✧ Ngambek ✧

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Siap untuk komen tiap paragraf?
Ditunggu vote and comment-nyaa ✿

⑅ — ☆ — ⑅

Brak!

"Hazel, buka pintunya!" Pintu kamar Hazel baru saja dibanting pemiliknya dan kini digedor kasar oleh Valdo sambil memanggil namanya.

"Zel, sorry. Open the door. Please," pinta Joshua melemah.

Panggilan-panggilan mereka terus menyuara, menembus dalam bilik kamar yang empunya nama. Sedang di sisi lain, dia yang mereka serukan namanya masih mandi, jelas saja suara mereka kalah dengan gemericiknya air.

"Loh, Den, ngapain kok lesehan di depan pintu kamar Non Hazel?" tanya bi Onik. Di tangan beliau ada dua kucing kesayangan Hazel tak lain tak bukan adalah Luna dan Luki.

"Anu, Bi. Kayaknya Hazel ngambek, deh, sama kita. Tadi di sekolah gak sengaja dibentak Valdo kebetulan pas Joshua marah-marah sama pacarnya eh sekarang udah jadi mantan pacarnya," jelas Joshua. Bi Onik manggut-manggut saja dan mengetuk pintu, tak lama kemudian dibukalah pintu tersebut.

"Halo, anak-anak Ami! I miss you so bad," sapa gadis yang kepalanya masih berbalut handuk itu sambil mengelus gemas kepala kedua kucingnya.

"Sini, Bi, Lunanya. Bibi bawain Luki ke dalem, ya."

"Iy-"

"Gak usah, Bi. Biar kita aja," sela Valdo sembari merebut pelan Luki.

"Eum, Bi. Kayaknya Hazel bisa deh gendong mereka berdua. Sini sama Hazel aja." Menghiraukan perkataan Valdo, Luki beralih ke gendongan pemiliknya. "Kalian masuk," suruh Hazel setelah menurunkan dan mendorong pelan mereka.

Baru saja ia akan menutup pintu tetapi gagal saat teringat sesuatu. "Oh, iya, Bi. Pesanan Hazel yang tadi pagi udah jadi?"

"Belum, Non. Baru mau Bibi panggang," jawab wanita paruh baya itu. Setelahnya ia pergi menuju dapur, melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda tadi.

•••

"Zel, kita jangan dicuekin dong!"

"Apa?"

"Jangan dicuekin," ulang Valdo.

"Oh, Luna mau cemilan? Wait, Ami ambilin kayaknya di nakas ada." Sungguh mereka malu, mereka kira Hazel sudah mau bicara dengannya tetapi salah, Hazel mengajak bicara Luna.

"Gue minta cookies lo ya, Zel," pinta Joshua. Berharap kali ini Hazel mau merespon.

"Luki kemana, Lun? Ohh, sembunyi di selimut. Ya ampun, anaknya Ami lucu banget, sih. Sini-sini ngemil sama Ami." Lagi-lagi dua cowok itu dicuekin.

Ditengah kegiatan Joshua yang mengacak rambutnya frustrasi. Valdo membuka ponsel, beberapa detik kemudian suaranya terdengar. "Oke gugel, cara meluluhkan hati wanita yang lagi ngambek."

"Cara meluluhkan hati wanita yang lagi ngambek dengan meminta maaf, beri pelukan, beri kejutan." Joshua menoleh, tersenyum saat otaknya menemukan beberapa cara agar Hazel berhenti mendiaminya.

"Minta maaf? Udah dari tadi sampai gue bosen. Beri pelukan?"

"Lo aja deh, kasih pelukan gue ogah. Maksudnya, gue ogah kayak dulu, tiba-tiba meluk dia eh, masa depan gue ditendang. Kan gue trauma," potong Valdo.

"Kasian bener nasib lo," kelakarnya. Joshua kembali bergumam, "Beri kejutan." Lalu terdiam.

"Gue punya otak!" seru cowok berdarah Jogyakarta itu heboh. Hazel yang masih asyik bermain kucing menoleh tanpa suara, Joshua pun seperti itu.

"Emang lo punya otak?" tanyanya santai setelah menggigit cookies. Seperti halnya reflek perempuan, ia menggeplak lengan atas kokoh laki-laki menyebalkan itu.

"Maksudnya gue punya ide. Sini kuping lu." Joshua mendekatkan telinganya dan dia berbisik. Sesaat kemudian, ia mengangguk singkat dan tampak sibuk dengan ponselnya.

•••

"Buat lo, jangan marah lagi, ya," ucapnya sambil menyodorkan buket bunga berukuran sedang.

Hazel melirik buket dan pemilik tangan bergantian. "Sorry, gue bukan makam yang butuh bunga."

Di sofa, Valdo menahan tawanya mati-matian hingga hampir mati. Maksudnya, game yang ia mainkan hampir kalah gara-gara menahan tawa. "Sini, gantian gue. Tunggu aja sebentar lagi," titah cowok itu dengan kepercayaan diri yang tinggi.

Panggilan dari luar kepada Valdo membuyarkan keheningan yang tercipta di malam ini. Ya, memang mereka sudah berjerih payah sejak sore hingga malam menyapa dan syukurnya tanpa ada tanggapan dari pihak yang diusahakan. Miris sekali nasib keduanya.

"Buat sepupu gue yang paling cantik, paling baik, paling-paling segalanya. Nih, buat lo. Jangan marah lagi, ya, gue tau lo suka cokelat, makanya gue beliin cokelat yang banyak khusus buat lo. Nih, ambil," paparnya, senyum pun tersungging untuk menambah kesan bahwa ia serius di setiap perkataannya.

Lagi-lagi ia melirik buket cokelat itu sekilas. "Lo mau bikin gue gendut atau mau bikin gue terserang diabetes?"

"Enggak! Enggak buat sekarang semua kok, bisa untuk besok-besok lagi, Zel," kilahnya. Hazel menggeleng, bergumam lirih pada kedua kucingnya menghiraukan nasib Valdo yang sama seperti Joshua.

•••

Kini mereka sedang makan malam, saling diam. Hazel yang masih kesal dengan keduanya juga keduanya yang kesal dengan tingkah Hazel yang masih diam. Luna dan Luki juga sudah pindah ke kamar mereka. Awalnya dua hewan berbulu itu ingin ditidurkan di kamar sang pemilik. Namun, dicegah oleh bi Onik yang kala itu memanggil mereka agar makan malam.

Hazel sibuk berselancar di dunia maya, Valdo sibuk menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan dan Joshua yang sibuk membantu bi Onik.

"Non, mau menu lain?" tanya bi Onik. Ekor matanya tadi tak sengaja melihat ada beberapa makanan di ponsel sang majikan ditambah mata berbinar-binar dan raut mupeng mampu membuat bi Onik mengangguk singkat.

"Ehm? Emang boleh, Bi? Bibi kan udah masak banyak banget," kilahnya.

Wanita paruh baya itu mengangguk cepat dan tersenyum. "Boleh dong! Non mau apa? Bibi masakin atau mau order aja?"

"Dimasak-"

"Hargain usaha Bi Onik, bisa? Beliau udah masak segini banyak dan lo minta menu lain, emang nyusahin," potong Valdo. Entahlah, sejak ia tolak cokelatnya sikap Valdo tambah menyebalkan.

"Gak apa-apa kok, Den. Jadi, Non Hazel mau apa?"

"Simple aja kok, Bi. Hazel mau sosis teriyaki, boleh, 'kan?" Segera saja ia sanggupi. Toh, tidak sulit, bukan?

Beberapa menit kemudian, sosis teriyaki keinginan Hazel telah di depan muka, aromanya yang harum menguar menusuk indra penciuman. Valdo yang tadi mencibir secara tak sadar mengambil beberapa sosis menggunakan sendok. Namun, gagal ketika Hazel memukul punggung tangannya.

"Gak boleh! Lo nyinyir, males!"

"Ayolah, Zel. Gue pengin cicip dikit aja, deh. Boleh, ya ya ya?" Hazel tetap menggeleng dan melanjutkan acara makannya.

Sebenarnya dari awal mereka pulang hingga makan malam, bi Onik memerhatikan ketiganya lekat. Ia peka ada masalah diantara mereka dan kalaupun dibiarkan begitu saja tanpa adanya pengertian dan penjelasan dari mereka dengan bantuan dirinya, masalah ini tak akan selesai dan semakin runyam, sama seperti yang lalu-lalu.

"Sini, deh. Bibi mau dengar penjelasan dari kalian. Yuk, deketan sama Bibi," titahnya, masih di ruang makan. Usai mereka duduk tenang, bi Onik kembali berucap, "Kalian ini ada apa? Siapa yang mau jelasin dulu?"

"Mereka marahin Hazel di sekolah, Bi. Valdo bentak Hazel tepat di sebelah telinga Hazel juga, Bi." Hazel mengawali penjelasan.

"Gue udah minta maaf sampai nurunin gengsi. Beliin lo bunga, Valdo pun beliin lo cokelat dan lo masih marah, wajar?"

Perdebatan terjadi, gebrakan meja sesekali terdengar. Satu jam kemudian berkat bi Onik akhirnya mereka berbaikan.

"Oke, sorry!" Dan kini mereka berpelukan kembali. Kembali seperti semula, akur.

⑅ — ☆ — ⑅

26 Agustus 2021

- 🐾

Gimana sama part ini? Semoga sukaa yaa!
Bantu aku dong, rekomendasiin ke teman-teman kalian biar makin banyak nih yang kenal Hazel dkk.
Boleh juga yang mau share BSI ke tiktok dan ig, bisa sekalian tag aku yaa, @helennfebry_.

Komen next banyak-banyak biar aku fast update!!

SPAM FOR NEXT CHAPTER!!! ☘️☘️

✨ t h a n k  y o u ✨

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro