Regina mendapati sejenak tabung yang ada di punggung Eir menyala dengan cahaya merah yang tidak biasa, bukan cahaya hijau temaram yang Regina sering lihat. Namun, itu bukan saatnya untuk memikirkan hal tersebut.

Debu melayang-layang di udara dengan tebal selayak kabut. Setelah berhasil menepis reruntuhan batu satu demi satu untuk melihat gedung utama Guild, mereka mendapati seseorang dengan tundung merah tengah duduk berjongkok di atas puing-puing bangunan yang tak beraturan, laksana raja di singgasana yang tidak peduli apa-apa. Tubuhnya kecil, mungkin mirip dengan Eir, tapi kerusakan yang ditimbulkan sangat besar. Gedung Guild tidak sempurna hancur memang, masih ada bagian gedung arsip yang utuh, juga pondasi bangunan tidak segalanya luluhlantak.

Lagi, bila orang ini tidak dihentikan, bisa saja bukan Guild saja yang akan ia hancurkan.

Di tangan kanannya, Regina mendapati sebuah gelang yang familiar, gelang artifak yang mirip dengan barang hasil lelang gelap beberapa saat silam. Batu amethyst bersinar temaram tertimpa sinar matahari, berukuran lebih besar dari batu yang pernah Eir periksa di kantor SPADE. Ini tidak seperti Arkana minor yang ada di lelang saat itu, ini adalah kekuatan Arkana yang lebih kuat.

Alih-alih menyadari adanya penonton, sang raja turun gunung, Regina dapat mendengar decihan Eir melengking saat si penyerang melepas tundungnya, menampakkan diri sebagai seorang dengan paras feminim, bersurai putih yang dikepang di belakang, dengan tato abstrak bertinta hitam melintang di mata kirinya. Seringainya lebar, sangat lebar, mata merahnya seperti menyala lebih terang dibandingkan sinar matahari, seakan dirinya mabuk akan kekuatan dan kehancuran yang ia karyakan. Kedua tangannya kosong, tidak ada senjata atau sesuatu yang ia sembunyikan di permukaan; ia tampak sebagai seorang kecil yang tidak berdosa dan tidak mampu melakukan apa-apa.

Ia tertawa lagi, melayangkan kembali batu-batu di sekitarnya menuju ke arah Eir. Eir mengayunkan tongkatnya sekali, membuat bunga-bunga api besar untuk menelan batu-batu tersebut menjadi pasir.

"Tower gadungan."

Eir mendesis. Penyerang tadi hanya tertawa lengking, ada sedikit nota rendah di suaranya, sepintas androgini, namun mereka menyimpulkan bahwa pemegang kekuatan Arkana itu seorang wanita.

Tower, Arkana nomor XVI, adalah salah satu Arkana yang kekuatannya bisa didapat hanya dari cara-cara khusus. Sama seperti Arkana dua puluh, kekuatan Arkana Tower cukup mengerikan bila jatuh ke tangan yang salah. Berbeda dengan Magician, kekuatan murni Tower ada pada dimensi, bukan sekedar mengendalikan elemen. Kekuatan Arkana ini tidak berdasar pada kuantitas melainkan kualitas—gadis ini mengontrol batu, sehingga ia bisa mengubah batu, atau tanah, atau pasir, atau logam sekalipun, menjadi memiliki daya atau tidak.

Pantas saja bangunan tadi 'meledak' dengan sendirinya, dengan mudahnya, walaupun gedung ini terkomposisi atas pelbagai bahan-bahan bangunan yang kompleks.

"Jangan gegabah, IX."

Eir menurunkan tongkatnya, "Aku tahu."

Ketika tawanya usai, dia kembali mengepalkan kedua tangan, naik menantang seperti kuda-kuda tinju.

"Jadi kalian, agen Arkana yang Tetua bilang hadir di lelang Severa?" matanya mengedar antara Eir dan Regina. "Sayang, Tetua tidak tahu apa Arkana kalian, atau mungkin saat itu Tetua bisa menghabisi kalian para penyusup saat itu juga."

Regina mengernyit, jadi si pelelang sudah tahu ada duri dalam daging, batinnya. Apa gadis kecil ini adalah sebatas hadiah kiriman untuk mereka? Tapi, kalaupun si 'ketua' ini sudah tahu tentang mereka, mengapa tidak langsung menyerang ke kantor cabang SPADE? Mengapa harus ke Guild?

"Eh, tapi kamu pintar ya, pendek. Kamu bisa menebak kalau Arkana yang kupinjam adalah Tower," lanjutnya. Jemarinya dengan lunglai menunjuk Eir. Sejenak, udara menghangat. Regina bisa paham kalau Eir sudah sampai tahap meledak-ledak sekarang ini. Andai saja ia tidak memagari Eir saat ini, mungkin Eir sudah menyambar pergi untuk menghunuskan apinya.

"Semoga kalian memang benar-benar pantas dikagumi seperti apa kata Tetua."

Regina tidak melihat ketika sang Tower melesak dari gunung batu itu, hampir lebih cepat dari suara. Suara gemerincing yang diikuti dengan gemuruh batu-batu yang mengikutinya baru terdengar ketika ia muncul di antara Regina dan Eir. Hawa panas dari api yang dilancarkan Eir mengingatkan Regina untuk mundur, sementara undakan batu berbentuk persegi yang muncul dari tanah berhadapan dengan nyala api sempurna yang keluar dari tongkat milik Eir. Regina berusaha kembali mendekat, mengincar sisi belakang dari sang Tower sementara dia sibuk menghindari lucutan demi lucutan api tanpa ampun. Geliatnya seperti penari; lincah dan cepat, namun penari ini tidak takut bermain api. Api milik Eir sama sekali tidak membuatnya gentar untuk bertarung dalam jarak dekat. Juga, tubuhnya yang mungil membuatnya mudah untuk melakukan manuver gerakan dengan cepat: entah melempar batu, atau mencoba menangkis tongkat Eir sebelum dia sempat mengeluarkan api untuk membakar wajahnya.

Pedang darah itu memusatkan untuk menebas ke arah tengkuk si Tower, sekejap pasir naik ke arah belakang lawan mereka, melindungi punggung, dan Tower berubah haluan, melayangkan batu tajam ke arah wajahnya.

Hampir, hampir saja dahinya tertusuk, untungnya ia sempat menghindar dengan menjatuhkan tubuhnya ke arah tanah, sebelum menapak naik kembali dengan pijakan keras kedua kakinya.

Sementara Eir mengeluarkan tongkat kedua dari sisi kiri cheongsam-nya. Dua tongkat kini beradu dengan dua tangan dan batu, tanah dan pasir; belum lagi pukulan berupa chop yang sesekali dilayangkan sang Tower untuk mengacaukan keseimbangan dan ritme Eir. Regina mengambil momentum ini untuk mencari titik buta lain, atau ia harus menyerang Tower dari arah yang sama dengan Eir.

Ia hanya punya satu kali untuk menusuk, sebelum mungkin sihirnya akan tertata ulang karena ia telah mengeluarkan banyak darah untuk bisa bertarung. Kelemahan terbesarnya, hanya mampu berkonsentrasi pada satu atau dua materi ketika menggunakan sihir, akan diuji di sini.

Eir menyilangkan dua tongkat di dada ketika Tower memukulnya mundur dengan tangan berbalut pasir. Menyelubungi tongkatnya dengan api, Eir kembali menerjang, untuk kedua tongkat tersebut digengam dengan tangan berpasir oleh sang lawan.

"Sekarang, IX!"

Menggunakan punggung Eir sebagai pijakan, Regina melompat, darah yang semula berbentuk pedang ia transmutasi menjadi tombak, meruncing pasti ke arah bawah tepat ke kepala lawan.

"Pedangmu unik sekali, Nona. Tapi kamu terlalu meremehkanku."

Regina tidak menyadari adanya dua bongkahan besar tanah dan logam yang telah siap menghantamnya dari sisi kanan dan kiri. Regina tidak punya banyak pilihan selain melindungi diri, atau mungkin setelah menghujam tubuhnya, tanah tersebut akan menghujani Eir. Tombak yang tadi sudah terasah menuju ke lawan, ia ubah bentuknya menjadi pisau-pisau tajam berkawat mengelilingi tubuhnya.

Saat tanah itu merapat, pisau tersebut Regina tarik ke tempat yang lebih tinggi. Darahnya menarik logam, mengikutinya ke titik bangunan yang agak jauh dari Eir dan Tower. Pisau tadi ia gunakan untuk memecah tanah dan logam, ledakan bising itu berubah menjadi darah segar dan besi cair.

Darah miliknya meluruh ke permukaan, dan Regina pun terjatuh ke tanah bersama dengan sisa-sisa logam yang ada.

"IX!"

"Lawanmu ada didepanmu, bodoh!"

Tower melucuti kedua tongkat apinya, namun tentu saja itu bukanlah akhir dari kekuatan Eir. Segera ia menyulut seringai lebarnya itu dengan hembusan api raksasa. Sesaat pasir mulai membungkus bagian tubuhnya sebagai bentuk pertahanan, Eir menembakkan satu bilah api dan satu bola asap ke udara, membuat kabut asap dan debu bercampur untuk mengacaukan penglihatan. Eir segera menjejak pergi, secepat mungkin ke luar dari zona deteksi tanah dan pasir milik Tower, menembakkan bilah api dan bola asap ke seluruh penjuru sementara ia mengedarkan suaranya ke seluruh arah untuk mengaburkan pendengaran sang lawan.

"IX!"

Darah milik Regina masih menghujani reruntuhan itu. Yang bisa Eir lakukan hanyalah mengacaukan indera dan bergerak dengan penuh hati-hati.

"IX!? Jawab aku! Dimana kamu!? IX!"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro