Done

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[Konfliknya dimulai nih. ]


Lelaki itu menyeringai begitu mendengar suara temannya.

Jimin kini duduk di sofa besar Apartement miliknya. Ia menatap pantulan dirinya dari cermin berukuran panjang di depan sofa.

Lagi-lagi ia tersenyum penuh kemenangan. Menatap dirinya sendiri yang sudah rapih dengan setelan kaos belang-belang dan ripped jeans biru muda.

Simple memang style seorang Park Jimin. Tapi, meskipun hanya mengenakan kaos dan jeans biasa, apapun yang di kenakannya tetap akan membuat orang sekitarnya tergila-gila. Terutama untuk para gadis.

"Ya, hyung?" Tanya lelaki itu, menunggu seseorang melanjutkan perkataannya di sambungan telepon.

"Yoora? Apa yang akan aku lakukan dengannya?" Suara dingin khas Yoongi menggema di Apartement Jimin. Meskipun tidak di loudspeaker.

"Menurutmu?" Jimin kembali menyeringai dengan penuh kemenangan.

"Dengar, Jim. Aku ragu saat kau mengatakan kau akan mempermainkan gadis aneh sepertinya. Tapi, mendengar kau berpacaran dengannya itu.. Kurasa kau benar-benar menyukainya." Ucap Yoongi.

Seringai Jimin perlahan memudar mendengar ucapan teman---- yang lebih tua darinya---- itu. Ia menggigit bibir bawahnya ragu.

Benar juga. Ia masih ragu akan perasaannya. Meskipun Jimin telah mengatakan 'aku mencintaimu' berkali-kali pada Yoora, ia tidak merasa bahwa ia benar-benar mengucapkan itu.

Dan meskipun Jimin jatuh cinta pada Yoora, ia akan berusaha untuk tidak mencintai gadis itu. Karena sesungguhnya...




Jimin menyimpan sedikit perasaan pada Jennie.




Ia menjadi begitu penasaran mengapa Jennie tidak mendekati dan menggodanya lagi. Kau tahu, seorang playboy tidak bisa di perlakukan seperti itu.

"Hei, kau dengar aku?" Suara Yoongi membuat kesadarannya kembali.

Jimin meremas ponselnya erat. Kemudian, ia kembali tersenyum menatap dirinya di cermin.

"Aku tidak benar-benar menyukainya. Jadi, kau mengerti apa maksudku?" Ujar lelaki itu memberi penekanan pada kata 'mengerti'

Di seberang sana, Jimin bisa mendengar Yoongi menghela nafas.

"Jimin, kau sangat kejam. Hati wanita itu---"

"Aku tahu. Hati wanita, bukan aku." Ucap Jimin diiringi dengan kekehan meremeh.

"Sebaiknya kau berhenti, lebih baik lagi kalau kau menyerahkannya pada Jungkook saja. Jim, aku sama sepertimu. Suka hal yang berbau dengan club. Tapi, aku tidak pernah memainkan hati wanita seperti itu. Apalagi kau adalah trainee di salah sat-"

Jimin mendengus kesal.

"Jungkook kau bilang? Tidak akan. Dan soal BigHit, selama aku belun debut. Aku akan tetap seperti ini." Ucap Jimin dengan dingin.

"Baiklah, terserah. Asal kau mau menerima karmam-"

"Aku tutup dulu, hyung" Jimin menekan tombol merah dengan kesal.  Menurutnya Yoongi munafik. Karena mau memainkan hati wanita atau tidak, keduanya tetap termasuk dalam kategori playboy.

Ia melempar ponselnya asal, kemudian berjalan menghampiri cermin. Ia sedikit menyisir rambutnya ke belakang.

Tidak lupa dengan senyumnya yang mengembang. Ia harus terlihat sanat ceria di kencan pertama mereka. Bukan?

Lalu, Jimin berjalan ke arah dapur untuk meminum segelas air dingin. Untuk membasahkan tenggoroknnya yang terasa kering.

Drt.. Drtt..

Ponselnya bergetar, dengan cepat Jimin berjalan menuju sofa untuk mengecheck ponselnya sembari bersenandung.

BaeYoora: Aku sakit hari ini, aku ragu apakah kita akan tetap kencan atau batalkan saja? Ottokeyo? Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu. (Bagaimana ini)

Jimin mengeryitkan dahi, setelah membaca pesan yang di kirim kekasihnya, ia membaca ulang kembali. Mencerna pesan itu secara perlahan.

Jimin berhenti bersenandung, senyum dan keceriaannya perlahan memudar.

Namun, sedetik kemudian ia tersenyum lebar. Memikirkan seseorang yang akan di ajaknya untuk pergi keluar.

PJimin: Cepat sembuh~ jangan dipaksakan. Kita bisa kencan lain hari~ Aku akan pergi ke rumah orang tuaku. Jangan lupa minum obat, sayang~

Jimin menekan tombol sent dan kembali menyeringai. Ia menekan tombol keluar dari app Kakaonya. Dan beralih menuju telepon.

Drtt.. Drtt.. Drtt..

"Yeobuseyo?"

"Jennie-ah, bisa menemaniku hari ini?"


-----------------

Yoora memijat pelipisnya sedikit kuat. Baru beberapa menit yang lalu ia bangun dari tidurnya.

Pusing di pagi hari jarang sekali untuknya. Ini yang pertama kali. Maksudnya, pertama kali pusingnya sehebat ini.

Pandangannya bahkan sempat kabur dan nafasnya juga terasa panas. Ia yakin. Sangat yakin, bahwa ia sedang sakit sekarang.

Kini, Yoora mencoba untuk bangun dan menyandarkan punggungnya pada dinding ranjang.

"Daniel oppa!" Panggil Yoora sedikit berteriak dengan suara tidak bertenaga.

"WAEEE?" Jawab sang pemilik suara dari lantai bawah. (Kenapa)

Yoora mendengus. Jika Daniel teriak seperti itu, tandanya ia sedang bermain game dengan stik ps nya.

Dasar anak tua pengangguran.

"Ya! Simpan dulu stikmu itu. Aku butuh bantuanmu, oppa." Ucap Yoora sedikit berteriak. (Hei)

Tidak ada balasan dari Daniel. Namun beberapa detik kemudian suara ribut dari layar sudah tidak terdengar lagi.

"Sakit apa?" Tanya Daniel, Yoora bisa mendengar langkah seseorang yang sedang menaiki tangga menuju kamarnya.

Langkah Daniel terdengar sedikit creepy.

"Aku tidak tahu." Balas Yoora melemas.

Lalu, ia merasa ada sesuatu yang kental baru saja menetes.

"Kau merepotk- Astaga Yoora!" Daniel terkejut, ia segera memasuki kamar Yoora dengan terburu-buru. Bahkan, kakinya hampir menendang pintu kamar Yoora.

Yoora mengeryitkan dahinya bingung, "ada apa?"

"Kau mimisan lagi."

☆☆☆☆

Kini darah yang mengalir dari hidung Yoora sudah berhenti. Karena Daniel,  melakukan segala cara agar darahnya mau berhenti mengalir.

Lelaki bergigi kelinci itu kini duduk di hadapan Yoora dengan cemas. Memperhatikan bagaimana sepupunya itu melahap bubur buatannya.

"Akhir-akhir ini, aku merasa ada yang aneh denganmu." Ucap Daniel seraya menempelkan punggung tangannya pada dahi Yoora.

"Aku hanya sakit biasa." Ujar Yoora santai, kembali melahap bubur itu hingga bersih layaknya sebuah mangkok yang baru selesai di cuci.

Daniel mendecak cemas, "Tidak mungkin kau sakit berhari-hari." Ujar lelaki itu seraya memeluk dirinya sendiri.

Yoora terkekeh, Daniel terlihat sangat imut saat memakai hoodie pink muda yang kebesaran juga dengan eskpresi cemas seperti itu.

"Lagian, kemana sih Jimin. Kekasihnya sakit, malah aku yang urus." Omel Daniel sebal.

Yoora hanya terkekeh, dan ia tersadar akan su-

"OMO, AKU LUPA." Yoora menepuk dahinya keras. Membuat Daniel tersentak kaget. (Astaga)

"Lupa apa?" Tanya Daniel bingung.

"Aku akan kencan dengan Jimin hari ini." Ujar Yoora senang. Ia melupakan kepalanya yang masih terasa pusing sejenak.

"Kencan?" Daniel mengangkat kedua alisnya.

Yoora mengangguk dan segera beranjak untuk bersiap-siap.

Sret.

"Diam saja di rumah." Ujar Daniel setelah menarik pergelangan tangan Yoora. Membuat gadis yang lemas itu dengan mudahnya kembali duduk di ranjang.

"Tapi-"

"Aku tidak mengizinkanmu, Kang Yoora." Raut wajah Daniel berubah menjadi serius. Sepertinya lelaki itu sangat amat tidak ingin sepupunya itu pergi.

"Aish, kenapa? Aku tidak ingin mengecewakan Jimin. Lagipula margaku ini Bae bukan Kang."

"Kau sedang dalam keadaan sakit. Aku tidak akan mengizinkanmu. Tunda saja. Kau harus ke dokter."

"Tapi, oppa.. " Yoora memasang wajah memelasnya.

"Tidak."

"Aku akan mengantarmu ke dokter, jadi bersiaplah. Pakai hoodieku, celana trainingku juga, yang tebal. Aku juga sudah menelepon bibi, katanya ia akan pulang besok." Ucap Daniel layaknya seorang rapper handal.



---------------

Gadis bersurai cokelat muda itu menghampiri Jimin dengan ragu. Jangan lupa, ada perasaan senang juga dalam hatinya.


Jimin mengukir sebuah senyuman lebar, setelah ia menunggu lama di depan Apartement Jennie. Akhirnya Jennie datang.

Di tambah dengan pakaian yang membuat gadis itu terlihat cantik, dan seksi. Meskipun bukan pakaian yang terbuka.

"Hei." Sapa Jimin dengan nada kaku. Dia tidak pernah bertemu dengan Jennie di luar sekolah.

"Eoh, Jimin-ah. Tumben sekali.. Yoor-"

"Jangan bahas dia hari ini, bisa?" Jimin melebarkan senyumnya, seraya membukakan pintu mobil untuk Jennie.

Jennie mengangguk. "Tentu saja." Namun, ia melangkahkan kakinya tepat di depan pintu mobil yang sudah di bukakan lelaki itu.

"Tapi, aku tidak bisa mempercayai ini. Kau.. "

"Harus ku cium dulu? Baru kau percaya?" Jimin terkekeh.















For a moment he forgot about Yoora, forgetting what he had done to Yoora.



-------------

To be continue~
Vote and spam comment for next update~
Xx,
Chelsea.


Oke guys. Cece bakal buat chapt chapt selanjutnya semakin greget wkwk.

Btw, ada yang bisa nebak Yoora kenapa? ~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro