empat.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gerbong kereta tengah malam itu kosong, hanya ada Regina dan Eir duduk di kursi paling ujung kanan.

Layanan kereta berjalan nonstop, namun jadwal kereta akan sedikit lebih lama karena kereta tengah malam umumnya diautomasi. Mereka kebetulan datang ke stasiun sesaat sebelum kereta hendak berangkat. Rasanya Eir tidak ingin berlama-lama di Severa setelah kejadian barusan – ia merasa bahwa ia bisa gila untuk menunggu kereta berikutnya yang akan datang sekitar satu jam kemudian.

Eir sudah mengirimkan rangkuman kejadian yang telah mereka alami di Grand Floating Ballroom, mengutip bahwa kondisi ini termasuk kejadian luar biasa. Mungkin bila mereka sampai di Distrik 18 nanti, belum tentu Selena dan agen Arkana lain hadir di kantor, tapi mengingat bahwa ini mungkin berkaitan dengan Selena (sesuai apa yang Regina bilang), mereka mungkin telah mencari-cari akar permasalahan ini.

Pelelang barusan bukanlah manusia biasa, ataupun manusia dengan berbagai kekuatan teknologi di kekuasaannya; orang itu pasti adalah pemegang kekuatan Arkana.

Sesuai perintah untuk tidak melakukan tindakan apapun untuk menarik kecurigaan, Eir tetap di tempat ketika sang pembawa acara 'membunuh' si klien. Aliran energi yang mengunci audiens tetap di tempat dan tidak mengetahui runut kejadian itu merupakan sihir.

Eir, dengan kekuatan Hanged Man, sama sekali tidak terpengaruh oleh terhentinya waktu.

Ia bisa saja bergerak, menghentikan si pria itu sebelum berlaku bodoh, atau menginterupsi sinar yang dengan mudah dikembalikan oleh si pembawa acara. Senjata makan tuan—memang perlakuan itu dapat diartikan sebagai self-defense, tetapi dengan sempurna karena waktu dihentikan, tidak ada yang ingat hal itu terjadi.

Maniknya melirik Regina sekali lagi, yang meratap jauh menembus kaca-kaca kereta menuju gelapnya malam yang tak berawan, sebelum ia melihat jam digital yang ada di atas pintu gerbong.

0140. Sepertinya tidak akan ada yang menunggu mereka di kantor nanti.

"IX."

"Hmm?"

Eir menyipit melihat senyum itu begitu datar, kosong tak bermakna. Bukan juga ada pertanda di sana dia akan mengganti topik untuk mengejek atau menggodanya.

"Sudahlah."

Nadanya ia tekan. Jarak satu bangku yang semula ada di antara mereka Eir tuntaskan. Kini ia duduk tepat di sebelah Regina yang lebih tinggi, bahu mereka bersentuhan. Ekspresinya nanar membelah keheningan.

Untungnya, Eir tidak perlu menjelaskan apa yang ia maksud dengan satu kata itu: Regina tahu, mereka tahu apa maksudnya.

Regina bukanlah pemilik kekuatan untuk mengatasi penghentian waktu seperti Eir. Regina tidak memegang artefak untuk menangkis sihir tingkat tinggi. Akan tetapi, di saat Eir mencuri pandang ke arah seniornya, Eir tahu benar makna dari sirat mata itu.

Kekagetan. Kengerian. Nostalgia. Trauma.

Tipe sihir itu mungkin akan membuat orang terkagum bagi mereka yang bisa mengamati, namun yang Eir tangkap dari guratan ekspresi itu bukanlah sejengit apresiasi dalam bentuk apapun.

Regina menggeleng pelan, senyum itu tetap di sana, lemah, "Sudah berani menekan seniormu ya, sekarang?"

"Enam bulan yang lalu kau bilang kalau kita adalah partner," Eir mendengus. "Dan partner menutupi kekurangan satu sama lain."

Pemilik surai merah itu menelengkan kepala. Sejenak ia diam, mungkin memikirkan tentang topik di tangan, sebelum akhirnya bahunya yang datar mengendur, kakinya ia rentangkan untuk mengambil posisi yang lebih rileks.

Kereta ini kosong, tidak ada yang akan mengganggu mereka, atau menguping. Eir bisa membakar kamera pengawas kalau Regina mau.

"Kamu tahu Perang Arkana Terakhir, 'kan?"

Eir mengangguk cepat, "Semua yang bertemu denganmu akan bertanya soal itu, IX."

"Oh. Oh iya. Haha. Kamu benar."

Dan ya, memang itu kenyataannya. Butuh dua minggu untuk Eir beradaptasi dengan orang yang menemui Regina dan berkata, 'oh, kamu si Yang Tersisa'. Dan butuh dua minggu untuk Eir menilik informasi mendalam yang ia perlukan berkaitan dengan Perang Arkana Terakhir di antara segala berita gosip, teori-teori konspirasi sampah, dan urban legend yang sporadis dan tidak begitu penting.

"Lalu, ada apa soal orang tadi dengan Perang Arkana Terakhir?"

"Kekuatan itu dimiliki oleh seseorang yang sudah mati," pungkasnya. Tidak bertele-tele. "Kamu tahu kan ada beberapa Arkana yang sengaja 'diturunkan', bukan dimasukkan ke dalam kamp seleksi seperti Arkana-Arkana lain?"

Eir menghitung dengan jari. Arkana nomor nol, tiga belas, enam belas, dan dua puluh. "Kalau tidak salah ada empat Arkana mayor."

"Benar," Regina mengadah ke langit-langit, kedua tangannya terlipat di depan dada. "Bisa tebak Arkana apa yang kumaksud?"

Ia menjawab cepat, "Judgment."

Perhentian berikutnya Distrik 18. Perhentian berikutnya, Distrik 18. Kereta ini akan mengakhiri perjalanan di Tangen. Sekali lagi, perhentian berikutnya—

Mereka berdua berdiri segera, menuju sisi pintu gerbong menunggu kereta bersinggah di peron Distrik 18. Regina tampak tidak menunggu jawabannya, ia kembali menatap pemandangan di luar jendela dengan tatapan yang terasa jauh.

Mungkin bukan saatnya, batin Eir. Mungkin besok pagi, kepala IX sudah akan lebih dingin.

Saat mereka turun dan berjalan ke arah luar stasiun, Regina tidak mengiyakan atau membetulkan jawaban tersebut. Sementara, malam terus merentang dengan sepi dan segala gundah di udara.


Enam bulan yang lalu adalah kali pertama Eir datang ke kantor cabang SPADE setelah surel yang mengabarkan bahwa ia diterima menjadi partner seorang pemegang Arkana lain.

Ada yang bilang bahwa bisa saja seseorang tidak akan pernah mendapatkan partner dan ditempatkan sebagai tim investigator. Mereka akan segera dimasukkan sebagai satu dari banyak pemimpin pleton yang akan mengkoordinasi kekuatan Arkana-Arkana minor. Eir merasa pekerjaan itu terlalu rumit untuknya, sehingga ia meletakkan preferensi untuk menjadi agen di posisi teratas dari daftar pekerjaan yang bisa ia dapatkan. Atau, pekerjaan yang didapatnya akan berujung kepada freelance, alias kacung-kacung kepolisian. Eir hanya bisa menampik dengan jijik.

Memang, ia tidak punya tujuan yang tepat setelah bisa lolos sebagai pemegang Arkana Hanged Man – yang bahkan merupakan keajaiban sendiri untuknya. Seseorang dari Slum-A yang nyaris terisolir karena kehidupan kelas bawah bisa menguasai sihir? Hah. Mirip cerita novel picisan saja.

Walau kenyataannya, ia tahu kalau ia tidak dilirik oleh tim penilai setelah hasil seleksi keluar. 'Sampah tetap sampah', begitu pikir mereka. Toh, skor yang berhasil dia dapat dan kriteria pengukur oleh AI yang kompeten tidak dapat dibohongi.

Teman sekaligus 'sponsor'-nya di Slum-lah yang memberikan jaket taslan hitam ini untuk ia pakai di atas terusan biru langit lusuh yang merupakan baju terbaik yang ia punya saat itu.

'Kamu akan berjalan di antara orang-orang kelas menengah atas dan mungkin para orang-orang Normal. Paling tidak kamu harus terlihat rapi, bukan seperti gelandangan.' – Eir masih ingat kata-kata itu sebelum akhirnya ia pergi menuju Distrik 18.

Ketika mencari gedung yang ia tuju, Eir ingat ada satu ruangan dengan jendela terbuka di lantai kedua, seseorang dengan rambut cokelat madu tengah merokok dengan santai. Ia menutup mata, seakan sangat menikmati, sebelum mengembuskan asap putih kelam penuh dengan racun ke udara.

Dan, seperti sadar bahwa Eir, di antara kerumunan banyak orang di sana yang berlalu-lalang, tengah mencuri pandang ke arahnya, wanita itu melambaikan tangan.

'Di sini', bibirnya membentuk kata.

Eir memeriksa ponselnya untuk memeriksa kembali alamat tujuannya: titik lokasi itu benar berkedip di gedung tepat di sisinya. Ia kemudian menengadah, wanita itu tersenyum lebar, merasa dirinya telah menebak dengan benar walau jarak mereka terpaut satu lantai dan perhatian mereka bisa saja terpecah oleh keramaian.

Gadis itu segera naik menuju kantor cabang SPADE, seseorang dengan rambut merah panjang membukakan pintu untuknya saat dia mengetuk.

"Hee, jadi cewek ini partner baruku, Sel?"

Eir tak pelak mengerutkan dahi dengan ungkapan pembuka tersebut. Sekilas terdengar seperti om-om, wanita berambut merah ini. Dan, kalau mengingat bahwa hampir semua pemegang Arkana adalah ningrat, bukannya kalimat itu terasa ... sangat tidak sopan?

"Regi, kamu membuatnya jijik tuh."

Selena, 'bos', tertawa. Dia mematikan rokoknya di asbak terdekat, sebelum merapikan rompi hitam yang ia gunakan di atas kemeja merahnya. 'Regina' yang tampak tidak terpengaruh dengan sebutan 'jijik' tadi, ikutan terkekeh.

Oh, apakah Eir sudah masuk ke tempat aneh?

"Sori, sori. Oke, jangan berdiri saja di sana, gadis kecil."

"K-Kecil!?"

"Regi, sudah berapa kali kubilang, jangan menggunakan kata-kata yang akan membuat orang mengira kita berdua adalah host." imbuh Selena. Regina mengedip sekali. Eir masih agak kebingungan, namun ia melangkah masuk. Jaket yang dipakainya ia tanggalkan menuju kapstok di sebelah pintu masuk.

"Selamat datang di cabang SPADE dari Arkana Force, Hanged Man."

Selena menyambut dengan kedua tangan terbuka ke arah ruangan, sementara Regina-lah yang membuka tangan ke arahnya, mengajak untuk berjabat tangan.

"Hanged, ya. Aku Hermit, partnermu."

Eir menyambut tangan itu dengan perasaan ragu, "Hermit."

"Kaku sekali anak baru ini," lagi, dia mengejek. Alis Eir berkedut. "Panggil saja Regina."

"Senior."

"Argh. Kaku banget kamu."

.

Sensasi yang semula mari berubah ketika Eir mencium aroma segar teh kamomil. Ia membuka mata ke kantor yang terlihat kosong di pagi hari. Ia tidur di atas sofa, bukan di atas kasur tipisnya yang ada di dekat kubikel tempatnya duduk. Eir tidak terlalu ingat apa yang terjadi setelah ia tiba di kantor, mungkin dia sudah terlalu lelah untuk menggelar kasur. Gaun pinjaman masih ia kenakan. Entah mengapa ia bisa terlelap, karena semalam walau pikirannya lelah, ia terjaga karena kejanggalan sifat Regina.

Tidak, itu mungkin tidak janggal – siapapun dengan memori buruk tidak akan pernah mencoba membawanya ke permukaan dengan cepat.

"Eir?"

Pemilik rambut biru itu segera bangun dari sofa, merapikan rambutnya yang berantakan dan matanya mencari asal suara lembut itu ke arah dapur. Kellan tengah membawa nampan berisi sebuah pot besar dan lima cangkir teh – ralat, nampan itu melayang, dan Kellan tidak mendorong kursi rodanya.

Tidak semua pemakai sihir bisa mengaplikasikan sihirnya untuk membantu kegiatan sehari-hari, mengingat beberapa sihir berfungsi destruktif. Kellan adalah pengecualian. Selain Kellan, Eir belum pernah melihat seseorang menggunakan sihir selayaknya bagian dari tubuhnya. Eir pernah ingin belajar kepada Kellan, namun tipe sihir Hanged Man tidak bisa dikonversikan sebagai energi kerja, seperti juga sihir milik Regina dan Nona Anne.

Walaupun Eir sudah melihat hal ini beberapa kali pun, ia tetap akan merasa terkesima. Dan, ketika Kellan menggunakan kekuatan, ia tidak mau diganggu. 'Berbahaya', katanya, 'konsentrasinya bisa buyar'.

Kellan menaruh nampan di atas meja tengah, ia menyusun lima cangkir itu secara manual. Kellan tersenyum ke arah Eir yang tampak masih mengumpulkan nyawa.

"Cuci mukamu gih. Atau mungkin mandi akan lebih segar?"

"Oh, iya, Nona Kellan, maaf aku-"

"Tidak apa-apa, aku sudah mendengar laporanmu." Kellan menuang dua dari lima cangkir teh. Sesaat Eir mengamati bahwa itu bukanlah the kamomil. Wanginya jauh berbeda. Kacamata Kellan mengembun sejenak, namun Eir tetap tahu siratan lembut yang pemegang Arkana Magician itu berikan kepadanya.

"Dimana Bos, Nona Anne dan IX? Mereka belum datang?"

"Anne sedang ada urusan, dia akan datang nanti." Kellan menjawab. "Kalau soal Bos dan Regina, mereka sepertinya belum datang."

Eir tertegun dalam jenak. Waktu sudah menunjukkan pukul 0820, biasanya ia sudah menuangkan kopi untuk Bos, dan Regina akan datang tidak lama setelahnya.

"Eir, sana mandi."

"I-Iya!"

(Apa ia terlalu khawatir?)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro