3. Duduk Sebelahan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat masuk ke dalam pesawat, tiket mereka satu persatu diperiksa termasuk Sean dan Deli.

Seperti penerbangan sebelumnya, Deli meminta pramugari yang tengah berjaga untuk membantunya mencari tempat duduknya. Dia tidak mau salah duduk di kursi orang lain seperti saat dulu nonton di bioskop. Seharusnya tidak masalah jika salah. Namun, perempuan itu benar-benar akan malu jika melakukannya.

"Silakan, Mbak. Kursinya di ujung ya," ucap pramugari yang membantu Deli, setelah menemukan kursi perempuan itu.

"Makasih, Mbak," jawab Deli sebelum pramugari itu pergi.

Saat mencoba masuk ke ujung, kursi miliknya. Deli tak sengaja menatap wajah orang yang duduk di sisinya. Matanya membulat setelah tau siapa orang itu. "Mas Sean!"

Sean yang sebelumnya tengah terpejam kemudian membuka matanya secara perlahan. Dengan mata lelahnya, pria itu mengangkat salah satu alis sebagai tanggapan.

Deli yang paham terlihat tidak enak pada sikapnya dan langsung meminta maaf. "Maaf, Mas."

Melupakan Deli, Sean kembali memejamkan matanya berusaha untuk beristirahat dengan tenang.

Di tengah tidur lelapnya, sebuah tangan tiba-tiba memeluk lengan pria itu dengan erat. Sean yang terkejut langsung membuka matanya dan melihat Deli yang tengah memeluknya dengan mata tertutup erat.

"Kamu nggak pa-pa?" bisik Sean takut mengganggu penumpang yang lain.

Deli membuka matanya dan langsung menjauhkan diri. "Maaf, Mas. Maaf saya nggak sengaja."

Tiba-tiba terasa getaran yang cukup hebat dan Deli kembali mendekat ke arah Sean. Memeluk erat lengan pria itu seakan meminta pertolongan.

Mata Deli menatap sekitar, dia benar-benar ketakutan sekarang. Berbeda dengan Deli, Sean malah terlihat biasa saja karena sudah sering kali berpergian menggunakan pesawat.

"Nggak usah khawatir, semuanya bakal baik-baik aja kok," ucap Sean agar Deli tetap tenang. Namun, perempuan itu tidak menanggapinya dan malah terus memeluk lengan Sean sehingga membuat pemiliknya sedikit keheranan juga iba.

"Saya pinjem dulu ya lengannya, saya bener-bener takut, Mas."

Permohonan tulis yang Deli sampaikan membuat Sean tidak bisa menolak. Pria itu kemudian memperbaiki posisi duduknya agar dia dan juga Deli bisa merasa nyaman.

Dalam beberapa menit kemudian Deli sudah tertidur dan membuat Sean sedikit kebingungan setelah melirik heran perempuan itu yang tidak bergerak lagi. Lah, sudah tidur?

Karena tidak mau mengganggu Deli, Sean mencoba untuk mengurangi pergerakan dan ikut tidur bersama perempuan di sisinya hingga mereka sampai ditujuan.

Setelah berbulan-bulan lamanya, baru kali ini Sean dapat tidur dengan nyenyak bahkan sampai pria itu harus dibangunkan oleh pramugari yang ada. "Mas, Mbak, ayo bangun. Kita sudah sampai ditujuan."

Sean dan Deli serempak bangun dengan mata lelah mereka masing-masing. Si perempuan bahkan masih asyik mengusap matanya saat Sean menanggapi ucapan pramugari tersebut. "Baik, Mbak. Makasih sudah bangunin kami."

"Iya, sama-sama."

Sean terlebih dahulu bangun dari tempat duduknya dan mengambil tas yang ada di kabin pesawat. Mata pria itu beberapa kali melirik ke arah Deli yang masih setia di tempat duduknya tengah asyik melakukan peregangan.

Tanpa sengaja, mata mereka bertemu dan Sean terlebih dahulu mengalihkan pandangannya. Deli berjalan mendekat ke arah Sean dan mencoba untuk mengambil tasnya di kabin. Sayangnya, kabin terlalu tinggi dan membuat Deli tidak bisa menjangkaunya.

"Mas, tolong ambilin tas saya juga dong. Nggak nyampe," lirih Deli yang membuat Sean menatap tubuhnya dari atas hingga bawah.

Tinggi Deli hanya sampai dada Sean, mungkin sekitar 155cm-160cm. Cukup untuk ukuran perempuan Indonesia yang memang tidak terlalu tinggi.

Setelah memasang tas ranselnya, Sean ikut membawa tas Deli bersamanya. "Eh, Mas. Kok tas aku dibawa, aku bisa bawa sendiri kok," ucap Deli dengan panik sembari mengikuti Sean yang sudah terlebih dahulu keluar dari pesawat.

Sesampai di ruang tunggu, Sean berhenti dan Deli langsung merampas tasnya. Dengan dada yang naik turun karena mengejar Sean, Deli berkata, "Jangan becanda gitu dong, Mas. Aku capek!"

Interaksi keduanya berhasil menyita perhatian relawan lain, terutama para perempuan. Mereka saling berbisik menceritakan sikap Deli yang begitu agresif pada Sean. Ya kalau bisa dibilang, mereka cemburu pada Deli yang bisa dekat pada Sean.

"Selamat siang teman-teman, jadi kita sudah sampai di tempat tujuan. Setelah ini kita harus pergi menggunakan mobil selama kurang lebih tujuh jam. Sebelum itu, kita akan makan siang terlebih dahulu ya untuk mengisi energi."

"Siap, Mas," jawab mereka serempak sembari mengikuti Rio yang tengah berjalan menuju sebuah restoran. Restoran tersebut berada di area bandara karena memang mereka tidak punya banyak waktu untuk pergi ke tempat lain.

Sebuah meja panjang kini dipenuhi dengan para anggota relawan yang berjumlah 11 orang, termasuk Rio sebagai tour guide. Deli mengambil tempat paling ujung bersebelahan dengan Ara, teman barunya.

Mereka asyik berbincang dan memperkenalkan diri mereka masing-masing. Syukurnya, mereka bisa cepat akrab walau sifat mereka sangat berbeda. Ara adalah perempuan pendiam yang berbicara seadanya, berbeda dengan Deli yang suka berbicara tentang banyak hal.

Dari sisi lain meja, Sean terus memperhatikan Deli yang wajahnya terlihat jelas dari arahnya. Senyuman perempuan itu membuatnya ikut tersenyum padahal tidak berada di dekatnya.

"Mas mau tempe nggak?" tawar Oci, perempuan yang berada di hadapan Sean.

Sean yang sebelumnya tengah memperhatikan Deli langsung menoleh ke arah Oci. Mata pria itu menatap tempe yang sudah ada di sendok yang Oci angkat, siap untuk berpindah ke piringnya.

Karena kurang menyukai tempe, Sean menggeleng pelan. "Sebelumnya makasih atas tawarannya. Tapi, saya nggak suka tempe."

"Oh gitu," ucap Oci dengan raut wajah yang berubah sedih. Sendok yang sebelumnya dia sodorkan langsung kembali dia tarik dan tempe yang ada di atasnya langsung dia taruh ke atas piringnya.

Sean tentu ikut merasa bersalah. Namun, dia tidak bisa melakukan apapun dan membiarkan suasana sekitarnya menjadi hening.

Tepat pukul satu siang, mobil yang akan membawa mereka sampai. Ada dua mobil yang akan mereka gunakan dan kelompok tersebut langsung dibagi dua.

Deli dan Ara masuk ke mobil pertama. Mereka duduk berdampingan sembari terus berbincang. Tak peduli pada tatapan aneh yang terus memperhatikan mereka.

Tak lama kemudian, Sean ikut masuk dan duduk di sisi Deli. "Loh, Mas masuk mobil ini?" tanya perempuan itu yang membuat Sean mengerutkan dahinya.

"Emangnya nggak boleh? Kalau nggak boleh, saya keluar aja."

Sean sudah bersiap untuk keluar. Namun, tangan Deli menahan kepergiannya. Dia tidak bermaksud mengusir Sean. "Bukan gitu maksud saya, Mas. Saya cuman nanya kok."

"Ya udah, kalau gitu."

Mengakhiri perdebatan mereka, Sean memutuskan untuk diam dan berniat untuk istirahat karena rasa kantuknya tiba-tiba datang. Namun, karena Deli dan Ara masih terus berbincang. Sean menjadi tidak bisa tidur dan malah ikut mendengar semua cerita yang Deli juga Ara bicarakan.

Istilah kerennya, Sean tengah menguping pembicaraan kedua perempuan itu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro