cahaya berpendar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng






ada satu malam penuh akan kuhabiskan di house party teman-temanku atau undangan table disebuah restaurant tertutup yang cahayanya redup, yang dipojok pojok tempatnya selalu di penuhi dengan harsat cinta yang tidak terbendung dari dua orang, laki-laki dengan perempuan atau bahkan sejenisnya, lalu di meja mejanya penuh puluhan botol alkohol atau gelas gelas kaca memabukan yang sudah setengah diminum, kadang jika main lebih jauh kau akan melihat sebuah transaksi ilegal soal obat obatan terlarang. 

tidak ada waktu khusus untuk aku datang kesebuah perkumpulan orang sedang menikmati dunia, kadang hanya aku ingin saja meminum minuman yang hanya dijual disana, atau karena kamarku terlalu sepi membuatku bertahan hingga pagi, atau bahkan hanya sekedar ikut party dan datang bersama cezka. benar-benar tidak ada alasan khusus. 

tanggapan adji, biasa saja, mungkin ia lebih waspada pada notifikasi ponselnya sejak aku bilang akan datang ke house party milik valeen atau ke holywing atas undangan teman teman nongkrong, mungkin ia khawatir tiba tiba aku mengiriminya pesan untuk menjemputku karena scanario terburuk diotaknya benar-benar terjadi. 

Adji, bukan tipe yang gemar ke tempat ramai penuh maksiat seperti itu, maksudku ia juga anak muda sepertiku, sepertinya ia lebih gemar ke tempat bir mexico yang isinya perkumpulan pria-bir - rokok dan bisa juga menyewa perempuan berbuah dada besar untuk menemanimu bermain casino atau remi sepanjang malam. ia lebih suka bermain kartu sepanjang malam dengan keadaaan mabuk lalu bercerita tentang ocehan ringanya pada sesama pria disana. 

sekali aku pernah datang bersamanya ke tempat bir mexico langgannya di pojok kota, kesempatan itu berakhir jelek karena aku benar benar tidak bisa berkata-kata melihat perempuan sewa disana bergerak bebas tampa satu helai pakaian kesana kemari menggoda seluruh pria. perempuanya dikit, namun cukup mencolok diantara pria pria yang berkumpul bermain kartu. 

diam-diam ketika aku meninggalkan adji dan bilang ingin ke toilet, aku ajak bicara salah satu perempuan penghibur yang sedang memperbaiki riasan di kaca toilet. walau gugup, aku memberanikan diri untuk bertanya.

aku menyapanya, dengan kikuk. ia tersenyum tipis, membalas sapaanku lewat pantulan kaca dihadapan kami. langsung saja ke point, aku bertanya apakah dia atau temanya pernah melayani pria yang datang bersamaku, perempuan ini diam cukup lama sambil merapihkan lipstik merah darah pada bibir tebalnya, lalu akhirnya setelah hening mencekam, ia menggeleng. 

katanya, teman temanya hanya melayani pria diatas 30 tahun, alasanya karena memang pria umur segitu yang sudah memiliki uang dan bisa mereka manfaatkan. hal ini membuatku lega, bernafas santai setelah aku menahan nafasku. 

sejak itulah aku tidak pernah cemburu hebat ketika adji bilang ia akan ke bir mexico, sesekali aku tanya ia saat disana, kugoda dengan kata kata untuk jaga matanya melirik sesuatu yang telanjang mondar mandir disana, ia mengirimiku voice note tertawa dan mengerti. 

jadi soal adji dan hiburanya, bisa di handle dengan mudah.

namun, soal aku dan party, kami belum benar-benar menemukan jalah keluar permasahanya. adji terlalu tertutup soal kasus ini, aku ribuan kali bertanya jika ia tidak suka aku pergi maka bilang saja, dan seperti jawaban ribuan kalinya ia membalas dengan ; lakukan sesukamu. aku pernah mengajaknya, namun saat itu jadwalnya bentrok, menurutuku itu hanya seperti bualan, alasan engganya ia ikut bersamaku pada malam itu. 

berbeda dengan cezka, ajun kadang ikut dengan kami. pria itu selalu berdiri di sekitar cezka dalam radius paling jauh lima meter, dan paling dekat adalah--mereka memojok dan menyatu dalam sebuah harsat, seperti kekasih yang di sekitar mereka--memojok dan melakukan hal yang sama. 

jadi jika aku pergi bertiga, ( cezka, aku dan ajun) sudah di pastikan aku akan pulang sendiri, atau kadang adji menawariku untuk diantar pulang olehnya. berangkat bertiga sama saja seperti aku pergi sendiri, mungkin saat baru masuk kami akan berbincang ringan berkomentar tentan suasana malam kali ini, dan sebelum ditinggalkan aku meninggalkan mereka berdua lebih dulu, kemana saja, mungkin bergabung dengan Athanasia dalam permainan drunk glass nya, perempuan famous banjir uang ini selalu di kerumi banyak orang jika berada dalam party night seperti ini.  

kesempatan kali ini, sedikit berbeda. aku datang bertiga, cezka dan ajun. club berkedok restaurant di sebuah motel pojok jakarta. cezka tahu bahwa seharian ini aku belum membuka mulutku untuk memasukan makanan, jadi ia terus mengomel dan mengingatkanku sesampainya disana aku harus memesan makanan sebelum meminum apapun, cezka memang tahu segalanya tentangku, namun malma itu satu-satunya hal yang ia tidak tahu adalah aku masih perang dingin dengan adji.

selepas kejadian melihat pengaman bekas dikamarnya, dan ia mengusirku, tidak ada alasan untuk aku menghubunginya duluan, selain karena mungkin adji butu waktu sendiri aku juga seedang kalut di kuasai amarah. sejak ajakan table datang dari yudis, aku sudah berniat akan jatuh mabuk malam ini, aku ingin memanfaatkan minuman itu disituasi kacau--aku patah hati.

sejujurnya, aku sudah berekpetasi bahwa restaurant nya akan mewah, karena lima crazy rich negara ini akan datang pada night party kali ini, namun ternyata ekpetasiku seperti berharap ada internet di korea selatan, nyatanya negara itu selalu menyediakan wifi dimanapun dengan kecepatan paling tinggi. 

ini bukan terlihat seperti restaurant, pool party mungkin. acaranya semi outdoor, bar dan barista table berada di dalam ruangan yang terdapat pendingin ruangan, sedangkan dance floor dan pangungnya berada di outdoor, dekat pool yang sudah ramai di penuhi manusia manusia minim busana dengan keadaan basah. 

baru masuk, aku menuruti kata kata cezka, ke bar dan memesan menu nasi goreng. aku duduk disana diam menunggu pesananku datang, melihat cezka yang mulai berbincang dengan mungkin kenalanya? dan ajun mejelajah ke area outdoor, mungkin ia tertarik dengan pool nya, cahaya di pool partynya bewarna ungu, mungkin membuat ajun tertarik. 

"gua kira lo salah masuk restaurant pas mesen nasigoreng"

pertanyaan itu membuat melamunku buyar, menoleh dan menyapu pandangan pada pria berambut gondrong dengan mata tajam. aku merasa tidak asing, wajahnya seperti aku pernah melihatnya entah dimana. "siapa?" aku bertanya

ia menjulurkan tanganya, "kenalin, Axelle"

basa basi, aku menerima uluran tanganya tampa berniat memberi tahu namaku. "do i know u? muka lo familiar" aku kembali bertanya

badan tingginya menarik kursi bar sampingku, ia perlahan duduk disana dengan sebotol alkohol ditangannya, walau botolnya sudah seperti kosong setengahnya, aku tidak melihat tanda tanda mabuk dari wajahnya atau gerakanya. sekilas aku tahu bahwa Axelle peminum yang handal. 

"temen yudis bukan? gua liat di snapgramnya" katanya

aku menganguk-anguk. "oh lo temen yudis. iya gua temen yudis"

ia menjulurkan botolnya, sejujurnya botol yang ia bawa ini mungkin sekitar 15 sampai 20 juta, anggur yang sudah di fermentasi puluhan tahun serta dibikin langsung di paris, pada saat ia menjulurkanya aku sangat.sangat.sangat tertarik untuk meneguknya juga. tapi aku menahan diriku. mabuk ditempat asing bersama pria tidak dikenal, aku harus menahan diriku sebelum kesialan akan menimpaku esok pagi ketika kembali sadar.

aku menggeleng, menolak halus. 

untungnya ia mengerti, tidak memaksa. "jadi, kenapa bisa sendirian disini?gua tebak, patah hati?" ia mulai bertanya

terkejut, aku tertawa pelan menangapi responya. "muka gue keliatan jelas lagi patah hati ya?"

"lo boleh cerita kok, mungkin orang asing kaya gua bisa ngasih saran? atau sekedar jadi pendengar lo doang"

aku tidak terlalu ingat bagaimana dan sejak kapan aku mulai bercerita dan menghabiskan botol alkohol axelle hingga aku sangat sangat mabuk. sekilas aku mengingat tingkah bodohku  mendadak menangis seperti bayi dan secara mendadak tertawa nyaring dan lebih bodohnya menceritakan masalahku dan adji saat ini kepadanya, ingatan terakhir yang aku ingat adalah dengan bodohnya;

aku berlari dengan suka hati lalu menyemplungkan diri kedalam kolam renang disana, masuk dan membiarkan tubuhku perlahan tenggelam masuk dan akhirnya axelle harus ikut nyemplung untuk menariku kembali ke atas dan menghirup udara.

selanjutnya aku benar benar tidak ingat, seperti kertas film yang beberapa partnya hilang atau rusak karena sesuatu.

aku kembali membuka mata, pandanganku sudah bukan cahaya berpendar seperti di pool party malam itu, bahkan seekarang sudah tidak malam. melainkan sebuah plafom putih dengan cat tembok bewarna biru dongker, setelah berusaha mengeyampingkan after effect yang selalu membuat pandanganku berputar, aku baru sadar dimana aku.

fakta bahwa ini bukan ruang yang berhubungan dengan axelle membuatku lega, walau hubunganku dengan adji masih dalam situasi yang kurang baik tetap saja au merasa masih ada tanggung jawab untuk membatasi diriku pada pria lainya. 

menarik nafas panjang, aku mulai menyusun kalimat apa yang aku harus sampaikan pada pemilik kamar ini, 

belum tuntas aku berfikir, adji sudah menarik kenop pintu, datang dengan segelas air dan sepiring roti bakar. 

matilah aku...



_____________










































Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro