D u a p u l u h l i m a

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bacanya tenang ya, jan emosi:3

25. Restu yang hangus

"Gak usah macem-macem, Brengsek!" Nakula meraih ponsel milik Dewa.

Dewa tertawa sinis, cowok itu hendak mengambil alihnya lagi. Namun, Nakula dengan segera membanting ponsel cowok itu ke lantai sampai hancur.

Tangan Nakula menunjuk ke arah Dewa dan juga Arya dengan marah. "Gue kira kalian bener-bener sahabatnya Kenzie."

"Gue sahabatnya!" bantah Arya.

"Sahabat mana yang mau jatuhin sahabatnya sendiri? Lo sengaja jebak Kenzie kayak tadi? Lo vidio terus mau lo kirim ke Kiara? Gitu? Bajingan!" teriak Nakula.

Nakula meraih ponsel itu kembali, mencabut memorinya, kemudian ia patahkan. "Gue tau kalian kesel gara-gara Kenzie gak pernah kumpul lagi sama kita. Tapi tolong, pake otak kalian sedikit aja, Kenzie itu udah punya tanggung jawab."

Setelah mengatakan itu, Nakula langsung berlalu pergi meninggalkan Arya dan juga Dewa.

Sebenarnya, Nakula sudah tahu rencana Arya dan juga Dewa. Soal Stella, itu hanya setingan. Arya dan juga Dewa yang membayar mereka.

Nakula berlari ke arah parkiran. Ia harus mencari Kenzie, ia tak mau terjadi hal yang lebih buruk daripada ini.

Namun sayang, Kenzie tak lagi kelihatan. Dan Nakula … benar-benar kecolongan.

***

Saat ini, Kenzie duduk di ruang tamu apartement milik Stella. Kenzie merasa kepalanya pening, efek sudah tak lama minum … mungkin.

Itulah sebabnya Kenzie memilih menerima tawaran Stella untuk istirahat sebentar. Daripada terjadi sesuatu di jalan, kan?

"Minum, Zi."

Kenzie meraih gelas berisi air putih itu. Cowok itu meneguknya sekaligus.

Ia menyandarkan kepalanya pada kursi. "Kiara pasti nyariin gue," gumam Kenzie.

Stella mengigit bibir bawahnya, gadis itu sebenarnya tak tega melakukan hal ini pada Kenzie.

Setelah apa yang Kenzie lakukan padanya tadi, Stella tahu betul … cowok itu cowok baik.

Walau pun terkesan acuh tak acuh.

"Lo masukin apa ke minuman gue, Stella? Kenapa badan gue panas?"

***

Kiara menatap jam di dinding, sudah hampir tengah malam. Kenzie tak bisa dihubungi, telepon Kiara sedaritadi di abaikan.

"Kamu di mana, sih?" gumam Kiara khawatir.

Kiara menghela napasnya. Kiara kembali menghubungi Kenzie.

Kali ini di angkat.

"Hallo—"

"Pelan-pelan, Zi."

Tubuh Kiara menegang. Tanpa diminta, air matanya meluncur begitu saja.

Apa ia tidak salah dengar?

"I love you."

Itu suara Kenzie. Kiara mendengarnya, di saat Kiara mengkhawatirkan Kenzie, cowok itu malah asik dengan gadis lain.

Kiara meremas ponselnya, "Kak," panggil Kiara.

"Kiara? Fuck! Stella! Ngapain lo di … Hallo, Kiara, sayang. Ini gak—"

"Aku tunggu Kakak di rumah." Setelah mengatakan itu, Kiara mematikan sambungannya.

Kiara mengusap air matanya kasar. Seharusnya, kemarin Kiara tak perlu memberi kesempatan pada Kenzie.

Tanpa basa basi, Kiara berlari ke arah kamar Ibunya. Ia langsung memeluk Bi Dedeh ketika mendapati Ibunya di sana. "Ibu, ayo pergi dari sini."

***

Kenzie mendorong Stella yang berada di atasnya. Cowok itu meraih pakaian yang sudah berserakan di lantai dan memakainya dengan terburu-buru.

"Lo tau, Stella. Gue benci sama lo." Kenzie berjalan ke arah kamar mandi untuk mencuci mukanya.

Setelah itu, ia berlari ke arah luar. Gila, ini terjadi tanpa kesadarannya. Kenzie benar-benar menyesal menerima tawaran Stella untuk mampir terlebih dahulu.

Kenzie naik ke atas motornya, pikirannya kacau, hatinya tak tenang.

Kiara hanya memberi satu kesempatan untuk Kenzie membuktikan semuanya. Tapi, apa yang Kenzie lakukan sekarang?

Motor melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Cowok itu benar-benar takut sekarang, Ayolah … kiara dan juga dirinya baru saja berbaikan.

Kenzie menghentikan laju motornya. Cowok itu dengan cepat berlari ke arah kamarnya.

"Kiara."

Kosong. Kiara tak ada di kamarnya. Kenzie mengacak rambutnya frustasi, air matanya mengalir tanpa ia minta.

Ia kembali berlari ke arah lantai bawah, saat membuka kamar Bi Dedeh, Kiara tengah menangis di sana.

"Ra …," panggil Kenzie dengan nada bergetar.

Cowok itu berjalan masuk, ia berlutut di depan Kiara. Tangannya mengenggam tangan Kiara dan menangis di sana. "Aku bisa jelasin, Ra. Kamu mau denger, kan?"

Kiara menarik tangannya. "Apa lagi yang harus aku denger? Kakak yang nyatain perasaan Kakak ke cewek yang namanya Stella itu? Atau apa?" tanya Kiara.

"Harusnya dari awal aku gak usah kasih Kakak kesempatan."

"Ra, jangan gini. Aku bisa jelasin, aku …."

"Aku mau cerai, Kak."

Tubuh Kenzie mematung. Cowok itu menatap Kiara sendu, "Ra …."

"Aku udah kasih Kakak kesempatan, Kakak yang hancurin kesempatan itu sendiri."

Kenzie menggeleng kuat, tangannya berusaha meraih tangan Kiara. Namun, gadis itu terus menerus menjauh. "Ra, please."

"Keputusan aku udah bulet, Kak."

"Kamu siap hidup tanpa aku?" tanya Kenzie sedih.

"Aku siap, aku siap hidup tanpa orang brengsek kayak Kakak."

"Kalau kamu siap, gimana sama aku, Ra?"

Kiara diam. Gadis itu menggeleng. "Keputusan aku bulet. Kakak bisa pergi, besok pagi, aku sama Ibu bakal pergi dari rumah ini."

Kenzie tersenyum kecut, cowok itu beranjak, ia pasrah sekarang. Ini juga salahnya.

"Aku harap besok pagi kamu tarik kata-kata kamu, Ra." Kenzie berjalan keluar, cowok itu tidak langsung ke kamar. Melainkan, duduk di meja makan sendirian.

Di kamar Bi Dedeh, Kiara menangis. Bi Dedeh menghela napasnya, ia juga merasa sangat sakit hati melihat putrinya seperti ini. "Kita pergi besok, Ra."

Bi Dedeh beranjak, wanita itu berjalan ke arah luar. Saat mendapati Kenzie, ia duduk di depan cowok itu.

"Bi, Kenzie bener-bener minta maaf. Kenzie gak—"

"Bibi gak tahu gimana semuanya bisa terjadi. Tapi yang pasti, kelakuan kamu itu memang gak bisa dimaafkan, Den. Bibi Ibunya Kiara, Bibi gak bisa diem aja lihat putri Ibu kayak tadi."

"Bi—"

"Maaf, Den, bibi mau ambil Kiara lagi."

Kenzie diam, restu sudah hangus. Ia tak lagi memiliki kesempatan untuk mendapatkan Kiara.

TBC

Hallo! Gimana? Kangen gak? Aku degdegan anjir ngetik part ini T_T

Semoga tidak mengecewakan, ya.

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro