4. flagpole.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seragam sekolah yang digulung, rok yang dibuat lebih pendek dan juga baju yang dicrop, membuat Lea benar-benar terlihat seperti gadis nakal. Ditambah, dengan rambut yang berwarna merah dan earphone yang terpasang di telinganya, membuat Lea dipandang aneh oleh orang-orang yang berada di koridor kelas.

Tanpa memperdulikan tatapan orang-orang, Lea terus berjalan menuju kelasnya karena jam istirahat sebentar lagi akan berakhir.

Tentang Alfa, Lea selalu menghindari pria yang menurutnya sangat menyebalkan. Ia selalu tidak ingin bertemu dengan Alfa, karena menurutnya, Alfa adalah masalah.

Lea kini sudah berada di dalam kelasnya. Duduk di bangku paling pojok sembari terus mendengarkan lagu yang keluar dari earphonenya.

"Lo yang namanya Lea?"

Lea yang baru saja ingin menelungkupkan wajahnya ke meja segera menengok ke arah sumber suara. Di depannya, kini sudah berada tiga orang wanita yang terlihat seperti senior.

"Kenapa?" tanya Lea santai.

"Lo lagi dekat sama Alfa?" tanya perempuan bername tag Catline Aurelita.

"Lo lihat Alfa ada di sini, nggak?" tanya Lea balik, masih dengan nada santai.

"Alfa nggak ada di sini. Itu tandanya, gue nggak dekat sama Alfa."

Catline tiba-tiba saja menggebrak meja Lea yang membuat tempat itu menjadi pusat perhatian sekarang.

"Gak usah gatal, deh, lo! Semuanya udah tau kalau Alfa cowo gue!" ujar Catline emosi.

"Hmmm," balas Lea yang membuat Catline semakin emosi.

"Sudah, Cat. Orang kaya dia tuh nggak bakal dengar kalau lo bilangin pakai mulut. Harus pakai tangan," ujar Arletta, salah satu teman Catline.

Lea yang mendengar ucapan itu hanya tertawa remeh di tempatnya. Apa tadi temannya Catline bilang? Pakai tangan?

Catline tiba-tiba saja semakin mendekat kearah Lea. Mencengkram erat pipi Lea sembari marah-marah. "Kalau lo sampai berani dekat-dekat lagi sama Alfa. Gue jamin hidup lo di sekolah nggak bakal tenang!"

Lea yang tersulut emosi segera menyingkirkan tangan Catline dari wajahnya dan memelintir tangan gadis itu.

"Jangan kira lo senior, gue bakalan tunduk sama lo!" ujar Lea yang membuat semua orang menatap takut ke arahnya.

Catline terus saja meringis kesakitan. Sementara kedua temannya, Arletta dan Bella hanya diam tidak berani mendekat ke arah Lea.

"Udah gue bilangin, gue nggak dekat sama Alfa, lo budek?" tanya Lea dengan nada tinggi.

"Aw!" ringis Catline.

Suasana semakin memanas. Lea bukannya melepaskan cengkraman tangannya justru semakin memelintir tangan Catline.

"Berhenti goblok, bentar lagi masuk!" suara dari Almi, teman sekelas Lea membuat Lea melepas cengkraman tangannya dan mendorong tubuh Catline kedepan.

"Lihat aja! Bakal gue bales lo!" ujar Catline sembari menunjuk wajah Lea dan keluar kelas bersama kedua temannya.

Lea kembali duduk di tempatnya. Memasang earphone kembali ke telinganya dan kembali menyetel lagu dengan volume yang full.

Tidak memperdulikan suara orang-orang yang terus saja menggosipinya. Lea memilih untuk tidur tanpa peduli bahwa guru sebentar lagi akan datang.

Lea terus saja menutup matanya untuk waktu yang cukup lama. Sampai lagi dan lagi. Sebuah penghapus terlempar kearahnya dan jatuh tepat di atas kepalanya.

Dengan setengah sadar. Lea membuka matanya dan menemukan Pak Septo, selaku guru BK sedang menatap garang kearahnya.

"Orang tua kamu nyekolahin kamu untuk belajar, bukan tidur!" bentak Pak Septo, namun Lea tidak sepenuhnya paham karena nyawanya belum terkumpul.

"Rambut kamu juga! Merah-merah. Mau kayak personil trio macan kamu?"

"Berdiri hormat terhadap tiang bendera, sampai jam pulang sekolah!" lanjut pak Septo yang membuat Lea membulatkan matanya saat itu juga.

"Dih, apaan si, Pak?" tanya Lea tak terima.

"Gak ada apaan si, apaan si, Pak! Cepat laksanakan hukuman kamu!" jawab Pak Septo dengan nada marah.

Dengan wajah kesal. Lea bangkit dari tempat duduknya, kemudian menggebrak mejanya yang membuat Pak Septok terlonjak kaget.

"Aletta!" bentak Pak Septo namun Lea mengacuhkannya.

Lea berjalan menuju luar kelas. Saat sampai di pintu kelas. Lea mendorong pintu itu ke arah tembok dengan keras, hingga menimbulkan suara yang begitu kencang.

"Anak itu!" geram Pak Septo.

*****

Dengan panas yang menyengat. Lea terus hormat kepada bendera merah putih. Rambutnya yang merah terlihat menyala karena sinar matahari.

Dengan malas-malasan, ia tetap terus menjalankan hukumannya. Mulutnya terus saja mengeluarkan kata-kata kasar untuk menggambarkan kekesalannya.

"Dasar botak nggak inget umur!" umpatnya.

Merasa lelah. Ia memilih untuk duduk di bawah tiang bendera. Tidak perduli dengan seragamnya yang akan kotor. Intinya Lea benar-benar butuh istirahat.

"Dihukum lagi?"

Mendengar suara yang familiar itu. Rasanya Lea ingin menenggelamkan diri ke dasar laut saja. Kenapa ketua OSIS itu senang sekali mengikuti dan merusak harinya?

"Lo itu ketua OSIS, apa setan, si? Di mana-mana muncul," ujar Lea dengan nada kesal.

Alfa. Pria itu hanya terkekeh mendengar ucapan Lea. Dirinya kemudian menyodorkan sebotol minuman kearah Lea.

"Lo haus, kan?" tanya Alfa sembari menggoyang-goyangkan botol minuman itu.

"Nggak," jawab Lea ketus dan Alfa pun akhirnya menarik kembali botol itu.

Saat sedang duduk di bawah tiang bendera. Lea melihat Zidan bersama dengan ayahnya, Fasha, sedang menuju ke ruang guru.

"Zidan kena scandal apa?" tanya Lea entah pada siapa.

"Ketauan ngerokok di belakang sekolah sama Pak Septo," jawab Alfa yang kini ikut duduk disamping Lea.

"Tuh guru botak emang ribet ya? Yang ngerokok Zidan! Yang beli rokoknya juga Zidan! Yang kena penyakit juga Zidan! Eh, tuh guru yang ribet!" oceh Lea yang membuat Alfa menyunggingkan senyumnya.

"Lo sayang juga sama Zidan ternyata," ujar Alfa yang membuat Lea tertawa miris.

"Gimanapun juga, Zidan itu abang gue. Cuma karena kesalah pahaman aja gue sama dia jadi kaya orang nggak kenal dan saling benci," jawab Lea yang membuat Alfa kaget. Kaget akan apa yang diucapkan oleh Lea.

"Papa tadi lihat gue gelesoran di lapangan gak ya?" tanya Lea entah pada siapa.

"Sekalipun Papa ngelihat, emang Papa peduli sama gue?"

"Hidup Papa itu cuma buat Zidan," lanjutnya.

Alfa hanya diam. Tidak memberi respon apapun kepada Lea. Sekarang ia tahu. Lea mengalami kepedihan namun ia pendam.

Lea kembali melihat Zidan dengan Fasha. Bedanya kini Fasha menatap ke arahnya dan menghampirinya. Lea segera tertawa sinis saat melihat Papa kandungnya menghampiri dirinya.

"Ngapain kamu duduk di lapangan?" tanya Fasha dengan nada emosi.

"Om siapa?" tanya Lea dengan nada yang tidak bersahabat.

Fasha segera menarik tangan Lea secara kasar hingga membuat perempuan itu berdiri. Sementara Alfa hanya diam dan kemudian pamit pergi. Tidak berani ikut campur.

"Gue duluan, Le," pamit Alfa.

Lea tidak menjawab ucapan Alfa. Dirinya kini menatap sinis tangannya yang memerah karena terlalu keras dicengkram oleh Fasha.

"Kamu di sekolahan kerjaannya pacaran, bukan belajar?" tanya Fasha dengan nada emosi.

Bukannya menjawab gadis itu hanya tertawa. Seolah pertanyaan yang diucapkan Fasha adalah lelucon baginya.

Sementara itu, Zidan hanya diam. Membiarkan adik perempuannya bertengkar dengan Papanya.

"Ketauan ngerokok sama si botak lo?" tanya Lea sembari menatap Zidan.

"Makannya kalau mau jadi bandel yang rapih, kaya gue."

Plak.

Satu tamparan kencang mendarat mulus dipipi putih Lea. Perih dan panas. Itu yang Lea rasakan. Tidak. Bukan hanya itu. Lea juga merasakan benci.

Di bawah tiang bendera. Papanya menamparnya untuk yang kesekian kalinya. Di bawah tiang bendera. Lea merasakan benci yang berkali-kali lipat.

"Om tau? Tamparan om bikin saya makin benci sama Om!" ucap Lea.

Akhirnya update hehehehe. Mantep banget update malam-malam.

Follow instagram:
@rizqia08
@senjaberakhir_

ID Line: itsqia_

Next? Vomment.

Happy Satnight!♥

Saturday, July 6, 2019
10.00 PM.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro