11th

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aras merasakan gelagat tidak biasa ketika Widya menyodorkan gelas berikut membantu mengisinya dengan air putih. Widya terlihat menarik posisi tubuhnya yang semula  maju menjadi lebih menjauh. Hal itu terjadi setelah tanpa sengaja ujung telapak tangannya mendarat di punggung tangan Widya.

Sera yang sedang minum mungkin tidak menyadari perubahan itu. Aras menatap Widya dan seketika itu juga, ia mengalihkan pandang ke arah lain.

"Aaaah kenyang banget. Alhamdulillah," suara Sera terdengar. Ia lalu beranjak. "Ras, Mbak mau ke dalam dulu ya?"

" Iya, Mbak," jawab Aras sambil menyeka mulut dengan tissue.

"Dy, Mbak ke dalam."

"Oh, iya."

Baik Aras maupun Widya tidak bersuara. Widya sibuk membereskan kotak-kotak Tupperware berikut piring dan sendoknya. Gelas dan botol air minum sudah terlebih dahulu disisihkan.

"Ada permen nggak?" Aras menanyai Widya. Sehabis makan begini, mulutnya terasa ditempeli lemak dan aroma kuat bawang putih. Rasanya tidak nyaman.

"Permen ya?" Widya berhenti membereskan kotak makanan dan beralih mengaduk- aduk tas sandang yang dibawanya. Ia menemukan dua bungkus permen chewy rasa mint. "Nih."

Aras mengulurkan tangan, secara sengaja menyentuh kulit punggung tangan Widya. Mengetes apakah reaksi Widya kembali sama.

Widya menarik tangan dan menunjukkan ekspresi kaget.

Aras kali ini menyentuh pergelangan tangannya. Widya semakin menarik diri.

"Kamu mau minta permen atau mau ngapain sih?" Widya nampak menyamarkan kegugupan dengan omelan.

"Gue sama lo udah muhrim," terang Aras enteng.

"Tapi nggak harus pegang-pegang." Widya terdengar menggerutu.

"Nggak suka?" Aras lalu membungkuk untuk mengambil permen yang dijatuhkan Widya. "Lebih dari pegang, gue punya hak."

"Maksud kamu apa sih?"

Aras membalik telapak tangannya hingga menghadap ke atas. "Sentuh, coba."

"Ogah!"

"Takut?"

Widya menggeleng. "Cuci tangan dulu sana!"

Aras menggoda Widya dengan menyorongkan tangan ke dekat hidung Widya.

"Bau banget!" Widya menepis tangan Aras yang beraroma amis.

Aras menyeringai, dan beranjak dari duduk. "Gue cuci tangan dulu."

Widya menghela napas lega. Dielusnya dada yang terasa berdebar-debar. Bukan dada, tapi jantungnya. Padahal barusan Aras menyodorkan tangannya yang berbau ayam suwir.

Cuma tangan aja lho.

Gimana kalau sodorin bibir?

Widya menggeleng-geleng kuat.

"Jangan aneh, Widya. Jangan," ucapnya berulangkali.

***

Keadaan ruang ICU sangat lengang saat Widya masuk ke sana. Sera terlihat sedang tidur di sofa, sementara Aras duduk di kursi dekat ranjang perawatan neneknya.

Ia sedang mengelus rambut nenek yang memutih.

Ternyata nenek juga sedang dalam kondisi tertidur.

"Kenapa nggak pulang?" tanya Aras datar.

"Kenapa sih kerjaan kamu nyuruh-nyuruh aku pulang terus?" Widya protes.

"Karena lo berisik."

Widya menahan nada suaranya sebelum sempat meninggi.

"Siapa yang berisik sih?"

"Ssssshhh."

Widya malah berpikir justru suara Aras barusan yang bisa tergolong berisik.

"Apa sih, Ras? Mending kamu minggir deh. Biar aku yang gantian jaga nenek."

Aras tentunya tidak mau begitu saja menyerahkan kursi yang sedang diduduki.

"Cari kursi yang lain."

"Nggak adaaa."

"Sssshhh."

"Nyebelin banget sih?" Widya membelalakkan mata dan mengentakkan kaki pelan.

Dengan rasa tidak puas, ia pun berdiri di samping Aras. Ia memandangi wajah nenek.

Tidak berapa lama, airmatanya menetes. Ia terharu menatap nenek tengah tertidur, bernapas dengan bantuan oksigen.

"Cepat sembuh ya, Nek?"

Aras menolehnya kemudian berkomentar.

"Sedih gitu."

Widya spontan memukul pelan lengan Aras. "Diam aja deh."

Aras akhirnya memilih menyerahkan kursi kepada Widya sementara ia mengambil posisi duduk di single sofa yang tersedia.

***

Malam itu giliran Widya yang menginap di rumah sakit. Berganti dengan Sera yang sudah pulang sore tadi. Sedangkan Aras malah mengaku akan menginap lagi di rumah sakit. Sebagai pemilik perusahaan, rasanya akan jadi masalah besar Aras tidak masuk kantor selama dua hari. Ia sama sekali tidak menyinggung soal pekerjaan saat Widya ada di sana.

Widya jadi bertanya-tanya.

Aras kenapa sih?

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro