lima.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Henrietta Lazward.

Bahkan, orang-orang yang selalu menggiati berita dan intrik-intrik seputar Perang Arkana Terakhir tidak akan mengetahui nama itu.

Sepuluh tahun yang lalu, Henrietta berusia dua puluh dua tahun, ia dirahasiakan sebagai pemegang Arkana nomor dua puluh, bekerja sebagai salah satu peneliti dan pengawas perpustakaan nomor 7B di daerah Kaulis.

Sebagai Dia Yang Tersisa dari tragedi tersebut, Regina menghabiskan hampir tiga bulan digilir untuk diwawancarai, selain menjalani terapi pasca kejadian. Yang Regina utarakan selalu hal yang sama: bagaimana ia ada di sana dan selamat tanpa mengingat apa yang telah terjadi. Regina akan menyalahkan artefak-artefak sihir yang bertebaran di daerah Kaulis sebagai katalisnya. Regina tetapi tidak menyebut sebuah nama yang ia tahu menjadi pusat kejadian tersebut, dari mana asal kekuatan magis yang menghancurkan sepertiga kontinen Medea.

Hanya satu orang yang Regina ceritakan mengenai hal tersebut; orang itu bukanlah salah satu terapis yang menanganinya, maupun orang-orang dari Kepolisian Khusus yang menobatkannya sebagai pemegang Arkana Hermit.

Yang orang itu katakan adalah sebuah kalimat, Regina pun segera menceritakan semua apa yang ia tahu.

Akulah yang membunuh Riet.

Regina membuka matanya sesaat ia membuka pintu ke arah atap gedung. Selama ini, tidak ada yang memakai atap tersebut. Tidak ada juga orang di lantai bawah yang berani menuju ke sana kecuali satu orang. Sementara, Regina adalah orang kedua, dan dia hanya akan datang ke atap untuk mencari udara segar. Bagian atap itu dipagari tinggi dengan tralis, biasanya Regina akan menyender di pagar sambil melihat hiruk-pikuk kota dari kejauhan, berharap untuk terus terjaga dan tidak tidur untuk menghadapi mimpi mengenai masa lalunya.

Seperti yang sudah ia duga ketika ia mulai berjalan menuju ke atap, seseorang sudah ada di sana lebih dulu. Entah sudah berapa batang rokok diisapnya karena asap membumbung tebal di sekelilingnya bersamaan dengan sundut abu, menghasilkan jejak tipis tidak beraturan.

Pemilik surai cokelat madu itu tidak menoleh mendengar satu-satunya pintu menuju atap dibuka oleh Regina. Tidak biasanya, si bos menggerai rambutnya dan mengenakan gaun serba hitam dengan lengan mengembung. Untuk set tuxedo, biasanya ia akan mengenakan minimal dua warna sebagai variasi. Dari belakang, ia tampak seperti seseorang yang tengah berkabung; melampiaskan kesedihannya dengan beberapa puntung rokok yang tidak berguna, membiarkan waktu terlepas dari genggaman sedikit demi sedikit.

Walau Regina tahu, Selena pasti mengenang orang itu setiap hari.

"Menurut laporan Eir, kekuatan yang dipegang orang misterius itu adalah Judgement, ya?"

Sudah lama Regina tidak melihat senyum begitu nanar terpampang di wajah sang bos, ia membuang rokok yang setengah jalan itu ke tanah dan menginjaknya dengan sepatu hak tingginya.

"Heh, kalau begini, kamu kelihatan kayak anak kecil itu, sepuluh tahun lalu."

Regina tidak mendekat, Selena paham betapa ia tidak terlalu suka dengan asap rokok. Si bos kembali bermonolog, sementara ia mengepalkan kedua tangannya, mencoba tidak berkomentar.

"Aku tahu kamu pasti tidak percaya, aku pun tidak, Regi." Selena berucap. "Karena aku tahu Riet tidak sempat menurunkan kekuatannya ke penerus selanjutnya."

Sepuluh tahun yang lalu, di tempat yang berbeda, sang pemilik surai cokelat madu itu datang ke hadapannya. Ia memperkenalkan diri sebagai agen Arkana dengan nama Selena, Selena Hartwig. Regina ingat Selena tidak pernah menyebutkan apa Arkana yang ia pegang, tetapi satu kalimat setelah perkenalannya seketika membuat degup jantungnya terhenti.

Akulah yang membunuh Riet.

Dan Regina tahu, dia tidak bercanda.

Kekuatan Arkana dua puluh sangatlah mengerikan, mengerikan bila jatuh ke tangan yang salah. Tidak ada yang ingin Perang Arkana Terakhir terjadi lagi. Walau mungkin, mungkin saat itu Regina belum terlalu paham, atau terkubur dalam trauma untuk mencerna segalanya, ia tidak ingat kubu lain yang dilawan oleh kekuatan waktu saat itu.

"Jadi kamu muridnya Riet, ya? Aku bisa tahu dari caramu membuat kopi."

"Kamu tahu apa lagi tentang Henri, Miss Hartwig?"

"Hei, kita beda cuma lima tahun, lho? Kamu membuatku terdengar seperti tante-tante."

"Hah? Kamu tahu tentangku?"

"Oh, Riet senang bercerita tentangmu di surel-surelnya."

Selena Hartwig, setelah Regina menceritakan runut kejadian dan nama orang itu padanya, menukar informasi tentang apa yang ia ketahui terjadi di luar sepertiga daerah yang sekarang gersang dan tandus. Tidak ada pihak kepolisian atau pasukan khusus sihir paham tentang bagaimana semua itu terjadi, bagaimana semua bisa lenyap tak bersisa. Selena datang terlambat ke lokasi ketika mengetahui kejadian tersebut, dan—

Akulah yang membunuh Riet.

Regina ingat betapa pandangan itu begitu lurus, mengakui dosa yang telah ia perbuat. Namun, di saat yang sama, mata itu berkaca-kaca. Sesuatu di dalam dirinya telah hancur dan tidak akan bisa disusun kembali.

Yang Selena pesankan padanya saat itu adalah untuk dirinya menjadi salah satu pemegang Arkana untuk membantunya mencari kebenaran, dan agar kejadian yang sama tidak lagi terulang.

Tapi, apa yang terjadi sekarang? Apa yang terjadi di masa lampau? Apa yang tidak ia ingat? Kenapa segalanya seperti ada namun tidak ada di saat yang bersamaan? Siapa pemilik kekuatan nomor dua puluh sekarang? Siapa yang menduplikasi artefak-artefak magis berkekuatan Arkana di saat ini?

"Oke, kamu nggak pantas bermuka sedih begitu lagi."

Selena menepuk bahunya sekali.

"Kamu juga, Sel."

"Bingo, eh?" ia terkekeh. "Mungkin ini saatnya untuk bercerita ke yang lain soal ini?"

Regina menoleh sempurna ke arah Selena, "Apa tidak masalah?"

"Oh? Kamu nggak percaya dengan partnermu dan dua nona itu?" Selena menelengkan kepala. "Kukira kamu sudah sangat klop dengan Eir."

"Tapi Eir, dia—"

"Dia bukan sembarang bocah, bodoh. Dia pemegang Arkana, dan dia juga partnermu." Sang bos menghela nafas. "Mana nih, yang katanya bakal jadi senior yang baik untuk juniornya? Aku nggak profiling asal-asalan untuk menaruh orang buat jadi partnermu."

Partner.

Pemegang kekuatan Arkana tidak pernah bekerja sendiri sebagai agen. Keagenan adalah simbiosis mutualisme. Dua untuk satu. Tidak ada agen Arkana yang diizinkan untuk bertugas secara legal tanpa partner. Seorang agen Arkana akan bisa kuat ketika memadukan kekuatan mereka untuk menyelesaikan sebuah tugas.

Enam bulan yang lalu, setelah Regina lepas tugas dari kantor utama urusan magis, Selena merekrutnya ke cabang SPADE dan menjadikannya seorang agen aktif. Ia diperkenalkan dengan partnernya seminggu kemudian, seorang pemegang Arkana Hanged Man, yang dalam satu sisi mereka tidak memiliki kekuatan yang bersinergi.

"Santai saja kalau kamu masih belum percaya dengan Eir, kita bisa sambung ini lain kali," imbuh Selena. Batang rokok berikutnya sudah ia sembulkan dari bungkusnya, ia bersiap untuk menyalakan entah puntung ke berapa dari sana. "Pikirkan saja hari ini sambil kalian kerja untuk ambil data di Guild."

"Hari ini aku ke Guild?"

"Ya, bareng Eir. Tunggu Anne balik dulu ke kantor, dia yang pegang kunci arsipnya."

Partner. Duet. Sinergi.

Apa selama ini ia terlalu sibuk di lingkarannya sendiri dan menganggap Eir bukan siapa-siapa; bukan sebagai rekan yang bisa ia andalkan? Atau ia hanya menganggap Eir sebagai 'tambahan', 'sembarang bocah' seperti yang tadi Selena bilang?



Ketika ia mengetuk pintu kantor, jam telah menunjukkan pukul 1011. Kellan membukakan pintu untuknya tidak lama setelah ia mengetuk. Pemegang Arkana berkursi roda itu hanya seorang diri di sana, tidak ada Eir di dalam ruangan. Eir menumpang tinggal di sana, dan biasanya bila tidak ada kerjaan, si wanita muda dengan kuncir dua itu akan tetap di kantor, melakukan hal yang bisa ia lakukan di kubikel mejanya.

Tampak ia terlalu lama tercenung di sana, sampai Kellan, "Kamu mencari Eir? Dia sedang keluar."

"Mandi?" ada pemandian umum dua gang dari sana, pemiliknya sudah familiar dengan Selena dan krunya.

"Ya, sekalian aku suruh dia beli kopi, cairan pembersih dan beberapa perlengkapan yang sudah habis."

"O-oh." Regina menurunkan bahunya.

Kellan kembali ke arah meja tengah, roda-roda kursinya sudah mengalir otomatis dengan sentuhan lembut sebelum Regina sempat menawarkan diri. Sebuah laptop tengah terbuka di sana, stiker sebuah lambang mirip bulan sabit dan panah yang tidak Regina kenal di sana menandakan itu adalah milik Kellan. Set teh telah tersedia di atas meja, namun hanya ada satu cangkir yang terlihat digunakan dari lima yang tersedia.

"Apa masih ada sisa kopi di dapur?"

Kellan berdengung sejenak, mengingat jumlah stok di dalam kepalanya, "Masih kok."

"Mau kubuatkan sekalian untukmu?"

"Tiga," Kellan menaikkan kacamatanya. "Anne sudah di jalan, mungkin dia akan mau secangkir. Aku tidak yakin Bos akan datang tapi Eir mungkin mau juga secangkir."

Regina mengangguk mengiyakan.

"Aku sudah jarang melihatmu yang membuat kopi semenjak Eir ada di sini," Kellan tampak mengikutinya ke arah dapur di sisi paling utara ruangan. "Tidak keberatan, 'kan, kalau aku nonton?"

"Ahaha, nggak masalah kok."

Eir memang menumpang tetapi dia bukanlah pesuruh; yang Regina tahu dari Eir adalah bahwa gadis termuda di kantor itu sangat tidak bisa diam. Dalam hal positif, tentunya. Dia akan mencoba melimpahkan urusan tetek-bengek perkantoran kepada dirinya. Anak yang rajin, patuh dan berpendidikan, walaupun latar belakangnya adalah salah seorang anak yatim piatu dari Slum-A yang asal-usul pengetahuannya tidak bisa ditilik dari sumber terpercaya.

Fokusnya pada kerja sangat menjelaskan sense berpakaiannya yang nol besar, sih, omong-omong. Dia hanya akan sibuk dengan melayani, tetapi tidak serta-merta kembali ke dirinya sendiri.

Bagi Regina, membuat kopi sudah merupakan bagian yang tak terpisahkan darinya sejak ia tinggal di perpustakaan 7B. Henrietta-lah yang mengajarkannya, karena hanya hal itu yang tidak membutuhkan pengetahuan sihir di sana. Regina kala itu belum boleh menyentuh buku tentang sihir atau benda-benda sihir tertentu karena ia belum mampu, ada beberapa hal yang tidak boleh dibaca atau dipegang sembarangan bila belum memiliki pengetahuan dasar mengenai bagaimana sihir bekerja.

Teknik meramu kopi yang diajarkan Henrietta tidak banyak, tetapi Regina sudah mengasah teknik-teknik itu sehingga menjadi teknik andalannya. Alat-alat kopi yang ada di dapur itu juga keluar dari koceknya sendiri. Selena tidak keberatan kalau agen-agennya menaruh barang di kantor asal mereka bertanggung jawab terhadapnya. Memang hanya bisa menaruh alat sederhana seperti Aeropress, French Press dan Kalita Wave di sana, tetapi itu saja sudah cukup.

"Memang kalau teknik ini bentuk filter-nya harus seperti itu?"

Kellan menunjuk filter yang Regina pegang. Tidak bulat melainkan bergelombang di tepi. "Dengan begini, lebih mudah untuk tahu kalau air panasnya sudah menjangkau semua permukaan kopi dengan baik. Kalita Wave juga umumnya memakai dasar saringan yang datar."

Kellan terkagum-kagum sejenak. "Oh begitu."

"Mau coba menuang sekali? Jangan lupa filternya dibasahi dulu dengan air sebelum mulai menakar kopi dan menyaring."

"Aku sudah memutuskan untuk menjadi penonton hari ini." Ungkapnya, Regina hanya tertawa mendengar alasan tersebut.

Regina mengisi teko yang ia gunakan dengan air panas secukupnya sebelum Kellan mendekat, mengamati lekat-lekat ketika ia membasahi filter yang sudah ia taruh di dalam cangkir penyaring utama. Selain membuat kopi agar tidak memiliki rasa kertas saring, pengairan awal juga membuat filter menempel di cangkir saring, sehingga kertas tidak akan bergerak ketika proses ekstraksi kopi dimulai.

Yang perlu diperhatikan saat menuang air panas pertama kali ke permukaan serbuk kopi adalah munculnya gelembung berwarna cokelat muda di kala pertama. Lalu, diusahakan untuk selalu mengingat arah ketika penuangan, jangan menuang secara asal – penuangan dapat dilakukan searah jarum jam atau melawan arah jarum jam.

Kellan seperti tidak mengedip ketika memerhatikan, tampak mengingat segalanya di dalam memorinya.

"Omong-omong," Regina memulai. "Kalian sudah ada berapa lama di SPADE?"

"Ah, kami belum sempat memperkenalkan diri lebih jauh ya. Saat itu sedang ramai kerjaan sih," jawab Kellan. "Aku dan Anne sudah jalan dua tahun. Kami direkrut bos setelah akhirnya ada yang bisa berpasangan denganku."

Regina menoleh, alisnya menyatu, "Eh? Tapi bukannya banyak yang ingin berpasangan dengan Magician?"

Pemegang sihir terkuat, sesuai dengan namanya. Arkana Magician memiliki inti sihir yang dapat dikembangkan untuk apa saja, bahkan untuk membantu kehidupan sehari-hari. Kellan tidak pernah menggunakan kekuatan penuhnya untuk bertarung kecuali di saat-saat tertentu, Selena pernah bilang mengenai hal tersebut.

"Memang, tapi tidak ada yang bisa menyamai ritmeku,"

Kellan memutar matanya. Senyumnya menguar sedikit kecut, mengeruk ingatan yang pernah ia lalui. Nadanya tidak terdengar menyombongkan diri, tidak, Anne dan Kellan tidak pernah seperti itu. Malah, mereka lebih terlihat terasing. "Atau, ya, mereka merasa aku terlalu kuat."

Sementara Regina mencuci peralatan yang ia gunakan sebelum menuang kopi hasil gubahannya, ia lanjut bertanya, "Lalu, Anne?"

"Aku merasa dia ... sama sepertiku, tidak punya orang yang bisa mengimbanginya," wanita berkacamata itu menarik nafas panjang, menarik dirinya agak jauh agar ia tidak mengganggu alur Regina.

"Kamu tahu seperti apa Lovers, kan?"

"Disimilasi."

"Ya, dan bagaimana orang-orang menganggapnya sebagai naif karena pembacaan Arkana itu pada tarot. Stigma yang tidak berdasar." Ia menggelengkan kepala. "Mungkin itu yang bisa dibilang 'bersatu karena berlawanan' seperti kutub magnet?"

Giliran Regina yang menggelengkan kepala. "Personifikasi yang aneh."

"Tapi aku benar, 'kan?" Kellan mengerling.

Mereka memiliki hubungan yang cukup erat walau berbeda antara status dengan jenis kekuatan Arkana yang mereka miliki, Regina membatin dalam hati.

Memang, utamanya partner ditentukan oleh pemerintah sesuai dengan tingkat kecocokan kekuatan, tetapi sang pemegang Arkana yang bersangkutan bisa saja menolak sugesti tersebut dan mencari partner lain. Soal bertarung, ia dan Eir tidak ada masalah, dan belum banyak hal yang bisa mereka lakukan untuk menggabungkan kekuatan mereka kecuali dalam analisis di luar kerjaan lapangan.

Mungkin sesekali mereka berempat butuh bertugas di satu kasus yang sama agar Regina bisa memerhatikan kinerja mereka berdua, tetapi sekarang bukan saat yang tepat.

Kellan membantu Regina untuk membawa teko bening berisi kopi ke meja tengah, sementara Regina membersihkan meja dari cangkir teh yang tidak digunakan. Wanita di atas kursi roda itu menatapnya sejenak ketika mereka kembali berpapasan di arah dapur.

"Kamu ada masalah dengan Eir?"

"Eh? Nggak kok."

"Begitu," Kellan terdiam sejenak. "Dia terlihat khawatir."

Regina menurunkan pandangannya ke cangkir kopi yang ia pegang. Sempurna hitam, memantulkan wajahnya yang tersenyum kecil. Kellan mengambil gula dan krim dari nampan yang ia bawa, menuangkan keduanya langsung ke dalam kopi, tidak berkomentar apapun selain itu.

Senior macam apa yang membuat juniornya khawatir? Benar-benar ia bukan seorang yang patut dicontoh.

Walau begitu, belum saatnya ia menceritakan hal sebenarnya kepada Eir. Belum saatnya. Bisa saja semua hal yang terjadi saat ini adalah kebetulan semata.

Pintu utama kantor cabang SPADE diketuk dua kali, Regina segera berdiri untuk membuka pintu, cangkir kopi masih di tangan. Kellan telah kembali dengan urusannya di laptop, menyeruput kopi yang memutih karena banyak krim dengan ekspresi ringan.

"Ah, sepertinya itu Anne."

"Kamu bisa tahu?"

"Sekedar firasat."

Dan benar, yang ada di seberang pintu adalah Anne ... dan ada Eir dengan satu kantong plastik di belakangnya. Regina juga baru sadar bahwa Anne membawa plastik, walau Eir memicing sejenak, seakan tidak enak membuat Anne membawakan belanjaan.

"Aku mencium kopi enak." ujar Anne yang segera menaruh belanjaan di atas sofa. "Buatanmu, Regina?"

"Iya dong!"

Regina berpura membusungkan dada. Eir mengernyit melihatnya. Seakan tidak ada masalah di antara mereka. Benar, tidak ada masalah, mungkin sekedar canggung mengingat kejadian semalam – dan belum lagi Regina masih ingin menyimpan apa yang seharusnya ia bagikan rapat-rapat.

Pemilik surai merah itu menyerahkan kopi di tangannya sesudah Eir menaruh belanjaan di dekat dinding dapur. Belum diminum, dan ia belum menambahkan apapun – Eir sama sekali tidak akan menambah gula atau krim atau madu ke dalam teh atau kopinya.

"Aku juga buatkan untukmu, Eir. Habis ini kita cabut ke Guild - gedung arsip."

Ia menerima kopi tersebut dengan dua tangan. Regina bisa lihat manik ungunya mengilat dengan keraguan, sama seperti saat ia menanyakan beberapa hal di saat mereka pulang kemarin, sebelum akhirnya si junior mengangguk. "Oke."

Dia benar-benar membuat Eir khawatir, ya. Dasar.  Regina perlahan mengutuk dirinya sendiri dalam jenak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro