5th

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Lain kali hati-hati."

Aras mengiris kentang tipis-tipis kemudian memberikan potongan-potongan kentang itu untuk mendinginkan bekas luka bakar di permukaan kulit Widya.

Widya menerima potongan kentang dan menempelkan di bagian yang terasa perih. Sebelumnya, Aras membantunya mengalirkan air keran di atas lukanya, dan ia baru tahu jika ternyata kentang juga bisa digunakan sebagai pertolongan pertama.

"Pilih aja mau pake madu atau minyak zaitun," ucap Aras lagi. Ia kembali membawa botol berisi madu dan minyak zaitun. Secara random, Widya mengambil minyak zaitun.

"Thanks."

"Lo segitu ngelamunnya tadi sampai nggak sadar tangan lo kena teflon."

"Bukan masalah besar." Widya mengabaikan, meski kulitnya mulai terasa nyut-nyutan.

Ia cukup tersanjung akan sikap cekatan Aras. Tadinya ia pun sempat berpikir untuk mengambil odol, namun menurut Aras cara itu tidak tepat. Jadi, Widya menurut saja, selama penanganan pertama itu bukan cara ekstrim. Saat tangannya dibasuh air keran, ia baru terpikir jika cara itu pernah dibacanya sekilas entah di mana.

Aras meracik sandwich tanpa bicara apa-apa lagi. Sementara Widya memilih membereskan sisa peralatan masak dan talenan. Ia tidak ikut menjamah bahan-bahan pelengkap sandwich sebelum jadi. Khawatir ada kontaminasi dari tangannya yang luka. Meski kemungkinannya sangat kecil.

Sandwich buatan Aras tersusun di atas sebuah piring. Widya mengambil satu dan ikut makan. Rasa sandwich itu sedikit lebih pedas dari yang biasa ia buat. Aras pasti menambahkan banyak saus sambal pada olesan rotinya.

Aras meliriknya saat mendengar suara kepedasan dari Widya. Aras memang gemar makanan pedas. Tapi Widya tidak menyangka rasa sandwichnya akan sepedas itu. Beruntung ia sudah membuat segelas susu sebagai penawar.

"Oh ya, Ras. Hari sabtu ini jangan ke mana-mana dulu. Rena ulangtahun."

"Rena kemenakan lo?"

"Iya. Anaknya mbak Asti. Aku udah janji bakal datang sama kamu."

Aras menggeleng. "Udah keburu buat janji sama Kalya."

"Acaranya sore kok. Nggak lama. Dua jam juga selesai."

"Gue nggak bisa."

Widya membuang napas. "Ini acara keluarga, Ras. Aku nggak mau sibuk menjelaskan kalo ada yang nanya kenapa kamu nggak ikut."

"Cuma acara ulangtahun kan?"

"Mbak Asti itu sepupu aku yang paling dekat sama aku. Sudah seperti kakak sendiri. Lagian, kapan lagi kamu bisa ikut ngumpul acara keluargaku?"

Aras terdiam. Tangannya mengambil tissue untuk menyeka sudut bibirnya.

Ia tidak begitu dekat dengan keluarga Widya. Selain karena sebagian besar keluarga Widya berdomisili di Surabaya, ia juga merasa tidak memiliki ikatan yang kuat dengan pihak keluarga Widya.

"Nanti gue kasih uang pembeli kadonya." Aras menawarkan.

Widya kembali menghela napas. "Ya sudah, Ras. Nggak usah dipikirin. Anggap saja aku nggak pernah ngasih tau kamu."

Widya menyuapkan potongan terakhir sandwich di tangannya. Sementara ia telah berkorban banyak untuk keluarga Aras, sebaliknya Aras malah bersikap begitu kepada keluarganya.

***

Hai, Lang. Masih marah?

Widya mengirimkan SMS tersebut kepada Elang sebagai penghibur perasaannya yang sedang kesal setelah Aras menolak ajakannya ke pesta ulangtahun Rena.

Andai Elang yang menerima ajakan itu, Elang pasti menyanggupi. Berbeda dengan Aras yang cenderung menjauh, Elang justru sangat dekat dengan keluarganya.

Aku gk pernah marah sm kamu. Kapan bs ketemu?

Widya seharusnya tidak terkejut dengan balasan itu. Elang terlalu baik untuk marah hanya karena perkara pembatalan janji.

Rena ulangtahun. Km temenin aku ya?

Aras gk ikut?

Gak. Jgn tanya kenapa.

Oke.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro