19. LEGA SEMENTARA

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Waktu seakan berjalan lambat. Kia tertunduk, keringat dingin sudah mengucur. 

"Ryan, lo kasih kejutan nggak kira-kira. Anak lo udah pucat pasi, tuh." Kakak tertua dari Ryan Sudirja menatap adiknya dengan tajam. Dia tidak suka kalau sampai terjadi drama di pesta tahunan keluarga. 

Tangan Ryan mengepal, kakak sulungnya—Bian—adalah orang yang dipercaya mendiang ayah mereka untuk mengelola perusahaan pusat. Sedangkan dirinya diberi tanggungjawab untuk mengurus anak perusahaan yang dikembangkan di kota kecil ini. Beruntung dia berhasil dan terhindar dari hinaan Bian. 

"Satya, kita tunda saja. Lanjutkan acara selanjutnya," perintah Ryan tanpa bisa dibantah. 

Satya kesal, nyaris saja dia lempar cincin berharga fantastis itu. Sedangkan Kia langsung bernapas lega, dia selamat berkat Om Bian. Dia melihat omnya sambil mengucapkan terima kasih tanpa suara. 

Bian tahu ada yang tidak beres sejak kehadiran Satya. Tentu dia langsung cari tahu begitu ada wajah asing datang. Selama ini pertemuan keluarga ya, khusus anggota keluarga. Satya sudah dipastikan tidak ada hubungan darah dengan Sudirja. 

Acara berlangsung dengan lebih meriah. Sajian dessert disajikan berbarengan dengan bintang tamu untuk mencairkan suasana. 

Kia menghampiri Ryan yang sedang bicara dengan Satya. Ada Ratih juga di dekat Ryan, tapi dia lebih sibuk berbicara sendiri lewat telepon. Saat ini tidak ada lagi kesempatan bagi Satya untuk mendekatinya. 

"Pa, maaf, bisa bicara sebentar? Atau Kia harus tunggu setelah acara?" Entah dari mana keberanian Kia peroleh. Kakinya tak sedikitpun beranjak saat Ryan menatapnya tajam. 

Satya menghampiri Kia untuk mencegahnya bicara sekarang. 

"Kia, kita saja yang bicara lebih dulu, ya?" bujuk Satya dengan penuh kelembutan. 

Kia menatap Satya tak kalah tajam. "Antara kita udah nggak ada urusan, Sat. Dan lo mending jauh-jauh dari gue. Sana!!" Tak sedikitpun suara gemetar dan terbata-bata keluar dari bibirnya. 

"Gimana, Pa? Karena dari awal Kia nggak pernah mau terima Satya. Please, jangan paksa Kia untuk satu hal ini." Kia lega bisa menyelesaikan kalimatnya. Resiko setelahnya sungguh tak pernah terpikir sama sekali oleh Kia. 

Ryan mengangguk lalu memberi isyarat pada Kia untuk mengikutinya. Ratih lebih banyak diam. Entahlah, Kia sulit menebak apa yang dirasakan wanita yang sudah membesarkannya itu. 

"Ma, tolong tetap di sini, ya." Ryan meminta istrinya tetap di tempat untuk menjamu para tamu dan memastikan tidak ada kesempatan mereka komplain. 

Ratih hanya mengangguk singkat sebagai jawaban. Matanya menatap Ryan, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu. 

"Jangan khawatir, aku bisa kendalikan dengan baik. Tenanglah!" Ryan memeluk sejenak istri yang tengah cemaskan sesuatu. 

Sungguh pemandangan ini berbanding terbalik dengan cara Ryan memperlakukannya. Pelukan seorang ayah yang tidak pernah dia rasakan, apa akan terjadi suatu hari nanti? 

"Kia!" Ryan menyadarkan Kia dari lamunannya. 

"Ya, Pa." 

Sepeninggal keduanya tinggal Satya yang berada di dekat Ratih. Asisten dan perwakilan event organizer sudah kembali ke tempat tugas masing-masing. 

"Tante, apa kejutan tadi keterlaluan? Aku nggak nyangka aja, Kia akan semarah ini." 

Ratih menghela napas dalam. "Kamu tanya seakan-akan beneran nggak tahu. Kamu nggak bodoh, kan." Ratih melenggang pergi.

Sial! Rupanya bukan cuma Kia yang brengsek. Ibunya nggak beda jauh. Sabar, Sat. Tahan dulu sebentar, selama ini Ryan masih ada di pihak lo. 

"Duduk!" Ryan mengajak Kia ke ruangan meeting milik hotel yang kosong. 

"Papa nggak akan banyak bicara soal ini. Satya datang ke Papa dan bilang ingin melamar kamu. Entahlah, dia suka sejak ketemu kamu di rumah waktu itu." Ryan menyilangkan kaki sambil menyandarkan punggungnya. Sejenak dia sendiri tersadarkan dirinya mulai lelah. 

"Kia, Papa nggak minta kamu harus terima Satya. Selama ini Papa hanya memaksa kamu perihal bisnis dan masa depanmu. Soal pasangan, Papa dilarang mamamu ikut campur." 

Kia masih bingung dengan semua yang disampaikan papanya. "Tunggu, Pa! Ini artinya Papa tidak nuntut Kia harus terima Satya, kan?" 

"Awalnya seperti itu. Tapi mama kamu lebih cepat dapat informasi kalau Satya nggak cukup baik buat kamu." 

Kia rasanya ingin menangis, selama ini apa dia salah menilai orang tua angkatnya. Mereka memikirkan tentang kebaikannya juga. 

"Terima kasih, Pa. Kia merasa masih ingin fokus di kafe dulu. Untuk menikah, Kia belum terpikir sama sekali." 

Ryan tidak bereaksi. Kali ini dia menuruti keinginan Ratih yang diutarakan setelah mereka bercinta malam itu. Dia berharap tidak salah langkah karena menuruti permintaan istrinya. 

"Papa akui kamu berhasil memajukan kafe. Soal jumlah kenaikannya, Papa rasa sudah cukup untuk saat ini. Selamat, ya." 

Ini kabar baik, aah, ini lebih dari itu. Hari ini apa yang merasuki Ryan hingga bisa  sebaik ini. Kia, keterlaluan lo mikir papa lo kerasukan. Kenapa nggak disyukuri aja, sih? 

"Terima kasih, Pa. Kia akan berusaha lebih baik lagi." 

"Ok. Papa rasa cukup itu, kan. Kita harus kembali ke acara. Semua orang akan bertanya-tanya kalau kita tidak segera muncul." 

"Iya, Pa. Kia akan menyusul nanti, mau ke toilet dulu." 

"Hmm." Ryan keluar dari ruangan, meninggalkan Kia yang langsung tertawa bahagia. Bahkan dia menari-nari tidak jelas di sana. 

Sudut tempat berbeda, Satya mendengar tawa Kia. Sebahagia itu dia bisa lepas darinya. Satya geram dan memastikan hidup gadis itu tidak akan tenang setelah ini. 

"Anda sedang apa di sini?" Seseorang berseragam hotel melihat Satya sedang bersandar di depan pintu ruang meeting. 

"Saya sedang mencari seseorang yang tinggal di sini. Tapi sepertinya saya kesasar. Maaf." Satya asal menjawab. Semoga saja karyawan itu tidak menghafal wajahnya. Tentu saja karena dia sudah terlibat dalam perbuatan kriminal. 

Karyawan hotel itu dipanggil rekan kerjanya, sebelum sempat menanyakan lebih lanjut mengenai identitasnya. Setelah Satya karyawan hotel itu menghubungi seseorang. 

"Ya, Bu. Hanya itu yang saya lihat dan dengar. Videonya juga sudah saya kirim." 

Di kamarnya, Ratih menutup pembicaraan dengan seseorang bertepatan dengan Ryan yang baru keluar dari kamar mandi. 

"Gimana, Ma? Ada info baru apa?" Ryan mendekati istrinya hanya berbalut handuk yang menutupi tubuh bagian bawahnya. 

Sontak Ratih mengalihkan pandangannya. Sudah menikah bertahun-tahun pun, pemandangan seperti itu masih membuat Ratih gugup. Perubahan itu disadari Ryan. Tentu saja dia tahu, pipi merona itu tidak bisa disembunyikan. 

"Aku akan pakai baju dulu," tutur Ryan sambil mengusap rambut istrinya. Dia nyaris tak bisa menahan tawa karena ulah Ratih. 

Andai Kia melihat adegan ini, penilaian tentang orang tua angkatnya akan berubah seratus persen. Setelah kejadian Ryan menerima permintaannya, perlahan pandangan buruk itu luntur. Dia berharap apa yang terlihat buruk selama ini di matanya, tidak benar. Ada alasan masuk akal yang semoga bisa menjelaskan semua tindakan Ryan padanya. 

Bersambung

Gimana? Sedikit bisa napas lega, ya. Kita lihat Satya mau ngapain setelah ini.

Thank you for reading, Guys. See you next.




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro