Bab 8: Transisi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perhatian: Cerita ini hanya dirilis di platform W A T T P A D.

...

Final Boss berbentuk golem mineral yang berkilauan. Tidak seperti bentuknya yang indah, serangan yang dia berikan cukup mematikan.

Batu-batu tajam melesat dari tangannya yang serupa batu berpendar. Sigap, Mischa menyuruh Lakshmi membentuk dinding akar, menghalangi kami dari serangan. Chloe berlari ke kanan dan menarik perhatian makhluk itu, sedangkan Mischa ke arah sebaliknya. Aku meneriaki Chrys agar cepat bangkit.

"Tidak mungkin aku harus menggendongmu!" teriakku di depan wajah laki-laki itu.

"Punggungku sakit!" rengek Chrys memelas.

"Itu salahmu sendiri karena sembrono!"

Di sisi lain, Chloe memekik. "Kalau kalian ada waktu untuk bertengkar lebih baik bantu kami!" Gadis itu dan badutnya fokus menyerang dengan cincin-cincin api.

Aku meninggalkan Chrys yang masih meringis dan menggosok punggung di balik dinding akar. Di depan sana, Lakshmi milik Mischa mengikat salah satu kaki monster dengan akar kayu sambil menyerang dengan ribuan kelopak bunga merah muda. Sementara itu, badut konyol Chloe menerjang dengan dua pisau raksasa.

"Ayo, Arthur!" Skill pertama: Excalibur.

Tameng Arthur menghalau setiap permata tajam yang meluncur. Dia melompat, menebas dada makhluk itu, bebatuan mulia berpencar. Beberapa soal muncul di hadapanku sekaligus. Satu Fisika, dua Kimia. Kukerjakan semua sebisaku. Nilai akumulasi yang kudapat tiga puluh.

Si Golem Mineral meraung, menggeliat, memukul-mukul lantai. Para avatar menghindar, bertahan, menyerang. Akar-akar Lakshmi muncul menjadi batang-batang kayu tajam yang menusuk. Clowny berlari di atasnya sambil melemparkan pisau-pisau raksasa. Arthur melompati pukulan, berputar menghindari batuan mulia yang melesat, mengoyak dengan Excalibur terhunus.

Avatarku terus menyerang, soal-soal terus bermunculan. Otakku mulai panas karena dipakai terus menerus tanpa henti. Tempo serangan Mischa dan Chloe juga mulai melambat. Mereka kelelahan. Harapan terakhir ....

"Chrys!" panggilku kesal. "Kapan kau akan membantu?!"

"Aku datang!" Anak pirang itu muncul dengan senyum yang tersungging. "Akan aku akhiri ini semua."

Chrys meminta back-up. Dia membutuhkan waktu yang tepat untuk mengeluarkan skill andalannya. Mischa diminta mengikat makhluk itu sekali lagi. Sementara aku dan Chloe diperintahkan menyerang sampai skill avatarnya diaktifkan.
Aku dan Chloe sama-sama memberikan para avatar dua senjata tajam untuk menyerang. Chrys memulai prosesnya.

"Ayo, Krishna! Alunan Kematian!"

Suara seruling bambu tiba-tiba menggema di antara dentingan senjata dan batuan mineral. Dari sudut-sudut ruangan yang gelap, sesuatu bergerak gesit. Seiring tempo yang semakin cepat, sesuatu itu memelesat dan menampakkan wujudnya. Tujuh ekor ular kobra raksasa meliuk dan membelit Si Golem Mineral. Mereka membuka mulut, memperlihatkan taring-taring tajam dengan bisa yang menetes-netes.

"Ren, Chloe, mundur!" perintah Chrys. Dia kemudian memintaku untuk bersiap dengan skill yang sesuai apabila serangan ultimate-nya gagal atau kurang berdampak. "Habisi dia, Krishna!"

Tujuh ular menggigit di tempat berbeda sekaligus. Tangan, kaki, badan, leher. Tujuh soal serentak pula harus Chrys kerjakan sekaligus agar skill-nya berhasil. Mischa masih menahan golem itu dengan akar Lakshmi bersama lilitan ular Krishna. Beberapa kali anak pirang itu mengernyitkan dahi, entah kebingungan atau kesakitan.

"Chrys, kau tidak apa-apa?" tanya Chloe. Anak pirang itu hanya tersenyum kecut.

"Aku ... tidak kuat lagi ...." Mischa berteriak tertahan. Gerak tangannya yang mengerjakan soal untuk tetap mempertahankan skill berhenti.

Bersamaan dengan akar Lakhsmi yang terlepas, ular-ular Krishna mulai memberikan dampak. Golem itu retak. Beberapa kali makhluk itu menggeliat seraya menggeram. Namun, Chrys gagal menuntaskan skill. Anak itu jatuh berlutut sambil memegang kepala. Napasnya terengah.

"Mungkin karena jatuh tadi ...," rintihnya. "Ren?" Dia melihatku memelas. Aku mengangguk mengerti.

Aku mengambil kendali. "Chloe, jaga Chrys," pintaku. "Mischa, kau bisa bertahan sekali lagi—"

"Dia kelelahan, Ren! Kau tidak melihatnya?" Chloe protes. Tangannya menenangkan Chrys yang masih memegang kepala.

"Akan kucoba!" teriak Mischa.

Sekarang, hal yang bisa kulakukan hanyalah percaya dan berusaha.

Si Golem Mineral melepaskan paksa ular-ular Krishna. Dilemparkannya binatang melata itu ke sembarang arah. Sebelum makhluk itu bisa menyerang balik, akar-akar Lakshmi telah melilitnya kembali. Aku memilih skill yang cukup kuat, tetapi tetap mudah untuk digunakan. Hujan Pedang.

"Ayo, Arthur!"

Arthur melompat. Pedang dilemparkan. Satu per satu senjata tajam berbilah panjang itu bermunculan dan memelesat menghasilkan kerusakan kecil yang terus menerus. Bebatuan berkilauan terpental-pental seperti percikan air. Aku menjawab semua soal yang bermunculan dengan cepat.

Setelah satu menit penuh ketegangan, akhirnya skill itu selesai. Semua berakhir—

"Apa?!"

Perhitunganku salah lagi.

Monster itu masih bergerak, meraung, menggeliat. Aku terpaku. Clowny menerjang dengan dua pisau api terhunus. Avatar itu melompat, menebas berkali-kali. Bola-bola api menutup serangannya.

Gemuruh menggema. Lantai bergetar. Monster itu hancur berkeping-keping, berubah menjadi sekumpulan cahaya. Chloe di sebelahku berdiri dengan napas terengah.

Ia mendelik. "Apa? Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanyanya ketus. Gadis itu lalu beralih kepada Chrys.

Mischa menyusul kemudian. Para gadis pada akhirnya mengerumuni si lelaki pirang. Chrys tersenyum kecut dengan perhatian yang dia dapat.
"Aku tidak apa-apa," kata Chrys lemas. Dia berusaha bangkit meskipun sempoyongan. Chloe memapahnya. Lelaki itu menolak halus.

Aku memutar bola mata sambil bersedekap. Kupandangi sekitar yang belum berubah.

"Maaf. Aku tidak jadi pemimpin yang baik sampai akhir," ucap si lelaki pirang sambil memegang belakang kepala.

"Kau sudah bekerja keras, Chrys," timpal Chloe seraya tersenyum. Lawan bicaranya membalas tipis.

Lingkungan baru berubah kembali menjadi putih lima menit kemudian. Kastel kelabu memudar menjadi cahaya kekuningan. Lantai batu yang kami pijak perlahan turun. Semua hilang dalam sekejap.

Kami berada di tengah lapangan. Prima Sophia dan Magna Prudentia di masing-masing sisi yang berbeda. Aku yang pertama berjalan di depan setelah sebuah pengumuman mempersilakan kami kembali.

Di lobi, kami bertemu dengan kedua tim. Tim Ascent tampak tidak terganggu setelah apa yang telah mereka perbuat saat latihan. Aku memicing ke arah Aryza dan Zea. Merasa diperhatikan, lelaki berkacamata itu hanya memandang balik sekilas dengan datar. Alva dan Olivia melihatku sengit. Pemuda Alafathe itu tersenyum menantang.

Setelah makan siang di hotel, kami mengadakan evaluasi seperti biasa. Chrys sudah tampak lebih baik. Raut wajahnya kembali ceria.

Pak Ben memulai dengan pertanyaan basa-basi. "Bagaimana latihannya tadi?"

"Lumayan," jawab Chrys dengan tawa canggung.

"Kami diganggu!" adu Chloe. Mischa mengangguk mendukung.

"Cukup," gumamku sambil menumpu dagu dengan satu tangan.

"Ya, ya. Bapak lihat semuanya," sahut Pak Ben.

Evaluasi dimulai dengan menampilkan cuplikan rekaman. Beberapa kali dihentikan agar Pak Ben dapat mengomentari setiap pergerakan kami. Di satu jeda dia memuji, di saat lain dia tampak kecewa.

"Tidak ada aturan tertulis yang melarang setiap tim untuk mengganggu tim lain," ujar Pak Ben mengenai perilaku tim dari Ascent. "Semua juga merupakan bagian dari strategi. Tinggal bagaimana masing-masing anggota menangani situasi. Bagaimanapun, ini kompetisi."

"Apa itu artinya kami berhak mengunci pergerakan lawan?" tanya Chloe.

"Boleh saja. Asalkan tujuannya jelas. Kalian harus memperhitungkan apakah waktu yang digunakan itu sebanding dengan sisa waktu untuk mengerjakan soal yang lain. Jangan karena kalian ingin menghambat tim lawan sehingga membuat diri sendiri menjadi lambat. Ada yang mau ditanyakan lagi?"

Setiap orang saling melirik. Dirasa tidak ada pertanyaan, Sang guru pembimbing melanjutkan rekaman video.

"Chrys," panggil Pak Ben.

"Ya?"

"Tetap berhati-hati dalam situasi apa pun. Walaupun begitu, Bapak bangga padamu." Pria di depan kami memberikan jempol. Wajah putih Chrys bersemu. "Dan Arennga, kau berhasil mengikuti arahan sampai akhir. Bagus. Mischa dan Chloe juga. Kalian sudah memperlihatkan kekompakan dari awal. Pertahankan."

Kedua gadis itu berpelukan.

"Latihan ini cukup memuaskan. Kalian sudah mulai kompak. Tapi, 'cukup' saja tidak berarti apa-apa. Bapak menantikan peningkatan kalian untuk ke depannya. Untuk latihan besok, kalian mungkin ingin mulai membicarakan strategi. Ada pertanyaan?"

Chloe mengangkat tangan. "Pak?"

"Ya, Chloe?"

"Apa kami tidak diberi kisi-kisi soal? Pertanyaan yang muncul banyak yang menjebak," keluh gadis bermata cokelat madu itu.

"Ah, benar!" Chrys seperti teringat sesuatu. "Saat ada pertanyaan tentang reruntuhan ras Cleine saja, Mischa yang menyelamatkan."

Gadis yang dimaksud Chrys beringsut. Mungkin malu.

"Ya, benar. Banyak soal-soal yang tak terduga sering keluar. Dari yang Bapak tahu, ini dimaksudkan untuk mengetes pengetahuan umum kalian juga. Jadi, mulai dari sekarang, cobalah untuk mempelajari berbagai hal. Tidak hanya yang berkaitan dengan bidang yang kalian tekuni, tetapi juga pengetahuan yang mungkin bisa terpakai di kemudian hari. Pelajari banyak hal agar kalian bisa mengobrol dengan berbagai kalangan—bawah, menengah, atas. Tidak ada ruginya mempunyai banyak ilmu. Paham?"

"Paham," jawab kami serempak.

"Er, Pak?" Chloe sepertinya belum puas. "Kisi-kisi?"

Pak Ben menghitung dengan jari. "Saintek, etika, pengetahuan umum, sejarah dunia, antropologi, politik—"

"Sepertinya kami mengerti, Pak," potongku. Jika dilanjut bisa saja semua mata pelajaran Social dan Scienta disebut dan membebani kami semua.

"Oke kalau begitu. Bapak ada urusan di luar. Kalian istirahatlah dulu, baru mulai belajar lagi kalau kuat. Bapak cukupkan hari ini. Sekian."

Pak Ben keluar seraya menutup pintu perlahan. Kami menghela napas lega.

Aku berdiri, menepuk tangan sekali; meminta perhatian mereka. "Kita langsung saja—"

"Serius?!" Chloe memekik. "Kita baru saja dapat waktu istirahat! Jangan terlalu ambisius. Kau itu terlalu kaku. Es batu berjalan!"

Mataku berkedut.

Chrys menengahi. Tangannya memaksa bahuku yang naik untuk turun. "Dia tidak sepenuhnya salah, Ren. Kita harus istirahat. Relakskan otakmu itu, oke? Tarik napas ... buang." Lelaki itu kemudian beralih pada Chloe dan Mischa. "Kita pesan layanan kamar, oke? Kalian mau makan apa?"

"Burger!" sambar Chloe. "Yang banyak keju dan dagingnya tebal. Kualitas premium—oh, steik juga bagian rib-eye medium-well, dan pizza! Keju yang meleleh dan pinggirannya garing. Toping daging dan jamur shitake!"

"Woah, pesanan yang meriah," komentar Chrys sambil menuliskan semua itu pada ponselnya. "Mischa?"

"Es krim gelato stroberi ... dengan pinggiran waffle renyah, ditambah marshmallow yang sedikit terbakar."

"Wah, mantap, mantap. Ren?"

"Kalian ini ... terlalu banyak junk food tidak baik untuk kesehatan, tahu? Apalagi kau, Badut Konyol! Lemak di tubuhmu bisa bertambah. Belum lagi kebanyakan makan bisa membuatmu mengantuk dan menyebabkan sulit berkonsentrasi! Belum makan malam dan kau sudah menimbun sampah!"

Chloe berdiri. Gadis itu meledak. "Apa masalahmu? Apa kau iri karena tidak bebas makan yang enak-enak, hah??" Badut konyol itu menggerakkan badannya untuk mengejek "'Oh, aku harus diet. Nanti tubuhku yang seksi tidak akan menarik lagi. Lemak di tubuhku akan menghambat pergerakan sampai aku tidak bisa lari saat olimpiade dan memenangkan kompetisi ini.' Seperti itu, hah? Katakan saja!"

"Sudahlah kalian berdua!" Chrys memegangi bahuku. Aku bisa saja menerjang gadis itu kalau ia terus bicara dan mengataiku. "Kita baru saja dipuji soal kekompakan dan kalian ingin menghancurkannya kurang dari lima menit? Ini tidak keren sama sekali."

"Katakan pada Kesatria Sombong itu," ujar Chloe seraya menahan amarah. Kilat di matanya masih belum padam.

"Ren, tenang. Kita selesaikan ini dengan kepala dingin. Kau mau es krim? Atau aku pesankan yoghurt saja?"

"Aku bukan anak kecil," timpalku kesal. Aku duduk kembali di kursi single.

"Oke, berarti pesanan Chloe, Mischa, cola satu liter, yoghurt—stroberi, anggur, atau vanila?"

"Anggur—"

Sial.

"Anggur. Aku pesankan juga salad buah untukmu karena sepertinya kau suka." Chrys tersenyum padaku sebelum kembali mencatat. "Hotdog dan kebab. Tidak ada pesanan tambahan?"

"Tidak perlu tambahan lagi. Kita juga akan makan malam nanti," celetukku.

"Pengatur," gumam Chloe yang masih bisa terdengar olehku.

Chrys kemudian menelepon layanan kamar. Setelah bercakap selama lima menit, dia kembali dengan berita bahwa makanan akan datang setengah jam lagi.

"Ada yang mau main selama menunggu?" tawar Chrys.

"Lebih baik manfaatkan waktu untuk mengatur strategi."

"Santai sedikit bisa tidak, sih?"

"Saat kita santai, Prima Sophia dan Magna Prudentia sudah selangkah lebih maju! Kau sadar tidak?"

"Oh, astaga .... Baiklah. Apa boleh buat." Chrys berkedip pada Chloe. "Chloe, Babe. Kita ikuti mau Ren untuk sekarang, ya? Lagi pula, besok dia yang akan jadi pemimpin. Tidak baik antar anggota saling tidak percaya dan bertengkar. Kalau terus dikekang dia akan mengamuk."

"Seolah aku ini singa yang dikurung."

Si Gadis Badut yang sedang duduk bersedekap merengut. Wajahnya menahan amarah. "Aaah! Baiklah. Aku masih tetap tidak setuju kalau kau nanti yang terpilih jadi pemimpin!" sungutnya.

"Bagus!" Anak pirang itu meninju udara. "Mulai perencanaan strateginya, Ren!"

Aku bangkit, berdiri di hadapan mereka. Mataku dan mata Chloe berserobok. Ada kilau kebencian di sana. "Karena besok adalah latihan terakhir, anggap saja geladi resik. Aku belum tahu semua skill apa saja yang kalian miliki," tunjukku pada Chrys dan Mischa. "Coba tuliskan."

"Aku tidak kau tanya?" pancing Chloe.
Aku mengerling. "Tidak perlu. Aku sudah tahu semua kemampuanmu. Bahkan skill ultimate-mu pun aku tahu."

"Jangan mentang-mentang kita sudah pernah berhadapan dua kali sehingga kau seolah tahu segalanya tentangku!"

"Memang kau punya skill apa lagi? Coba beritahu. Kalau bisa, aku akan menarik kata-kataku," tantangku.

Gadis itu diam.

"Kau sendiri?" sahut Chloe akhirnya. "Kalau belum punya juga, itu artinya kau juga tidak berkembang dari terakhir kita berhadapan. Tidak ada bedanya."

"Kami sudah mengirim daftarnya ke grup obrolan," kata Chrys memotong.
Aku langsung mengecek pesannya, mengakhiri debat dengan gadis yang sekarang tengah bersungut-sungut. Dari detail yang Chrys dan Mischa berikan, skill yang ada cukup menjanjikan.

Aku memulai. "Oke, begini. Kita bagi peran dari sekarang. Mischa, kau jadi pendukung seperti biasa. Mengunci pergerakan lawan dan menyerang titik lemah mereka kalau ada kesempatan. Chloe—" Aku menatapnya sengit. Gadis itu memicing sambil bersedekap. "Kau bersama Mischa, menyerang sambil melindungi kami. Karena kau ahli dalam jarak jauh—"

"Tidak perlu memuji."

Aku jengkel. Ingin rasanya melemparkan makhluk itu ke luar jendela.

"Chrys, kau bersamaku menyerang lawan. Aku benci mengatakannya, tapi kita harus membuat serangan kombo mulai sekarang."

"Oh, akhirnya! Apa aku bisa memanggilmu sahabat? Sohib? Kawan? Bro? Kawan seperjuangan?" Aku menjawab tidak untuk semua pertanyaannya. Namun, Chrys bersikeras.

"Tidak perlu ada panggilan!"

"Ren-ku?"

"Apa-apaan?!"

Chloe dan Mischa tertawa samar.

Pertemuan kami terganggu oleh suara ketukan. Chrys yang pertama melesat dan mendapati petugas dengan troli beserta makanan di atasnya. Semua kegirangan. Aroma makanan menusuk hidung.

"Makan!" Chloe yang paling bersemangat.

Pada akhirnya, kami menghabiskan sore itu dengan makan camilan ditemani obrolan yang tidak bermutu. Karena aku telanjur kehilangan mood untuk mengatur strategi, aku ikut makan sambil memperhatikan teman-teman yang ada, terutama Chloe yang melahap segalanya dengan rakus. Beberapa kali dia menggodaku dengan minyak dan lemak yang menetes, keju yang meleleh, atau jamur yang kenyal.

"Yakin tidak mau?" godanya sambil memamerkan pizza dengan keju mozarella yang meleleh. Ia lantas memasukkan makanan itu ke mulut perlahan. Gadis itu membuat suara yang menjengkelkan. "Om nom-nom-nom."

Makan banyak, tetapi tetap langsing.
Terkutuklah perut karetnya.

~~oOo~~

Beta reader: n_Shariii

A/N

Ayo, berikan kesan kalian pada bab ini!

Kritik dan saran yang membangun saya nantikan.

Jangan lupa memberi vote kalau suka ceritanya.

Terima kasih sudah membaca. 'v')/

Salam literasi!

***

Diterbitkan: 03/10/2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro