tiga.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dari beberapa memori yang bisa ia ingat jelas dari masa lalu sebelum segalanya berubah, ia ingat menghabiskan waktu di perpustakaan itu.

Daerah Kaulis memiliki banyak sekali perpustakaan. Setiap gedung akan memiliki koleksi buku yang berbeda karena perpustakaan itu dimiliki oleh institut yang berbeda. Umumnya, gedung yang memiliki cabang ilmu yang sama akan ditandai dengan plang berwarna merah, namun perpustakaan 7A yang sering ia singgahi tidak memiliki tanda tersebut walaupun perpustakaan ini memiliki koleksi yang hampir mirip dengan perpustakaan 7B.

Perpustakaan 7A dikelola oleh seorang peneliti bernama Henrietta, dan ia masih ingat pertanyaan yang dilontarkan pemilik surai hijau lumut tersebut.

"Kalau sudah besar, Regi mau jadi apa nanti?"

Ia akan melirik dari buku yang dibacanya, entah dia akan membaca sebuah buku bergambar, atau mengambil buku sembarang di rak. Ada beberapa buku dengan bahasa berat yang tidak bisa ia baca, atau anehnya Henrietta menaruh buku bergambar di sana diantara banyak buku tentang sihir.

"Aku juga ingin jadi Peneliti seperti Henri."

Henrietta akan menaikkan kacamata bulatnya, manik hitamnya berkilat penasaran namun senyumnya sudah terkembang lebih dulu. Peneliti itu akan menghampiri di mana Regina duduk, dan jemarinya yang sekilas kalus akibat penelitian membelai rambut merahnya perlahan.

"Harus jadi Peneliti?"

"Aku penasaran dengan sihir."

"Semuanya?"

"Mungkin?"

Saat itu, Henrietta akan tertawa lepas. Mungkin, mungkin, jawaban tersebut sangat lumrah meluncur dari bibir seorang anak kecil. Sampai sekarang, Regina akan mengingat bagaimana mata Henrietta yang kecil semakin menghilang sesaat dia tertawa. Gadis kecil itu tahu betapa sibuk Henrietta bekerja sebagai peneliti di sana, belum lagi di sela-sela kesibukan itu dia harus meladeni pertanyaan-pertanyaan polos Regina.

Siapa yang tidak mudah terpukau oleh sihir dan hal-hal magis? Mungkin ini adalah pertanyaan retoris. Terutama bagi Regina yang selama hidup dekat dengan benda-benda dan melihat sihir secara langsung. Segalanya terlampau misterius. Menyelidiki artefak-artefak kecil yang dapat menghancurkan sebuah gua? Mengetahui apakah sebuah elemen dapat digunakan untuk menyembuhkan atau menghancurkan? Memadukan dua atau lebih elemen menjadi sebuah sihir yang bermanfaat? Ia bahkan tidak tahu kalau segalanya bisa 'terjadi', dan segala kemungkinan itu dapat ditingkatkan dengan penggunaan sihir.

"Kalau kamu ingin jadi peneliti, paling tidak kamu harus bisa sihir, Regi." tukas Henrietta.

Dengan mudah ia mengambil salah satu buku dari rak di samping kanan mereka, tanpa menyentuh. Halaman buku tersebut mengalir di hadapan Regina, ke sebuah bab mengenai asal-muasal sihir dan kekuatan Arkana. Regina ingat bahwa halaman-halaman berikutnya dari buku tersebut akan mengulas tentang beberapa gambar dan tulisan rumit; Magician, High Priestess, dan seterusnya.

"Para ningrat memiliki potensi untuk menggunakan sihir lebih baik, sehingga mereka lebih mudah untuk diterima sebagai agen Arkana," Henrietta akan terus menjelaskan dengan suaranya yang lembut. Regina akan melongok ke arah buku, sesekali mencuri pandang ke arah Henrietta yang membalas antusiasmenya dengan penuh kasih. "Apa kamu ingat soal agen Arkana yang pernah aku jelaskan, Regi?"

"Tentu!" balasnya nyaring. "Agen Arkana adalah—"

.

Maniknya kembali terbuka di belantara kantor SPADE, sesaat sensasi hangat menyelimutinya, seakan menyuruhnya untuk terjaga, sebelum akhirnya kehangatan itu sirna ketika kesadarannya kembali secara sempurna. Tangannya terlipat di atas meja sebagai bantal, mejanya yang sarat akan barang terkecuali beberapa buku catatan dan pulpen.

Laptop yang terbuka saat ini, yang ia gunakan untuk menulis laporan adalah milik Selena. Merasa tidak pernah perlu untuk membeli satu karena hanya digunakan untuk menulis laporan, ia meminjamnya, dan Selena tidak merasa keberatan. Laporannya mengenai misi ke Severa baru selesai setengah halaman, baru saja ia memulai untuk menjelaskan tatalaksana tugas.

Regina duduk lebih tegak, jaket yang menyelimutinya jatuh ke lantai. Ia segera mengambil jaket hitam itu dan menaruhnya di kursi. Ia kemudian meluruskan lengannya yang kaku.

Entah berapa jam ia sudah terlelap, yang terakhir ia ingat adalah ia datang ke kantor pada jam 9 seperti biasa dan Eir sudah sibuk sendiri. Hari ini, tidak ada tugas ke luar untuk mereka, dan laporan tugas mereka belum diselesaikan.

"IX? Sudah bangun?"

Di sebelah mejanya, yang hampir menempel ke arah dinding, adalah meja milik Eir. Di seberang mereka, meja milik Kellan dan Anne kosong melompong. Selena juga tidak tampak ada di kantor, hanya ada mereka berdua di sana. Eir tampak berkonsentrasi di mejanya untuk menyadari bahwa Regina sudah terbangun.

Regina menyisir rambutnya dengan jari-jari, menggeleng menghadapi pertanyaan Eir.

"Butuh kopi."

Eir menaikkan bahu. Seperti telah menduga pernyataan tersebut, Eir menaruh secangkir kopi (yang masih mengebul) di sisi meja Regina. "Nih," ia segera kembali mengutak-atik gelang. "Jangan lupa laporannya. Bos minta kamu selesai sebelum jam 4."

Regina mencari jam dinding di dekat pintu masuk. Jam 2, entah berapa lama ia telah tertidur di atas meja. Mereka menulis laporan bergilir. Sekarang adalah giliran Regina dan ia harus bertanggungjawab untuk menyelesaikannya sebelum jam yang ditentukan. Ia segera mencicip kopi (hitam, hangat, selalu yang ia inginkan) dan kembali melihat ke arah laporan. Eir kembali fokus dengan kesibukannya.

Manik Regina melihat ke arah meja Eir, wanita muda itu sedang sibuk dengan gelang yang mereka ambil dari para cecunguk Borscht. Eir selalu meminta izin ke Selena untuk memeriksa setiap barang yang mereka dapat sebelum Selena akan membawanya ke Departemen Sihir dan Benda Berbahaya untuk diarsipkan. Eir memang muda dan berasal dari tempat yang selalu tidak diindahkan oleh masyarakat berkelas Medea, namun bukan berarti ia tidak berpengetahuan.

Awalnya, Selena dan Anne sempat skeptis karena titel 'engineer' yang ia elukan adalah sebatas sebutan diri, bukan gelar akademis. Setelah mereka melihat perlengkapan buatan Eir dan bagaimana Eir dapat memereteli apapun (ya, apapun – mesin berteknologi terkini, instrumentasi rumit seperti penggerak sihir dari Departemen) dan menyusunnya kembali, Selena memercayakan Eir terhadap keinginan Eir untuk menganalisis benda-benda sihir.

Segalanya, tentu saja, ada pada batasan tertentu. Dan Regina harus ada di sana untuk mengawasi sebagai partner dan senior.

"Menemukan sesuatu?"

Regina bertanya, Eir yang tengah melihat permata seperti rubi yang ada di tengah kumparan gelang tersebut tidak menoleh.

"Gelang ini terlihat simpel, tapi sangat rumit." balasnya. "Bahan gelang ini seperti emas, tetapi dari uji logam angka ketidakmurniannya tinggi. Aku curiga bila ada sihir yang membuatnya terlihat sederhana, tapi dari deteksi ilusi tidak ditemukan rangkaian rantai sihir ..."

Eir terus menggerutu dengan berbagai teori yang tidak Regina ikuti. Regina mengerutkan dahi. Sebuah instrumentasi sederhana lagi rumit, belum lagi itu jatuh ke tangan awam yang belum tentu mengerti sihir terapan, gumamnya dalam hati.

Ada kemungkinan Borscht mencurinya untuk sekedar dijual ke pasar gelap untuk mendulang uang. Seingatnya, benda-benda penuh tanya ini datang dari pelelangan, masih ada persentase kemungkinan bahwa mafia-mafia itu mendapatnya secara 'legal' melalui lelang, benar-benar legal dan tanpa paksaan. Di pembicaraan yang mereka sempat dengar kemarin, salah satu kroco itu memang menyebutkan lelang, tapi mereka tidak akan bisa tahu seputar kebenaran tersebut atau tidak.

Pertanyaan kini mengerucut ke satu: untuk apa repot-repot mendapat barang rumit ini dari lelang, apabila tidak untuk dijual?

"Eir, pinjamkan aku gelang itu."

"Hmm? Ah! Kau mau pakai kekuatan analisismu, IX?" Eir menaikkan kepala. "Tunggu, biar aku kembalikan permata ini ke tempatnya."

"Kamu harusnya minta tolong." Godanya.

"Aku penasaran kalau-kalau aku bisa menebaknya sendiri." Eir membela diri.

Dalam beberapa detik, Eir dengan mudah menyusun gelang tersebut dan memberikannya kepada Regina. Regina membiarkan gelang tersebut dalam genggamannya hingga mulai sinar kuning berpendar dari sana. Kekuatan Hermit salah satunya adalah analisis – ia dapat dengan mudah mencari asal sebuah unsur atau memecah unsur tersebut ke keadaan dasar. Eir tidak pernah memecah konsentrasinya selama ia bekerja, ia akan mengamati selayaknya dirinya berfokus pada kerjaannya sebagai engineer.

Regina menghela nafas panjang seraya ia menemukan sesuatu, gelang tersebut berhenti berpendar.

"Gelang ini terbuat dari kuningan," mata Eir membulat. "Dan soal permata yang ada di tengahnya, ini bukan permata betulan. Ini adalah sebuah batu yang sudah ditransmutasi menjadi sebuah turmalin."

"Jadi, bukan ilusi?"

Regina menggeleng, "Mungkin kalau kamu transmutasi ulang menjadi batu, akan lebih jelas apa yang disembunyikan. Pastikan 'permata' itu dijauhkan dari gelangnya karena kekuatannya diperkuat satu sama lain."

"Coba transmutasi ulang, IX."

"Eh? Bukannya itu keinginanmu?"

"Nggak apa-apa. Lebih cepat kalau kamu yang bekerja, 'kan?"

Regina mengambil 'permata' itu dan memusatkan energinya ke tengah-tengah batu. Permata yang berkilap itu segera terbelah, sinarnya hilang dan warnanya cenderung menghitam. Ada nomor tertera di tengah-tengah batu yang terbelah, sangat kecil, namun sangat rapi untuk itu ada di sana sebagai sebuah kebetulan.

B-7781

"Ini?"

"Nomor brankas di sebuah loker di Slum-B." jawab Eir cepat.

Regina mengerjap, "Kamu tahu?"

"Aku sering ke sana, dulu. Banyak benda-benda menyenangkan yang bisa diambil kadang." Eir mengambil ponsel dari saku jaketnya. Pemilik surai kuncir dua itu melirik ke arah laptop yang belum Regina sentuh, alisnya naik. Sebentar lagi, mungkin, Eir akan meledak mengenai laporan kalau Regina tidak tanggap.

"Aku ... bisa menghubungi seseorang untuk membuka brankas itu dan mengantar isinya kesini. Kita tidak perlu ke Slum-B. Cepat kerjakan laporannya."

"Baiklah, Eir."

Slum-B memiliki loker bersama yang dapat digunakan hampir semua orang yang menjadi warga di sana, jelas Eir sesaat mereka menuntaskan laporan. Regina sendiri belum pernah ke daerah di bawah Distrik 18, tetapi penjelasan dari Eir ia rasa cukup.

Keteraturan dan kerapihan kota membuat Slum-B berbeda dengan Slum-A yang jauh lebih merana, tetapi daerah kumuh tetaplah daerah kumuh. Kasus pencurian dan pembunuhan tanpa sebab menjadi hal lumrah, belum lagi beberapa lelang 'bawah tanah' yang kerap dilakukan di sana. Eir juga menyebut pasar murah yang menjual senjata dengan harga bersahabat, atau bahkan bisa dibayar dengan cara membunuh orang atau mencuri sesuatu. Penjelasan soal itu tidak terlalu dirasa Eir penting, sehingga dia menyebutnya secara singkat.

Soal loker, Slum-B memiliki sekitar puluhan ribu loker untuk menaruh barang. Biasanya, loker-loker ini diperuntukkan untuk transaksi dan negosiasi barang tertentu, di mana klien dan penjual tidak perlu bertemu. Loker yang digunakan umumnya memiliki kata sandi yang disepakati, namun ada juga yang benar-benar menaruh barang tanpa dikunci; siapa cepat, dia dapat – itu menurut Eir.

Eir terus menjawab pertanyaan-pertanyaan Regina seputar Slum-B seraya Eir mengawasinya untuk terus fokus pada menyelesaikan laporan dan tidak tidur, seperti biasa. Matanya yang tajam selayak elang seakan membakar punggungnya.

Lebih baik bakar-membakar terjadi secara figuratif, Regina tidak mau mendapati jaketnya terbakar untuk ketiga kalinya karena ia memancing kemarahan Eir.

"Jadi bisa saja kita didahului seseorang untuk mendapat isi loker itu?"

"Mungkin saja." Eir mengangguk. "Ini adalah barang 'misterius' yang didapat dari sebuah 'lelang', mungkin saja sumbernya membuat beberapa gelang yang sama untuk menyaring 'klien' yang didapat."

Regina tengah melakukan cek ulang laporan. "Kalau kita tidak dapat info itu?"

"Berarti kita perlu mencari jejak di Slum-B."

Seseorang mengetuk pintu utama kantor, Anne masuk seorang diri tanpa keberadaan partnernya, Kellan. Ia tidak tampak membawa plastik belanja, hanya dua buah buku tebal di sisi lengan.

"Selamat sore, apa aku menggangu?" tanya Anne. Ia mengambil duduk di sofa, meletakkan dua buku itu di atas meja tengah. Eir dengan refleks menuju dapur, sepertinya ingin membuatkan kopi atau teh. "Tidak usah, Eir, aku baru saja minum kopi di luar."

Regina menyembunyikan seringainya di balik laptop, Eir segera kembali ke belakang mejanya, menelan secercah malu. Ponsel yang semula Eir pegang berbunyi dengan nada yang tak pernah Regina dengar, Eir segera mengangkat telepon, namun ia tidak mengucap sepatah katapun, membiarkan siapapun di sana berbicara sebelum ia menutup obrolan.

Anne tengah membuka salah satu buku yang dia bawa ketika Eir meminta, "Nona Anne, bisa bantu aku sebentar?"

Regina kenal betul apa yang tersirat di mata Eir sejenak pandangan mata mereka bertemu: dia menemukan sesuatu.

Anne mengeluarkan sebuah stik dari kantung blusnya, sebuah user interface melayang terbuka di permukaan. Seakan mengerti akan kemana arah pembicaraan dengan Eir, Anne memasukkan beberapa instruksi sebelum sebuah jendela hitam terbuka di permukaan.

"Buka admin situs package tracking Medeaoh, sudah." Eir mendekati tempat Anne duduk. "Masukkan kode 1234 di dua jendela yang muncul saat mengklik detail paket nomor 3 dari bawah."

Anne melakukan instruksi tanpa bertanya. Deretan nomor besar muncul berderet setelah ia melakukan hal tersebut, dan di kaki halaman sana ada tulisan lain yang bukan nomor.

"Alamat," Anne membaca. "Grand Floating Ballroom, Severa? Besok jam 11 malam?"

Senyum Eir terkembang, "Ini target kita, IX. Kita harus melapor bos untuk rencana berikutnya."

"Semoga bukan jebakan, ya."

Ada sesuatu yang janggal—tetapi, bukan posisi Regina untuk menyatakan hal tersebut sebelum mereka menuju Grand Floating Ballroom di Severa.



Sesuai namanya, Grand Floating Ballroom memang 'melayang' – atau lebih tepatnya, terapung di sebuah danau buatan, yang juga merupakan ikon kebanggaan Severa.

Gedung berbentuk seperti tanda plus itu memiliki empat gedung pertemuan. Sisi segi empat yang kosong di tengah-tengah ada sebagai tempat air mancur setinggi tiga meter yang selalu menyala terang setiap malam, walaupun gedung sedang tidak digunakan. Atraksi air mancur di sana selalu menarik orang-orang yang tengah berjalan di saat malam, akan ada banyak yang menumpang untuk berfoto dengan latar ballroom. Lampu gantung warna-warni juga ikut menghiasi setapak taman dengan rerumput hijau di sekitaran pintu masuk. Daerah terbuka hijau ini efektif menjaring beberapa turis yang baru saja mengenal daerah Severa, selain dengan kehidupan malam yang ada di belantara bar di sekitar pelabuhan udara.

Tempat yang menjadi tujuan mereka adalah gedung sebelah utara. Gelang yang mereka dapat tampak seperti tanda tiket masuk. Ada satu penjaga di sana yang memindai gelang dengan semacam scanner tangan, alih-alih barcode di sebuah minimarket. Selain itu, tidak ada penjagaan berarti di pintu masuk.

"IX."

"Ya?"

"Kenapa kita harus berpakaian ... bagus, sih?"

"Kamu nggak suka baju pinjaman Kellan?"

Regina tersenyum lebar. Ia melihat Eir dari ujung kepala hingga ujung kaki. Gaun terusan brokat berwarna dasar biru dengan hiasan emas temaram. Pita biru dongker di bagian pinggang dan pergelangan menambah aksentuasi mewah, dengan desain leher tinggi dengan renda, ditambah dengan rambut Eir yang sengaja Regina ubah menjadi kuncir poni rendah. Gaun yang Regina pilih ini sedikit longgar, sehingga Eir tetap bisa membawa perlengkapannya; tabung dan pipa kesayangannya, andai-andai ada kejadian tidak diinginkan terjadi.

"Bukan itu maksudku! Yang lain saja berpakaian biasa, tuh?"

Eir menunjuk tamu lain yang mulai membuat barisan untuk pengecekan gelang. Mereka kebanyakan berbusana semi formal, kecuali beberapa dari mereka yang masuk ke golongan menengah atas. Bros bunga Iris emas yang tersemat di sisi jas mereka selalu berkilat, seakan menunjukkan bahwa mereka ada di mana-mana dan mereka berhak diterima di mana saja.

"Oh, tapi aku juga pinjam tux ini dari Selena, lho?" Regina mengayun bagian bawah dari tailcoat-nya. Sulaman berbagai bunga hijau metalik di sana tenggelam oleh warna hitam kain.

"A-Aku tidak bilang soal kamu, IX. Tamu yang lain-" Eir menghela nafas. "Atau, oh, kamu sengaja ya biar bisa mendandaniku?"

Regina menaikkan bahu. Senyumnya simpul, seakan pura-pura tidak tahu, "Ingat kita belum lama menghajar Borscht di sini, gimana kalau kita malah kejar-kejaran sama mereka bukannya menuju target?"

Eir mendengus. Ia mengangkat kedua tangannya tanda menyerah, "Ya sudah, ayo masuk dan tuntaskan semua ini."

"Iya iya~"

Wanita yang lebih muda itu mendahuluinya untuk melangkah masuk, sementara Regina terdiam, memerhatikan tata letak gedung pertemuan dua lantai dengan pilar gipsumnya yang tegak dan jalan air kecil yang mengalir di bawah undakan sebelum pintu masuk. Semua jendela besar yang menghadap ke arah jalan utama ditutup dengan kain hitam, ada sedikit cahaya lampu yang berasal dari dalam gedung terlihat, menandakan ruangan siap dipakai.

Regina terdiam sejenak, memikirkan seberapa berani orang yang ada di balik acara ini untuk mengadakan lelang di daerah bernama, belum lagi di sebuah gedung pertemuan terkenal di sana.

"IX, cepat! Keburu pendaftarannya ditutup!"

Apa yang sebenarnya orang ini rencanakan, dengan membaur dengan keramaian, sementara apa yang ia kerjakan dapat dengan mudah dilacak bila ia ada di kerumunan?


Terdapat lebih dari 100 orang menempati tempat duduk yang telah disediakan. Kursi-kursi kayu itu berjajar dan tersusun rapi, masing-masing berjarak satu langkah. Nomor kursi ditentukan dari jam kedatangan, dan acara dimulai segera setelah pendaftaran ditutup. Tidak ada lagi pembeli yang telat datang boleh masuk, acara tepat dimulai pukul 12 malam.

Eir telah mengambilkan nomor untuknya sehingga mereka duduk bersebelahan. Di sisi kanan Regina ada seorang wanita paruh baya yang tampak kaya dengan segala cincin emas yang ia gunakan, tidak terlalu penting untuk diperhatikan. Letak mereka ada di tengah-tengah ruangan, seluruh jendela ditutup kain, dan pintu masuk dan keluar hanya ada di sisi selatan mereka, cukup jauh dari jangkauan. Ruangan tersebut telah dirapikan dari segala perlengkapan lain selain kursi, lantainya mengilap bersih walaupun tidak ada acara dansa akan dilakukan di sana. Lampu gantung raksasa yang melengkapi ruangan dengan kesan majestik terasa berkurang fungsinya selain sebagai penerangan.

Rencana mereka malam ini adalah observasi total: apabila lawan mereka tahu kalau mereka adalah agen Arkana, lawan tidak akan tinggal diam. Mereka hanya akan memasang target di punggung mereka, sama sekali tidak ada manfaatnya kalau mereka gegabah. Ini tidak sama dengan saat mereka bertemu dengan Borscht, baik Eir maupun Regina tidak tahu akan seperti apa dalang di balik panggung kecil ini.

Terdapat sebuah podium disediakan di mimbar depan, seorang dengan topi fedora hitam dengan tuxedo serba hitam untuk melengkapinya, berdiri tegap menghadap para audiens. Topeng putih yang ia kenakan berulas senyum sempurna, dan suara yang keluar ketika berbicara terdengar sintetik. Identitasnya sempurna misteri.

"Selamat datang di lelang pertama kita, para pencari kekuatan." Nadanya karismatik. Regina tidak perlu melirik untuk mengetahui bahwa Eir di sebelahnya pasti bergidik. "Untuk pertemuan pertama ini, saya akan menjual beberapa tongkat dengan kekuatan Arkana Seven of Pentacles."

Tanpa banyak basa-basi, beberapa pria datang membawa sebuah troli dengan tiga buah tongkat kayu di sana. Sang pelelang menunggu seluruh audiens siap dengan papan harganya sebelum ia mengambil salah satu tongkat yang ada. Tongkat panjang itu tampak normal, hampir mirip dengan tongkat yang biasa digunakan untuk menumpu langkah, terbuat dari kayu mahoni dengan pegangan eboni melengkung.

"Harga dimulai dari lima ratus ribu Gold."

Manik Regina menyipit. Harga itu cukup tinggi, setara dengan sebuah skuter otomatis bermerek. Tentu, mereka berdua tidak ikut riuh-rendah penawaran, mereka menangkap satu-persatu orang yang menaikkan tangan untuk melakukan adu harga. Beberapa dari mereka terlihat jelas menggunakan bros Iris, tetapi ada juga pria yang tampak urakan namun bisa menawar lebih tinggi.

Tongkat pertama laku di angka tujuh ratus lima puluh ribu gold, tongkat kedua dan ketiga tidak terlalu jauh berbeda. Si pelelang itu memanggil tiga pria yang memenangkan lelang untuk berdiri dengannya di samping mimbar. Asistennya yang menyerahkan tongkat tersebut setelah transaksi dengan jelas dilakukan di layar transparan besar: Donasi untuk Society.

Society—ini baru pertama kali Regina mendengar organisasi tersebut. Mungkin ini akan jadi bahan tepat untuk Anne cari tahu nanti.

"Kalian boleh mencoba tongkat tersebut sebelum saya menawarkan gelombang kedua."

Salah satu pria dengan jas putih menyeringai. Ia ayunkan tongkat itu dengan cepat ke arah si pelelang. Entah kenapa, tidak ada satupun dari hadirin, maupun asisten si pemilik topeng itu bergerak untuk mengantisipasi serangan. Cahaya putih keluar dari tongkat, murni sihir dan bukan ilusi, loncatan energi yang terarah.

Tongkat itu benar dapat mengeluarkan sihir, bukan barang tipuan yang sengaja dijual dengan harga tinggi untuk meraup untung.

Dengan mudah, si pelelang tadi menangkap cahaya tersebut dengan tangan kosong. Tidak ada yang tahu ekspresi jelas yang ada di balik topeng tersebut, namun Regina merasakan ada tawa di sana. Lagi, audiens tetap di tempat, bergeming. Tidak ada tanggapan yang berarti. Tidak ada teriakan panik. Tidak ada gelombang emosi apapun. Ruangan tersebut terdiam, hanya lelaki barusan dan si pelelang yang bergerak. Layaknya film bisu dengan penonton yang terpaku dengan apa yang disuguhkan di hadapan layar gerak.

Regina pun tidak dapat bergerak saat si pelelang mengembalikan loncatan energi itu ke arah si pria. Tanpa darah, tanpa suara, pria itu tergeletak di lantai. Tak ada lagi gerakan nafas, pria tersebut terbujur kaku. Sesaat kemudian, seakan semua warna kembali ke dunia, para asisten bergerak untuk mengangkat pria itu pergi. Bisikan-bisikan mulai muncul ke permukaan, namun Regina tidak menangkap ada satupun kengerian atau kekagetan.

"Mohon maaf, klien nomor 57 sepertinya pingsan. Kami akan membawanya segera untuk pertolongan medis," ungkap si pelelang kehadapan calon-calon pembeli. Ia tampak tenang, dan dengan pembawaanya yang rileks, ia menenangkan hiruk-pikuk para audiens.

"Kita akan beralih ke gelombang kedua untuk tongkat yang sama, namun dengan kekuatan Arkana Nine of Cups."

Keringat dingin meluncur di pelipis Regina, orang itu telah menghentikan waktu dan mementahkan energi sihir. Seketika jantungnya berdegup sangat kencang. Hal itu sangat tidak mungkin dilakukan terkecuali dia adalah pemegang Arkana.

Dan Arkana itu tidak sepantasnya ada semenjak Perang Arkana Terakhir.

"IX."

Eir berbisik memanggil seketika ruangan mulai kembali riuh untuk mengajukan harga. Mata ungu milik Eir tersirat kekhawatiran. Namun begitu, Regina paham ia tidak perlu menyuarakan keraguannya atau ketakutannya akan sesuatu – Eir cukup pintar untuk mengambil alih kendali.

"Kita akan bicara nanti setelah acara selesai. Bos tidak akan senang mendengar ini."

Regina mengangguk pelan, fokusnya berusaha kembali ke acara lelang yang semakin memanas, sementara sekujur tubuhnya mendingin.

(Tidak mungkin. Henri telah tiada, dan dia tidak menurunkan Arkana itu pada siapapun.

Ini tidak mungkin.)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro