18. LAMARAN YANG TAK DIHARAPKAN

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Lepasin gue?!" Kia meminta sekali lagi dengan menahan emosi yang nyaris meledak. 

Satya tahu Kia belum ada perasaan sedikitpun padanya. Atau mungkin tidak sama sekali? Tetapi dia pantang menyerah, Kia harus didapatkan bagaimanapun caranya. 

"Kenapa?" Satya tak ada niat melepaskan tangannya. Bahkan tatapannya dengan berani mengarah ke mata Kia. 

Tidak ada rasa sungkan atau takut di wajah laki-laki itu. Satya seharusnya tidak nekat mengingat acara diadakan khusus keluarga. Tetapi dengan sedikit membujuk Ryan, dia bisa ikut datang demi satu tujuan. 

"Ehem, bisa tahan dulu niat bermesraannya?" Ryan datang, dan sontak menumbuhkan harapan pada Kia. 

Satya langsung melepaskan Kia. Dia menyalami Ryan, dan sungguh di luar dugaan, papa angkatnya memeluk Satya. Orang yang dengan lancang memeluknya, tidak ditegur tapi malah dapat pelukan hangat. Ada apa ini? 

Kia mundur diam-diam. Dia menepi di salah satu spot ruangan yang tidak terlihat banyak orang. Sejenak Kia bisa menenangkan diri.

Tak lama ponselnya bergetar. Ada pesan dari Magara yang menanyakan keadaannya. Kia tidak mungkin cerita kejadian barusan. Kalau dia tahu, Kia takut pacarnya itu akan langsung datang, dan entah apa yang akan dia lakukan. 

Saat ini Kia akan menyimpan dulu. Perangnya bahkan belum benar-benar dimulai. Jadi, Kia mengatakan semua dalam kendalinya. 

***

"Malam ini saya juga akan menunjukkan sebuah karya dari putri semata wayang saya. Kia Sudirja." Ryan akan segera mengambil keputusan setelah melihat hasil usaha Kia membangun kafe yang nyaris gulung tikar saat dibeli. 

Terputarlah, video yang dibuat Magara untuk senjata perangnya. Hening, semua orang tampak menikmati pertunjukkan di layar. Setelah sampai di adegan kesan dan pesan semua pegawai kafe, Kia berniat berbalik untuk mengambil minum. 

Tetapi langkahnya terhenti, saat ada celetukan spontan menggema di antara hening yang tercipta. 

"Waaah, Kia. Lo berbakat seni juga, rupanya." 

"Apa?" Kia berbalik dan melihat dirinya sedang membuat sketsa di buku gambar. 

Gara, lo mau bunuh gue kalo video tambahan ini sampe bikin Papa marah. 

Mata Kia beralih ke Ryan. Ekspresi datar itu sungguh tak sanggup dia terjemahkan. Papanya marah atau tidak? Tunggu, Magara menambahkan caption pendek di sana. Dia menulis kalau sketsa itu dibuat pada hari kafe sudah meraih kenaikan omset tertinggi. Detail tanggal di sketsa sama dengan yang tertera di berkas laporan keuangan. Dan sekarang berkas itu sudah di tangan Ryan. 

Ryan berpindah perhatian pada Kia. Tatapan itu saja sanggup membuat Kia gemetar dan kakinya lemas. Enggak, Kia! Jangan lemah! Sekarang lo harus kuat demi dua hal berharga yang sangat pantas lo pertahanin. Magara dan hobby melukis lo. 

"Kita akan bicara nanti, Kia. Waktunya jamuan makan malam, jangan rusak sisa pesta dengan tindakan yang nggak Papa suka." 

Kia hanya mampu mengangguk. Menu makan malam tersaji dengan sempurna dan sesuai dengan selera hampir semua anggota keluarga Sudirja. Sepertinya kecuali dia, menu makanan mentah sama sekali bukan seleranya. 

"Maaf, Pa. Kia ijin keluar sebentar." 

Ryan hampir mengatakan keberatannya, tetapi Ratih mendahului bicara. 

"Biarin dia Pa! Dia butuh udara segar." Ratih mengatakan kalimatnya sambil mengusap lengan suaminya. Suara lembutnya pun berhasil membungkam Ryan. Buktinya Kia bisa melenggang pergi. 

"Ga, bisa lo jelasin video tambahan itu?" Kia tak menunda lagi bertanya pada Magara. 

Saat ini dia sedang di balkon kamar hotel yang disewa papanya. 

"Maaf, Mbak. Gue cuma sekadar bantu supaya orang bisa lihat bakat lo yang lain. So?" 

Kia bungkam. Magara sangat sabar menghadapi dirinya yang terkadang keterlaluan. 

"Gue nggak tahu Papa marah atau enggak. Dia sungguh tak terbaca kali ini. What can I do, now?" 

"Apa gue perlu ke sana? Nemenin lo, dan lindungi lo dari sepupu-sepupu nakal di sana."

Kia menghela napas. "Serius lo mau datang? Gue berharap hal itu terjadi, karena gue takut." 

"Ada apa, Mbak? Terjadi sesuatu? Gue bisa ke sana tanpa perlu ke salon, lho! Tampannya wajah gue ini susah kompromi." 

"Heh, lo mau bantuin atau mau menyombongkan diri?" semprot Kia sambil mengomel. 

Namun, setelah itu keduanya tertawa bersama. Setelah telepon selesai dengan nasehat beruntun dari Magara, Kia mengakhiri sesi teleponnya. 

Tak lama ada pesan dari Ratih masuk. Dia minta Kia untuk kembali ke pesta. Ada pengumuman yang menyangkut dirinya, akan segera diumumkan. Kia segera turun ke pesta. 

Apa-apaan ini? Kenapa Satya di atas panggung? Apa lagi yang mau dia banggakan karena Satya bukan siapa-siapa. 

"Kia, ke sini, Nak!" Suara Ryan begitu lembut kalau sedang ada yang diinginkan darinya. Langkah Kia sudah malas, apalagi harus lihat Satya juga di sana. 

"Langsung saja, Sat!" 

Tiba-tiba saja Ryan menyingkir dan membuat Kia berhadapan dengan Satya. Pria itu berjongkok dan mengeluarkan sebuah kotak beludru warna pink. 

"Sat, bangun lo!" perintah Kia dingin. 

Satya tetap di posisi sambil mengucapkan banyak kata yang sama sekali tidak menempel di otaknya Kia. 

"Terima terima terima!" bergema di seluruh sudut ruangan restoran. 

Kia berulangkali berusaha menarik Satya supaya berdiri lagi. Tetapi Satya akan bangun kalau dirinya kasih jawaban. 

Kia, lo akan sangat kesulitan kalau menolak lamarannya. Tapi kalo lo terima, mungkin bencana akan terjadi. Ada yang sakit hati dan lo akan menderita dan sedih. 

Semua orang menunggu jawaban. Kia panik, lamaran Satya ini lancang baginya. Bahkan dia tidak diberitahu sama sekali. Apa yang harus dia lakukan? 

Ternyata tuntutan selanjutnya, Ryan ingin dia menikah dengan Satya. Semua ini tidak adil, kalau bisa memilih dia lebih baik hidup miskin di luar sana. Kia benci dengan orang yang melahirkannya. Lebih baik dia dibunuh saja setelah dilahirkan. Sekarang dia harus membayar budi Ryan dengan seluruh hidupnya. Kia tidak pernah punya pilihan. 

"Sat, gue nggak bisa jawab sekarang. Ini semua terlalu mendadak buat gue." Kia berusaha bicara setelah mikrofon dia matikan. 

Satya bangkit dan mendekat, dia sudah siap malu, rupanya. Tetapi lebih tepat dia terlalu percaya diri kalau Kia akan langsung menerima lamarannya. Entah, karena apa, Kia menduga semua ini ada campur tangan dari Ryan. 

"Kamu tega permalukan Om Ryan, di depan semua orang? Lihat, semua orang menunggu jawaban dan papamu sangat berharap kamu nggak buat dia kesal lagi. Kamu tahu apa maksudku." 

Kia tahu, papanya sudah marah saat melihat video tadi. Kalau dia menolak lamaran Satya, dia sukses membuat Ryan makin murka. 

Ryan menaikkan kedua alisnya. Dari kejauhan dia memberi isyarat pada Kia untuk segera menerima cincin itu. Kia berusaha meminta bantuan mamanya, tapi Ratih sedang disibukkan dengan asistennya yang tiba-tiba mendekat. 

Tuhan, datangkan seseorang untuk menolongku. Kumohon! 

Bersambung

Satya, lo kebangetan. Mau bikin Kia hancur, lo?

Tenang, ya. Sabar! Tarik napas, buang. Wkwkwk.

Thank you for reading. See you next.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro