[23] Paradox

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Fine .... Permainan macam apa lagi, ini? Ilusi? Kloning? Dasar, makhluk tidak kreatif! Tiru saja semaumu." Alan teriak-teriak merusuh. Menyebalkan sekali, habisnya.

Akemi jadi-jadian itu justru tersenyum miring. Detik berikutnya, gelak puas keluar dari bibir tipisnya. "Excuse me? Bagaimana? Aku spesies hasil kloning? Well, mau kuberitahu suatu hal? Akemi yang berada di samping kalian itulah yang palsu."

Tanpa berani menegakkan kepalanya, Akemi melepaskan bebat di kepalanya yang tak lain adalah jaket Ezra, lalu menyerahkannya kembali pada pemiliknya. Tanda tanya semakin menguasai benak kelima orang lainnya. Pelipis Akemi baik-baik saja, tak ada bekas cakaran melintang di sana. Mustahil. Jelas-jelas, Akemi mengucurkan banyak darah, tadi. Lukanya tidak akan sembuh secepat itu. Masih menunduk, Akemi berkata lirih, "Maaf, teman-teman. Aku ... bukanlah Akemi yang kalian kenal."

"Ya! Semua itu rekayasa!" Akemi yang katanya asli itu kembali terbahak, semakin keras. Suaranya menggema di dalam gua. "Selama ini, kalian tertipu. Perlu kujelaskan semuanya? Hm, sebaiknya, kumulai dari mana, ya? Ah, benar. Luka cakar Tagliuzzare itu menghilang, karena aku yang sebenarnya bukanlah manusia biasa seperti kalian. Legenda menyebutku sebagai sosok Grande Sostanza, kau tahu? Maha-Substansi Infinit. Kemampuan rgenerasiku jauh berjuta-juta kali lebih cepat dari kalian."

Senyap. Kerutan mendalam di dahi mereka membuat Akemi justru semakin bersemangat.

"Well, aku bisa mengamati setiap pergerakan kalian lewat mata Akemi Imitasi itu yang terhubung dengan sebuah cermin di gua ini. Sangat menyenangkan melihat kalian berlagak memecahkan kasus layaknya detektif berpangkat, merasa berhasil jadi pahlawan begitu menangkap guru Bahasa Inggris baru kalian yang hanya bermaksud menguak penggunaan dana korupsi di sekolah ... menyedihkan. Orang-orang naif memang selalu berakhir seperti itu." Akemi menatap Ezra lekat-lekat. "Aku tertawa, puas sekali. Apalagi mengingat usaha keras kalian untuk menangkap pelaku. Keberhasilan semu. Aku bahkan masih berkeliaran. Oh, bagaimanalah kalian akan menangkapku, jika mencapai gua ini saja, kalian perlu memasuki portal yang kubuat?"

Alan membeliak, geram. "Kau ... kau pelaku sebenarnya, di balik kasus pembunuhan berantai yang menimpa warga Persatas?"

"Bingo! Benar sekali, Tuan Tanpa Otak. Itu semua adalah aku. Oh, aku bahkan mengabadikannya di sini. Apa kau mau melihatnya? Segelas darah, bola mata, jantung, tangan menjuntai, dan otak yang lunak itu ...."

Jeda singkat yang diiringi senyuman iblis itu membuat Ayesha kehilangan akal, langsung menggertak, "Siapa kau, dan apa yang kau mau! Apakah menurutmu, berbasa-basi seperti itu membuatmu terlihat berkali-kali lipat lebih keren? Sayangnya, sekali sampah tetaplah sampah. Kau akan segera membusuk di neraka."

Mendapati reaksi Ayesha yang sudah bersiap mengepalkan tinju, Akemi yang katanya asli itu langsung mendongakkan kepala, menyeringai pongah. "Oi, oi. Tanggapan macam apa, itu? Kau merasa terintimidasi, huh?"

Semakin tersulut, Ayesha langsung menyerang. Lupa bahwa kelemahan terbesarnya adalah di saat emosinya kacau. Belum tiga langkah, Ayesha sudah terbanting ke dinding gua. Tampaklah Akemi tersenyum miring. Tangannya teracung ke arah Ayesha, bersamaan dengan menguarnya aura kegelapan yang mencekik Ayesha hingga terangkat beberapa senti di atas permukaan tanah. Napas Ayesha meringkik.

"Tidak! Hentikan itu semua, Akemi!" Akemi Imitasi akhirnya angkat suara. Di samping Ezra, Akemi tampak menahan tangis. Tangannya bergetar hebat. "Kumohon, hentikan ...."

Cengkeraman tak terlihat di leher Ayesha terlepas seketika. Ayesha jatuh ke tanah, terbatuk beberapa kali. Sean menghampiri. Aura hitam tadi kembali berpusar sepenuhnya pada sosok Akemi. Ada sesuatu yang jauh lebih menarik perhatiannya, di sini. Dipandanginya Akemi palsu yang masih tak berani mengangkat kepala. Kedua sudut bibir Akemi tak kunjung turun, malah menatap Akemi palsu penuh minat. "He? Kuberi kau misi untuk berbaur dengan lima target itu selama kurang dari tiga bulan, dan kau sudah terpengaruh oleh mereka? Otakmu benar-benar dicuci oleh persahabatan semu itu, ya? Whoa, doktrin macam apa yang mereka gunakan padamu, wahai diriku yang palsu?"

"Jaga bicaramu!" Di samping Ezra, Akemi akhirnya membalas Akemi asli dengan tatapan nyalang. Barulah tampak kedua matanya yang juga heterokrom. Bertatap-tatapan seperti itu membuat keduanya benar-benar persis seperti satu orang yang sedang saling berhadapan dalam cermin. "Percayalah, kau akan menyesal jika meneruskan ambisimu. Mereka ... mereka tak seperti manusia kejam yang selalu ada di benakmu. Mereka ... saling menyelamatkan satu sama lain. Kau juga melihat segalanya dari cermin itu, 'kan?"

Seluruh pasang mata tertuju pada cermin di balik kegelapan yang baru saja ditunjuk Akemi. Lengkungan kurva di sudut bibir Akemi asli sempurna lenyap. Kini berganti dengan tampang murka. "Kau ... kau mulai berani macam-macam, hah? Tak ingatkah? Kau hanyalah refleksi dariku! Segala omong kosong yang kau alami di dunia kehancuran itu benar-benar membutakanmu!"

"Apa? Kau mulai panik? Apakah kontradiksi refleksimu ini membuatmu berpikir bahwa ada kemungkinan segala keputusanmu adalah kesalahan?" Kini, malah Akemi palsu yang merekahkan seringai lebar. "Hei, bukankah benar begitu? Akhirnya kau menyadari?"

Akemi meraung kencang, tak terima. "Tak ada gunanya! Kau ... kembalilah ke cermin!"

Dengan napas memburu dan kekalutan yang tampak jelas di sorot matanya, Akemi mengerahkan aura kegelapan untuk menghempaskan refleksinya sendiri ke dalam cermin. Refleksi itu menembus cermin. Serta-merta, cermin itu kembali memantulkan bayangan Akemi, sebagaimana seharusnya.

Cermin itu memancarkan sebersit cahaya menyilaukan, sesaat. Kepala Akemi berdenyut nyeri. Tidak stabil. Semenjak refleksinya kembali, tatanan memori Akemi terasa rancu, saling tumpang tindih, membuat kepalanya terasa ingin pecah saat itu juga. Benar. Seketika, Akemi teringat peringatan di Catatan Kuno: Grande Sostanza yang dicurinya dari pustaka kerajaan Sprezzaforte.Teknik Refleksi ini cukup terlarang. Menggunakannya seminggu sekali saja sudah amat sangat berisiko, mendapat keterangan bahaya tingkat tinggi. Apalagi Akemi yang berambisi menggunakannya hampir setiap hari, secara berturut-turut.

Tak tahan lagi, tubuhnya bereaksi di luar kendali. Jubah hitam yang menutupi punggungnya mendadak robek. Tampak jelas garis hitam menciptakan bentuk ouroboros yang mengelilingi pola merkaba, di atas permukaan kulitnya.

Kegamangan memenuhi setiap penjuru hati. Akemi menggeleng cepat. Tidak ... tidak! Dia sudah sampai sejauh ini. Akemi meraung kencang, rasa sakit semakin menggerogotinya.

Mau tak mau, tayangan dari masa lalu itu kembali hadir di benaknya.

❌   ❌   ❌

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro