Irama rumput

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng










Memang benar kata pepatah, jika kita tidak berilmu maka segalanya terlihat lebih mudah dari pada kita belajar dan menyelam, segalanya menjadi rumit. pengetahuan adalah beban yang di tanguh, coba lihat orang odgj di tengah pasar sana, mereka menjadi orang paling bahagia tuh! hidup tampa beban karena memang tidak punya akal, namun tetap saja sih aku masih bersyukur menjadi normal seperti ini.

quotes itu menjadi related ketika aku mulai menyemplung dunia seni, terlebih jurusan dkv fakultas seni rupa yang aku ambil. awal mulanya mengambar garis semudah mengangkat bulu kini menari garis saja butuh rumus dan kefokusan yang sangat tinggi! semuanya kini menjadi riwet dan menumpuk!.

tidak bisa lagi sore hari bersantai sambil menunggu waktu kelas sanggar tari. semuanya melilitku, memaksa ku memegang kuas dan pencil tiap harinya. dulu yang hanya menyentuh kuas ketika mood saja, sekarang dipaksa keadaan kami pun berkencan, aku sudah beberapa kali berselingkuh mencari kuas lainya yang nyaman di tanganku. dulu melihat pemandangan begitu asyik dan menyejukan, kini melihat pemandangan membuatku pusing duluan teringat bagaimana pemandangan ini untuk di lukis, bagaimana metodenya bagaimana penawarnaanya, membuatku jengkel.

sepertinya selain aku yang jengkel, Cezka juga ikut jengkel melihatku bolak balik merobek kertas dan meremas selembar kertas untuk di lempar ke dalam tasku. piknik santai kami dipelataran hutan kota berubah menjadi piknik stress terpaksa keluar karena tugas. aku mendapat tugas arsir dan cezka mendapat tugas essai soal masyarakat sekitarnya.

sambil memandangku letih, cezka berhenti sejenak dari jarinya yang bergerak cepat di atas laptopnya. "Ra, itu udah bagus tau!" keluhnya

iya bagus, tapi di mata dosen ku ini cuman layak di jadiin kertas bungkuk lotek tahu! alias tidak bernilai dimatanya. "sorry."

aku kembali menatap kertas ke 7 pada sketsaku kali ini, masih putih bersih. ya seperti biasanya, mood ku kembali hilang terbawa angin, padahal hanya menjiplak apa yang aku lihat : dua orang sejoli yang sedang bermain dengan anjingnya. mengapa begitu sulit? ah sangat sulit! tanganku yang membuatnya sulit! tugas arsir benar benar membuatku mati perlahan.

menyerah dengan tugas, aku menaruh sketsa ku jauh jauh dariku, sebelum aku benar benar muntah akibat pusing mending di beri jeda dulu. benar, mari kita rebahkan tubuh ini yang sudah bekerja keras hingga bisa bertahan sejauh ini (bekerja keras ; bernafas)

merebahkan diriku di atas kain piknik cream kami, aku menutup mataku alih alih bertatapan dengan luasnya langit biru yang sedang menatapku. hidungku fokus menikmati aroma manis dari gerobak jualan arumanis yang tidak jauh dari kami.

sejujurnya gerobak biru dan merah muda itu sudah menarik perhatian ku sejak kami datang kesini, tapi mengingat tenggorokanku yang baru saja sembuh setelah dua hari mengalami sakit saat menelan membuat pagar dari niat ku untuk mencicipi rasa manis itu pada lidahku.

aku harus tahan sekarang agar bisa sembuh secepatnya, lalu bisa menikmati apa saja tampa perlu menderita seperti ini.

memiringkan badanku menghadap cezka, aku mulai menyambar sekotak minuman kemasan air kelapa di tengah tengah snack kami. "Cez, malem kemana?" aku bertanya sambil menyedot minuman barusan.

Pertanyaanku membuat cezka terdistrak dari tugasnya, "ya dirumahh?" Balasnya bingung dengan pertanyaanku.

aku kembali bertanya, "ngapain? Sama mahen?"

wajah cezka kembali menatap laptop, ada jeda cukup panjang diantara kami sebelum cezka kembali membuka suaranya dengan volume rendah. "bukan"

Raut wajahnya yang seolah menutupi sesuatu membuatku semakin gatal mengorek informasi yang ia tutup-tutupi, cezka gadis bodoh dalam urusan cinta—maksudku ia suka terlalu jatuh dalam cinta hingga matanya tertutup—jadi ketika cezka si pintar bermain peran tiba tiba kaku dalam menutupi ekpresi wajahnya, berarti itu hal besar, atau setidaknya sebuah bibit masalah yang besar.

jika bicara soal cezka dan hal besar, maka jawabanya adalah: "ajun ya?" Aku kembali bertanyaa dengan bangga.

kepalanya menganguk, "mungkin? kemungkinan iya soalnya lama kan gue gak ketemu dia"

kan, benar.

mirisjuga , ternyata bukan hanya aku yang semakin sendiri ketika usiaku bertambah. Dulu, dulu malam minggu selalu ramai, apalagi saat SMA kami habiskan dengan kumplotan orang idiot ( nama grup kami)

ramai sekali hari hariku, walau penuh drama anak anak di setiap chapternya. Aku tetap merasa senang, melewati semua itu bersama, hari hariku seperti taman bunga, tiap hari dipenuhi oleh kawan kawanku. Malam minggu seperti nanti malam akan kami sulap dengan party ala badget minim, seperti fanta sebotol dan sepanci seblak dan tentu saja dengan segudang teh gossip hangat.

abim, yogi, ajun, adji, cezka. Kami hanya berlima, namun cukup membuatku merasa ramai hingga sumpek rasanya.

Hari pelangiku di lalui dengan detik ke detik, ment ke menit, jam ke jam, hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun. Masa paling ramaiku tidak bertahan utuh, makin diluputi umur hari itu mulai menghilang dan mengikis. Kadang menjadi seorang diri di malam padatnya kota, kadang ditemani cezka bersantai sejenak dengan pembicaraan deeptalk kami, atau di isi dengan hujanan cinta oleh adji.

kami tidak berakhir buruk, namun kelompok kami memiliki perjalanan meraih mimpi yang berbeda. Yogi dan abim bergerak menuju yogjakarta untuk menempuh pendidikan disana, sisanya masuk dalam universitas ternama di jakarta.

di pertemukan oleh pendidikan, di pisahkan oleh mimpi.

aku suka jalan cerita kelompok persahabatan kami, begitu murni tampa tercampur sedikitpun kedendaman. pertemuan awal kami juga dengan hal konyol, bersyukur tidak dengan kalimat 'dulu aku gak suka kamu' . Karena aku tipe orang yang memegang prinsip, awali seluruhnya dengan hal baik maka sisanya akan menjadi hal lebih baik.

namun ada hal sedih yang menjadi sumber fikiranku, soal abim dan cezka. dulu kami bertiga sudah dekat sejak sekolah dasar, perpisahan abim menuju yogjakarta sukses membuatku mellow seminggu, rasanya lebih sedih berita abim akan ke yogjakarta dari pada penolakan ujian hasil SBMPTN miliku. aku tidak menunjukan kesedihanku pada abim sendiri, aku malah merajuk padanya, sedikit kesal, sebenarnya kesal dengan takdir tapi biar saja abim jadi kambing hitamnya.

tidak terasa hal hal menyenangkan itu sudah jauh sekali berada di tumpukan masa lalu miliku. Walau aku terus memaki jurusan ku, sudah lima semester aku menjalaninya.

dan empat tahun aku menjalin hubungan dengan adji...

sayang sekali ajun dan cezka harus kandas di tengah jalan, hal ini juga yang membuat agenda kami berempat ( aku adji cezka dan ajun) kumpul tiap minggu memupuk persahabatan seadanya, harus ikut kandas. Aku tidak bisa menyalahkan mereka berdua, namun melihat cezka dan ajun masih berteman membuatku sedikit marah, seolah mempermainkan perasaan mereka sendiri, jika memang sudah tidak perlu berteman ya tidak perlu berteman.

dan ya begini lah,

kesunyianku dan hari-hariku.

taman bunga itu hanya menjadi lukisan yang selamanya aku simpan dalam hati. biar aku mengingatnya dengan baik.

"eh?! RA HUJAAAN!!"

aduh, sial sekali.

_______

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro