1.15 | masa tenang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Harry menyampaikan juga kisah-kisah tentang orang tuanya pada Ron dan Hermione, yang keduanya melahap cerita-cerita tentang James dan Lily itu dengan antusiasme yang hampir setara miliknya.

"Kurasa itu kenapa Profesor Snape paling membencimu dan Lyall Lupin," komentar Hermione. "Profesor Snape juga mendendam dengan Profesor Lupin, selain dengan ayahmu." Gadis terpintar di tahun mereka itu juga mengangguk-angguk bersimpati mendengar tentang Arachne Carrow si fanatik darah murni.

"Arachne Carrow?" Hidung Ron mengernyit. "Ugh. Dan Laura Prewett, namanya familiar. Bisa jadi bibiku atau sepupuku. Aku tidak tahu, dan aku tidak terlalu peduli kalau dia berteman dengan macam Carrow. Tentang Carrow, uh mate, kau tahu dua anak kembar menyeramkan di tahun Ginny?"

"Tidak?"

"Slytherin, rambut hitam lurus, tidak banyak bicara tapi hanya memelototi seram," Ron bergidik. "Yeah. Itu Hestia dan Flora Carrow. Mereka anak-anak Arachne Carrow. Dan mereka membenciku."

"Kenapa?" tanya Hermione.

"Tidak separah mereka membenci Ginny, kurasa. Dan Fred dan George. Kedua Carrow itu lebih mengenal mereka, tapi tetap saja," Ron berkata. "Mereka menyalahkan kami atas masuknya orang tua mereka ke Azkaban."

"Apa yang orang tua mereka lakukan sampai masuk Azkaban?"

"Membunuh dua orang dengan sihir hitam," Harry yang menjawab. "Tapi kenapa mereka membenci kalian?"

"Karena Mum mati-matian menuntut agar orang tua mereka dihukum seumur hidup di Azkaban. Hukuman mati, kalau bisa malahan."

Ide Mrs Weasley menginginkan seseorang untuk kehilangan nyawa ... sangat mengganggu dan hampir-hampir tak dapat dipercaya. "Kau serius?"

"Yang dibunuh pasangan Carrow adalah seorang anggota keluargaku. Tentu saja aku serius. Maksudku, aku sendiri tidak ingat peristiwanya, tapi kakak-kakakku ingat jelas saat Mum bolak-balik ke Kementrian setiap hari untuk masalah itu," Ron berkata. "Mum tidak suka membicarakannya, juga Bill dan Charlie yang paling ingat tentang peristiwa itu, jadi aku tidak tahu segala detailnya."

"Huh," kata Harry. "Omong-omong, ibuku berteman dengan ibu Neville, kalian tahu itu?"

***

Sirius Black, dalam bentuk anjing hitam besar, mengelilingi halaman sekolah berulang-ulang, berharap-harap dapat melihat sekilas putra baptisnya, atau putra Remus dan Nymphadora, atau putra Regulus. Di akhir pekan itu, banyak murid yang berkeliaran di luar, mengobrol dan menikmati musim dingin yang sudah hampir berakhir.

Sirius menjaga agar tidak terlihat, sosoknya sekarang akan menakuti banyak orang. Lebih dari sekali teman-temannya menertawai miripnya bentuk animagus Sirius dengan seekor Grim.

Suasana hati Sirius langsung muram begitu mengingat teman-temannya. James dan Remus. Dia merindukan mereka. Dan Regulus. Adiknya yang bodoh, bodoh sekali.

Seperti membalas pikirannya, Sirius menangkap sebuah sosok melangkah keluar dari kastil. Oh! Segera saja dia melompat keluar dari bayangan, menggoyang-goyangkan ekornya dengan penuh semangat sambil menjulurkan lidahnya, terengah-engah.

Anak di depannya mengeluarkan seruan kecil, mundur ke belakang selangkah sebelum mengenali anjing di depannya. Rigel Black. Rigel Lupin-Black. Putra Regulus yang entah bagaimana bisa berada di bawah perawatan Remus.

Rigel tersenyum lebar, menjulurkan tangannya ke samping untuk menstabilkan gadis kecil di sebelahnya yang tidak Sirius sadari keberadaannya sebelumnya. Sebelum Sirius sempat memperhatikan gadis kecil itu lebih lekat, Rigel telah menunduk di depannya dan mulai mengelus kepalanya. Sirius mengeluarkan salakan gembira, mencoba menjilat anak laki-laki berambut hitam itu.

Rigel tertawa dan jantung Sirius hampir-hampir terasa seperti dihujam sesuatu yang tajam. Tawa anak itu mirip sekali dengan milik Regulus dan Sirius menyadari betapa lamanya dia tidak mendengar Regulus tertawa, yang sudah langka bahkan sebelum Sirius kabur dari rumahnya saat mereka masih remaja.

"Dia ramah, Laurel," ucap Rigel pada gadis kecil di sebelahnya. "Halloween kemarin dia ada di Aula Besar. Omong-omong soal itu," Rigel mengulas senyum lain pada Sirius, "kami tidak pernah menemukan siapa pemilikmu, hmm?"

"Aku tidak yakin dia punya pemilik," kata gadis berambut pirang yang dipanggil Laurel itu. "Kau kurus sekali," Laurel berkata pada Sirius, berjongkok di sebelah Rigel dengan hati-hati, menjulurkan tangannya.

Sirius mengendus tangan gadis kecil itu sebelum memutuskan bahwa dia oke, mengizinkan Laurel untuk ikut mengelus kepalanya sedikit. 

"Menurutmu kita bisa mendapatkan makanan untuknya?" tanya si gadis kecil pada Rigel. "Sepertinya dia anjing liar."

"Aku bisa ke dapur dan meminta sesuatu dari para peri rumah di sana," balas Rigel. "Kau lapar, boy?" Sirius menjawab dengan mengayunkan ekornya bersemangat. Makanan betulan akan terasa seperti suatu kemewahan untuknya setelah berapa lama ini hanya makan seadanya dalam pelarian.

Sirius menolak ketika kedua anak itu mencoba menuntunnya masuk kastil. Menyelinap saat malam hari adalah suatu hal, berjalan masuk saat siang bolong seperti ini adalah hal lain. Tidak banyak yang mengetahui bentuk animagus-nya, tapi Sirius tidak ingin mengambil resiko sedikit pun.

Akhirnya, kedua anak itu menyerah mencoba membujuk Sirius untuk masuk. Sirius mengeluarkan salakan kecewa ketika Rigel sendirian berjalan menjauh darinya untuk pergi ke dapur meminta makanan. Sirius sempat merasakan sekilas kebanggaan karena keponakannya itu tahu letak dapur Hogwarts, yang olehnya sendiri baru ditemukan di tahun keduanya. Laurel masih bersama dengan Sirius, akhirnya duduk di sebelahnya, menepuk-nepuk kepala Padfoot sambil berbicara padanya dengan suara pelan.

"Bibiku punya banyak anjing," kata Laurel padanya. "Atau mungkin dia bukan bibiku lagi sekarang. Mereka tidak menginginkanku lagi. Tapi pokoknya dia punya banyak anjing, tapi kau jauh lebih ramah dari mereka semua."

Sirius bisa bersimpati dengan kisah-kisah tentang anak-anak yang tidak lagi diinginkan oleh keluarga mereka. Bagaimanapun, Sirius adalah salah satu dari mereka. 

Penyihir dalam wujud anjing raksasa itu memperhatikan Laurel. Gadis kecil itu memakai syal Slytherin. Semestinya dia seorang Darah-Murni, dengan keluarga suprematis, kalau Sirius harus menduga. Tak jauh dengannya sendiri. Rambutnya pirang-putih, tapi setelah diperhatikan beberapa saat wajahnya mulai terlihat familiar. Juga baunya.

Gadis kecil yang digandeng Harry di Privet Drive hari itu ...? Oh? Oh! Betul!

Padfoot menjilat tangan si gadis kecil. Laurel tertawa. Sirius menatap gadis kecilitu, orang bisa mendeskripsikan tatapannya hampir dengan sayang. Dia menghabiskan lebih banyak waktu di Azkaban dari yang diduganya sebelumnya. Anak-anak dari teman-teman sekolahnya kini sudah usia bersekolah. Hidup Sirius sendiri berhenti setelah usianya dua puluh satu, saat dia dijebloskan ke Azkaban.

Dua belas tahun. Sirius tidak pernah punya kesempatan untuk menyaksikan anak-anak generasi selanjutnya bertumbuh besar, semua karena tikus sialan itu. Sirius tidak pernah menyaksikan Harry di hari pertamanya pergi ke sekolah dasar Muggle seperti yang Lily inginkan. Sirius tidak pernah menyaksikan sahabat dan sepupunya tersenyum untuk pertama kalinya pada bayi Lyall. Sirius tidak pernah ada di sana untuk memanjakan Rigel di ulang tahunnya yang pertama, seperti yang dilakukannya pada Harry. Sirius bahkan tidak pernah menghadiri pesta berlebihan yang pastinya diselenggarakan untuk kelahiran Laurel kecil.

Pettigrew. Sirius benar-benar akan membunuhnya.

Rigel kembali beberapa lama kemudian, membawa beberapa potong daging bersamanya untuk Sirius. Padfoot makan dengan hampir rakus, kelaparan.

Rigel dan Laurel mengamatinya makan tanpa berbicara. Keheningan yang ada di antara mereka terasa nyaman, hanya sekali-kali disela teriakan atau tawa anak-anak lain yang sedang bermain menikmati jam kosong.

"Menurutmu dari mana asalnya?" Rigel mendadak bertanya. "Dia tidak punya pemilik. Hogwarts jauh dari mana-mana."

"Hogsmeade?" usul Laurel.

"Tidak, kurasa. Tidak banyak penyihir yang memelihara anjing. Kupikir dia sudah berjalan lumayan jauh ke sini."

"Hm," balas temannya. 

Padfoot sudah selesai makan, kedua anak itu menggali di sekitar mereka dan menemukan sebatang ranting. "Tangkap!"

Sirius dengan senang hati mengejar ranting itu, setengah karena insting anjingnya dan setengah lagi untuk dirinya sendiri. Kalau semuanya berjalan seperti semestinya dan Voldemort sialan itu tidak pernah mengganggu hidup mereka, Sirius akan menjadi Uncle Sirius untuk anak-anak itu. Sudah seharusnya dia bermain dengan mereka sedari mereka kecil, dia sudah terlambat beberapa tahun.

Sirius memungut ranting itu, yang dilempar Rigel ke arah Hutan Terlarang. Dengan ceria Sirius berlari balik ke Rigel dan Laurel, meletakkan ranting yang digigitnya ke kaki mereka, dan menerjang kedua anak itu dengan jilatan-jilatan ramah.

Keduanya tertawa, mendorongnya ke tanah dan menepuk-nepuk kepalanya lagi.

"Kita berdua tidak punya peliharaan. Menurutmu para profesor akan mengizinkan kalau salah satu dari kita berdua mengambilnya sebagai peliharaan?"

"Kau yang punya ayah seorang profesor. Tanyalah pada Profesor Lupin," Laurel membalas.

Tunggu, apa? Dia tidak salah dengar bukan? Remus adalah seorang profesor! Dan anak-anak memanggilnya Profesor Lupin. Sirius nyengir, menunjukkan seluruh gigi Padfoot. Remus adalah seorang profesor.

... Tunggu.

Oh, shit

Sialan, demi Merlin, sialan. Remus adalah seorang profesor.

Mengeluarkan dengkingan panik, Sirius melepaskan diri dari tangan-tangan kedua anak kelas satu itu dan melesat ke arah Hutan Terlarang.

Laurel dan Rigel berdiri bersebelahan, bingung, menatap sosok hitam kecil yang menjauh dari mereka dengan cepat itu. Bertatapan dengan satu sama lain, kedua Slytherin itu mengangkat bahu. Mereka tidak tahu apa yang menakuti anjing kurus itu.

Laurel dan Rigel berbalik, hendak kembali ke kastil tepat sebelum mereka berdua dihentikan oleh dua sosok tinggi, berteriak dan mengacungkan tongkat pada mereka dengan wajah bengis.

***

George membuka Marauder's Map seperti biasanya hari itu, mengecek adik-adiknya. Ginny sedang berada di ruang rekreasi Gryffindor. Ron berada di perpustakaan dengan Harry dan Hermione. 

Memindai seluruh peta untuk mencari satu nama lagi, George akhirnya menemukannya. Laurel (entah kenapa nama belakangnya mengedip-ngedip menghilang. Tidak penting, bukan itu fokusnya sekarang. Dia bisa mencari tahu nanti) sedang berada di pekarangan, dengan Rigel Lupin-Black di sebelahnya. George hampir saja menutup peta itu, lega karena semua anak-anak yang disumpahnya untuk dijaga itu kelihatannya baik-baik saja dan berada di tempat normal.

Itu sebelum sebuah nama yang bergerak menangkap perhatian George. Anak kelas lima itu membatu.

Di pekarangan ke arah Hutan terlarang, dua kata yang tercetak tebal bergerak cepat.

Sirius Black.

Tubuh George seperti membeku, tidak bisa bergerak, hanya matanya yang bisa mengikuti dengan ngeri saat nama Sirius Black berbalik tidak jauh dari Hutan Terlarang, cepat melesat ke arah kastil.

Ke arah Laurel.

Akhirnya sadar, George melompat berdiri, menarik saudara kembarnya yang sedang duduk santai di sebelahnya dan mulai berlari, menyeret Fred bersamanya.

"George!" pekik kembarannya kaget. "Apa, ada--apa?" Fred tampaknya sadar mereka sedang berada dalam keadaan darurat. George melepaskan cengkeramannya dan Fred ikut berlari di sebelahnnya.

"Sirius--Black," George terengap-engap. "Lau--rel."

Itu cukup untuk membuat Fred ikut panik, mempercepat larinya lagi mengikuti George. Mendekati pintu kastil, mereka berdua mengeluarkan tongkat mereka dengan gerakan cepat identik hampir bersamaan, menghambur ke pekarangan.

"MENJAUH DARINYA--"

"KUBUNUH KAU--" 

Si kembar Weasley meraung hampir bersamaan, tongkat mereka diacungkan--

--ke arah wajah Laurel dan Rigel, dua-duanya matanya melebar sebelum Rigel mendorong Laurel ke tanah belakangnya dengan gesit, bahkan tidak meliriknya saat mendadak tongkatnya sendiri sudah digenggam di tangannya, diarahkan pada Fred dan George.

Mereka menciptakan pemandangan yang hampir komikal, dua penyihir kembar berambut merah menjulang di depan penyihir bertubuh mungil berambut hitam di depan mereka, yang menempatkan tubuhnya untuk menjadi perisai bagi seorang anak perempuan dengan rambut dikepang yang tersungkur di tanah.

"Di mana dia?" Fred Weasley memiliki tatapan dingin di matanya ketika dia menghadap Rigel, yang menjadi fokusnya setelah melihat bagaimana anak itu mendorong Laurel jatuh. "Kau!"

Mereka mempertahankan posisi selama beberapa lama.

"Fred--"

"George--?" Mereka berkata pada saat yang hampir bersamaan. Lagi. Keduanya menoleh memandang satu sama lain.

Fred masih mengacungkan tongkatnya. George mengeluarkan Marauder's Map yang tadi sempat dijejalkannya di kantong, membukanya. Dia belum menghapusnya tadi, jadi nama-nama mereka langsung balas melotot dari perkamen ajaib itu.

Fred Weasley. George Weasley. Rigel Lupin-Black. Laurel.

Tidak ada Sirius Black.

George mencari di area sekeliling mereka. Bersih kecuali dari murid-murid Hogwarts yang namanya dikenalinya. George mengecek lagi sedikit bagian Hutan Terlarang yang disertai keempat pembuat peta itu.

Tidak ada Sirius Black.

George menggeleng pada Fred, yang langsung menurunkan tongkatnya. Rigel masih memiliki tongkatnya terarah pada mereka berdua, tapi anak itu mengulurkan sebelah tangannya lagi untuk membantu Laurel berdiri. Gadis berambut pirang itu tidak bersuara sama sekali selama seluruh peristiwa itu berlangsung, tapi dia juga tidak membeku. Tangannya sudah siap menarik tongkatnya di kantong jubah sedari tadi.

"Apa ada orang lain di sekitar sini tadi?" George bertanya. "Mungkin sekitar dua menit yang lalu, datang dari arah Hutan Terlarang. Apa kalian melihat seseorang?"

"Apa-apaan?" Rigel menuntut, suaranya keras.

"Jawab saja, tolong."

"Tidak," Laurel yang mengangkat suara. "Ada apa?"

Si kembar saling menoleh lagi. "Tidak."

"Laurel," George akhirnya berkata, lembut. "Kau akan melapor bukan, jika kau melihat sesuatu yang aneh?"

"Seperti Sirius Black," Fred menambahkan, mulai kembali ke gayanya yang biasa sekarang setelah George tidak melihat adanya ancaman di sekeliling mereka.

Fred melupakan siapa nama anak kelas satu berambut hitam di depannya. "Apa ini semacam lelucon?!" ujar Rigel hampir meledak. "Datang mengancam kami dengan tongkat seperti itu dan kalian membahas soal Sirius Black?!"

Fred meringis. "Uhm, maaf. Kami tidak bermaksud--"

"Laurel, kau baik-baik saja?" tanya George langsung.

"Uh-huh." Gadis kecil itu mengangguk kecil. "Aku tidak apa-apa."

"Laurel bisa terluka tadi," kata Fred pada Rigel.

Anak berambut hitam itu melengos. "Kalau kalian berdua adalah penyihir gelap betulan dan mulai menembakkan kami sihir hitam, Laurel hanya akan terluka kecil."

"Kalau begitu kau yang akan mati."

"Coba saja." Rigel hampir terdengar sombong, menyipitkan matanya saat menatap Fred menantang.

"Shh. Laurel?" George memotong. "Ada yang aneh, beritahu kami. Oke? Apa pun itu."

Laurel mengangguk agak ragu, matanya bertanya-tanya. Namun, Fred dan George tidak memberi penjelasan lagi.

Ketika mereka akhirnya hanya berdua lagi, Fred langsung memberondong kembarannya. "Apa-apaan tadi?" desis Fred. 

"Aku yakin aku melihat nama Sirius Black." George menggeleng-geleng. "Aku bisa bersumpah. Aku benar-benar melihatnya."

"Well, dia tidak ada di sana. Dan sekarang Laurel akan takut pada kita," kata Fred. "Dan anak Black itu akan mulai memusuhi kita, setelah kita kelihatannya menyerang dan mengancam mereka tanpa ada apa-apa. Demi Merlin, ulah anak itu tadi hampir seperti seorang Gryfindor. Kau yakin kau tidak sengaja melihat Black dari nama Rigel Black saja?"

"Tidak." Tapi George sendiri mulai meragukannya. Dia hanya melihat nama Sirius Black selama beberapa detik sebelum mulai berlari. Mungkin dia salah lihat. "Yeah. Mungkin."

"Kemarin Halloween kita sudah mengecek sendiri. Tidak ada Sirius Black di mana-mana," Fred melanjutkan. Mereka membuka Marauder's Map begitu semua anak sudah dikumpulkan di Aula Besar, mencari-cari nama pelarian Azkaban itu di koridor-koridor yang belum dicapai guru-guru yang berpatroli. "Apa yang membuatmu berpikir Sirius Black akan muncul begitu saja di Hogwarts pada siang-siang seperti ini?"

"Hmm. Tidak ada salahnya menjadi waspada." George memejamkan matanya. Perkataan Fred masuk akal. Dia hanya terlalu tegang karena semua yang terjadi pada Ginny tahun lalu dan mulai paranoid.

12 Juli 2021

Headcanon time! Marauder's Map menunjukkan nama dengan nama yang dipercaya individu masing-masing sebagai namanya.

Nama legal Rigel adalah Rigel Black, tapi dia selalu merasa namanya adalah Rigel Lupin-Black, jadi itu yang Marauder's Map tunjukkin.

Laurel mulai ragu sama nama belakangnya, tahu dia bukan Dursley lagi, makanya nama belakangnya ngilang-ngilang.

Question of the Chapter: pelajaran Hogwarts favorit?

Rye kayaknya astronomi dan herbologi :)

Rye

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro