Bab 6 : Saatnya Beraksi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Brigita. Gadis berambut pirang panjang dengan model digerai itu menawariku sesuatu. Matanya yang biru menampakkan kelicikan. Bibirnya yang tipis dengan lipstik merah tebal tak henti-hentinya mengoceh.

"Bagaimana?" tanya gadis ramping itu menunggu jawaban dariku.

"Bisa kau ulangi lagi? Aku tidak mengerti," jawabku pura-pura bodoh.

Gadis korban bolaku itu mendesah sebal. "Kak Ardian melihat sesuatu dalam dirimu. Dia menginginkanmu dalam kelompoknya. Aku sendiri sebenarnya tidak setuju, tetapi dia terus memaksaku untuk melakukan ini."

"Apa untungnya bagiku?"

"Kak Ardian memiliki koneksi yang luas. Dia hampir tahu semua hal tentang sekolah termasuk bagaimana cara mengerjakan ujian dengan baik." Brigita melipat tangannya di dada dan memamerkan sebuah senyum yang tak dapat kuartikan. Aku cukup tergiur dengan penawarannya kalau saja aku tidak mengingat ada seseorang yang mengancamku dan tidak sadar siapa orang yang sedang bicara di depan itu.

"Sayangnya aku tidak tertarik," timpalku seraya melewatinya. "Aku tidak punya waktu untuk bermain-main. Ada ujian yang menanti di depan mata."

"Wah, sayang sekali—"

"Akan cukup bodoh kalau aku sampai menerima tawaranmu." Aku melenggang pergi melewatinya. Namun, belum lima langkah aku menjauhi gadis itu, ia mengatakan sesuatu yang mengejutkanku.

"—Padahal aku bisa membantu menemukan siapa yang mengancammu." Aku tidak boleh percaya dengan kata-katanya begitu saja. Sangat mencurigakan. Seolah ia tahu sesuatu. "Yakin tidak tertarik?"

"Yakin," timpalku sambil memicing. "Lagi pula dari mana kau tahu aku sedang diancam?" Gadis itu hanya tersenyum simpul.

...

"Chloe, kau gila! Aku tidak habis pikir kalau kau akan menerimanya begitu saja." Sebuah pernyataan yang sudah kuduga akan keluar dari mulut Anastasia. Ia terus mengataiku setelah kuceritakan kejadian kemarin. Aku bahkan tidak bisa konsentrasi dalam belajar.

"Hanya memasukkan beberapa kode, tidak akan terjadi apa-apa."

"Apa kau tidak tahu kalau yang akan kau lakukan itu tindakan kriminal?" tanya Anastasia sambil berbisik.

"Yang mana?" Aku meringis saat gadis itu menjitak kepalaku pelan.

"Tentu saja memasukkan kode-kode itu, Genius! Kau bisa dikeluarkan."

"Kalau ketahuan. Lagi pula kau tidak bisa membantuku mencari siapa orang iseng yang mengirimiku surel ancaman."

Gadis berambut sebahu itu memasang wajah sedih. "Chloe, aku berusaha membantumu semampuku. Apa buktinya juga kalau Brigita bisa dipercaya?"

"Setidaknya ia membuktikan diri dengan memberiku kode yang bisa masuk jaringan sekolah."

"Kau tidak takut kalau ini jebakan?"

"Ya, aku juga berpikir seperti itu, sih."

"Memangnya apa yang ia janjikan padamu?"

"Brigita menjanjikan kalau aku bisa memperbaiki penampilan Clowny tanpa harus mengurangi hit point-nya. Dan keuntungan lainnya."

"Kalau aku yang ditawari, aku tidak akan menerimanya. Apa pun imbalannya." Gadis itu memberikan wajah datar.

...

Aku mencari tempat yang sekiranya tidak terjangkau CCTV. Sangat sulit mencari tempat yang menjadi titik buta mesin canggih itu. Bisa tebak tempat apa yang kugunakan? Kamar mandi. Tidak mungkin ada CCTV yang dipasang di dalam kamar mandi—dalam, ya, di tempat kita melakukan hal pribadi—kecuali pihak pemasang ingin dituntut di meja hijau.

Setelah merasa aman dengan keadaan sekitar, aku memulai rencana ini. Kuperiksa terlebih dahulu barang-barang yang sekiranya akan melancarkan aksiku. Portable Holographic Computer alias PHC? Cek. Rapid-disk? Cek. Tisu? Cek. Kenapa? Itu untuk membatasi rokku dengan tutup toilet duduk. Aku tidak ingin kotor. Dan itu juga berfungsi kalau aku berkeringat. Paham? Oke, lanjut. Botol minum? Cek. Apa? Aku pasti haus. Meskipun air di sini bisa diminum, aku tidak mungkin keluar dan menyebabkan aksiku ketahuan, kan? Ah, sudahlah. Mengecek daftar seperti ini hanya akan membuang-buang waktu.

Bicara soal waktu, aku memilih saat yang tepat ketika hampir semua murid sudah kembali ke asrama. Ini kulakukan untuk meminimalkan saksi mata yang mengetahui tindakanku ini. Semakin sedikit orang yang tahu, semakin lancar aksiku.

Baiklah, semuanya sudah beres. Saatnya beraksi.

Kunyalakan PHC yang langsung menyapaku dengan suara yang agak keras. Buru-buru kumatikan suaranya agar tidak ada orang yang curiga dengan apa yang sedang kulakukan. Memiliki perangkat yang tersambung dengan AI memang kadang menyebalkan. Kadang aku merasa kalau mereka lebih pintar dariku.

PHC milikku sudah dalam posisi stand-by, siap menerima perintah apa saja. Kumasukkan rapid-disk yang sudah terdapat program dari Brigita. Tidak sampai lima detik, isi di dalam perangkat itu siap untuk diotak-atik. Ada beberapa program dan satu catatan yang sepertinya ditujukan khusus padaku. Untuk kalian para pengguna aplikasi, perlu kuberitahu kalau ada catatan yang berjudul "readme" dan ditaruh di luar, maka bacalah! Pembuat catatan itu sudah membuatnya agar dibaca. Sama halnya dengan pembuat "License Agreement", bukan asal klik-klik saja—kemudian uring-uringan sendiri ketika ada masalah terkait lisensi—tetapi baca dan dipahami. Sebenarnya itu berlaku padaku juga sih, tetapi tidak apa-apa, hitung-hitung pengingat diri. Oh, aku terlalu banyak bicara yang tidak penting.

Catatan itu berisikan tentang cara-cara bagaimana menjalankan program-program yang ada di rapid-disk ini. Kupahami secara singkat tutorial itu. Oke, sejauh yang kubaca sepertinya aku mengerti. Langkah-langkahnya cukup mudah. Tidak terlalu sulit. Apabila ada yang tidak kumengerti, aku tinggal kembali dan membacanya ulang.

Ada tiga program yang tersedia: program untuk kode sumber, program untuk backdoor agar tidak ketahuan, dan program untuk memasukkan kode sumber dari program pertama. Hal pertama yang harus kulakukan hanyalah membuat kode sumber yang akan disalin. Ini cukup mudah, mengingat apa yang harus kulakukan hanyalah mengeklik tombol "buat" dan menunggu kode sumber selesai dibuat. Aku sedikit bingung, kenapa Brigita memberikan program pembuat kode sumber, bukan memberikannya secara langsung yang spesifik? Apa ini cara terbaru? Apa karena aku yang gaptek dan kurang update? Ah, entahlah.

Sejauh ini tidak ada hal aneh terjadi. PHC milikku juga tidak apa-apa. Itu artinya program ini aman untuk dijalankan. Oke, saatnya menjalankan program backdoor. Aku yang melakukan ini bagaikan peretas andal saja. Padahal aku sama sekali tidak mengerti apa-apa tentang dunia peretasan, apalagi tentang backdoor yang sering dipakai oleh para profesional di luar sana. Tidak seperti Anastasia yang telah mulai menekuni dunia mengerikan ini (Sebenarnya ia masih dalam tahap pemrograman biasa, tetapi siapa yang tahu kalau nanti Anastasia juga bisa?). Ya, mengerikan. Mereka—para pro—dapat mencuri data-data digitalmu dan menjualnya demi keuntungan yang tak terkira. Di zaman serba teknologi, data digital merupakan aset yang sangat berharga dan bisa bernilai tak terhingga. Dengan mengandalkan program peretasan seperti ini, uang mudah datang dari mereka yang bersedia membayar mahal.

Tunggu dulu, dari mana Brigita mendapat program-program ini?

Jariku menjadi kaku karena memikirkan hal itu. Bagaimana ini? Apa aku berhenti saja dan membuang rasa penasaranku? Aku jadi teringat sebuah pepatah, "rasa penasaran dapat membunuhmu". Berhenti? Akan tetapi, aku sudah setengah jalan. Ah, sudah terlanjur.

Program backdoor di depanku sudah siap digunakan. Ada beberapa perintah yang sepertinya mudah dijalankan. Program ini juga bisa digunakan untuk menembus firewall sekolah, begitu kata catatan yang tadi kubaca.

Baiklah. Ini saatnya penentuan. Kujalankan program itu. Beberapa perintah yang tertera dalam tutorial kulakukan secara hati-hati agar tidak ada yang salah dan menyebabkan aku ketahuan. Tanganku kembali berhenti ketika dihadapkan dengan sebuah pertanyaan, "Apa Anda yakin ingin menjalankan program ini?" Apa aku yakin? Apa semua akan baik-baik saja? "Ya". Ups, jariku terpeleset.

Layar itu menunjukkan sebuah loading bar berwarna biru muda transparan yang maju perlahan dan tiba-tiba berhenti sebelum mencapai angka dua puluh persen. Layar itu kemudian menutup secara tiba-tiba dan menampilkan sebuah tanda peringatan berwarna merah. Firewall gagal ditembus dan sistem keamanan sekolah mulai memindai masalah. Aku yang tidak tahu apa-apa lantas panik. Kututup semua program yang kujalankan berharap masalah dapat selesai. Namun, perasaanku masih tidak karuan.

Aku harus segera keluar dari kamar mandi. Kenapa? Ya, sudah jelas. Aku ketahuan! Aku tidak ingin ada yang berhasil melacak aktivitasku dan menangkapku di sini.

Kubereskan segera barang-barang milikku. Sengaja aku tidak mengecek ulang semua yang ada di daftar sebelumnya agar waktuku lebih banyak. Aku langsung bergegas lari keluar. Kuperhatikan langkah dengan hati-hati agar tidak ada orang yang melihat. Walaupun aku ragu masih ada orang di sini, sih. Turun tangga dari lantai tiga—aku belum bilang, ya, kalau aku pakai WC yang di sana?—kemudian berbelok sampai menemui jalan keluar di lantai satu. Untungnya gedung ini sudah sepi dari para murid—

"Aw!" Aku menabrak seseorang sampai jatuh terduduk. Barang-barangku sampai berserakan. Buru-buru kubereskan sebelum—

"Chloe?" Suara ini .... "Kau masih di sini? Kenapa belum pulang?" Aku diam membeku. Orang yang menabrakku mencoba untuk membantu. Aku segera mengambil barang yang nyaris saja akan diraih orang itu. Kubereskan semua, berjalan mundur, kemudian berlari sekuat tenaga ke arah yang berlawanan dari orang itu meskipun aku harus memutar lebih jauh.

Astaga! Astaga! Astaga! Astaga! Astaga! Astaga! Astaga! Astaga! Astaga! Astaga! Itu Kak Ardian! Kenapa dia masih di sini? Kenapa aku berlari darinya? Kenapa aku jantungku berdebar kencang? Apa ini karena aku gagal dan takut mengecewakan orang itu atau karena aku takut ketahuan telah membobol sistem keamanan sekolah? Apa aku menyukainya? Pertanyaan terakhir terdengar konyol.

Aku berlari seperti orang kesetanan. Bahkan saat di koridor asrama juga. Orang-orang berteriak marah saat aku melewati mereka. Aku tidak terlalu peduli. Tujuan utamaku sekarang adalah kamar yang menjadi benteng pertahanan terakhir.

Eh, tunggu! Asrama, kan, masih dalam lingkup sekolah! Mati aku.

Suara ketukan pintu terdengar ketika aku sedang membereskan barang-barang sisa aksi kriminal tadi. Anastasia datang dengan mata memicing, langkah lebar-lebar dan bahu yang agak ke depan. Untung saja semua barang itu sudah kembali ke tempatnya semula, sehingga ia tidak akan bertanya macam-macam soal barang bukti.

"Chloe!" panggil gadis itu keras-keras.

"Ya?" Aku hanya duduk di pinggir ranjang berharap tidak ada pertanyaan aneh keluar dari mulut itu.

Anastasia memegangi bahuku agar tidak kabur. "Dari mana saja kau? Apa yang sudah kau lakukan?"

"A-aku tidak melakukan apa-apa," jawabku sambil menghindari kontak mata dengannya.

"Oh, ya? Lalu kenapa kau tadi terlihat buru-buru sekali?"

"Benarkah?" Tatapan mata cokelat terang Anastasia semakin menajam. Wajahnya semakin mendekat.

"Oh, aku tahu." Cengkeraman tangan gadis itu mengeras, seolah ingin merobek bahuku. Aku terlalu takut untuk menghindar. "Kau ...."

"Aku ...?"

"Membobol sistem ...."

"Aaaa ...." Aku tidak bisa menahan jarinya yang kian kuat. Dan juga tudingannya yang memang benar.

"Lalu ...." Tolong jangan katakan. Tolong jangan katakan. "Ketahuan." Anastasia melepas cengkeramannya dan membiarkanku berteriak histeris.

"Apa yang harus kulakukan?!"

Gadis berambut sebahu itu menggeleng sambil memegang kepalanya. "Sudah kuduga." Ia mengambil kursi belajarku dan duduk dengan posisi punggung kursi menopang dagunya.

"Lalu, bagaimana ini?" Aku mulai panik.

"Tidak ada yang bisa kau lakukan. Aku sudah bilang, kan? Sekarang tinggal tunggu nasib saja."

"Kau mengerti tentang hal ini, kan? Tolonglah aku. Apa pun itu. Hapus semua log aktivitasku di internet, reset data milikku, intall ulang perangkatku. Apa pun! Apa pun!"

"Maaf, Chloe. Tetapi keahlianku belum bisa sampai sana. Aku belum bisa meretas apa pun. Jadi, untuk sekarang aku tidak bisa membantumu."

"Anastasia ...."

"Lagi pula aku sudah memperingatkanmu, kan?" Gadis itu bangkit dari kursi dan berjalan ke pintu. Air mataku mulai meleleh membayangkan apa yang akan terjadi. Papa pasti akan kecewa berat padaku. Tidak, itu tidak boleh terjadi.

"Semoga kau baik-baik saja, Chloe," kata Anastasia khawatir sambil menutup pintu kamarku pelan.

-oOo-

A/N

Akhirnya bisa update!!!! //tebar bunga//tebar konfeti //harus nyapu karena berantakan

Setelah sekian lama terbengkalai karena satu dan lain hal, akhirnya bab ini selesai juga! Dari bab-bab sebelumnya, saya merasa kalau bab ini adalah yang paling sulit digarap. Entah kenapa.

Alasan utama baru selesai adalah karena real life yang sangat posesif dan karena saya sedang mengikuti challenge-nya NPC yang menulis 30 hari berturut-turut itu.

Saya juga harus menyesuaikan kembali gaya bahasa yang digunakan karena selama hampir 20 hari ke belakang ini, gaya bahasa saya ganti-ganti untuk memenuhi challenge. ☹

Anyway ...

Semoga (tetap) menghibur!

Diterbitkan: 20-11-2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro