Rahasia Kalender Kelas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Siapa yang tidak percaya bahwa kutukan itu real?

Aku salah satunya.

Memang terdengar klise, aku tidak mempercayai hal-hal mistis. Bahkan hampir segelintir orang yang mempercayai takhayul tersebut, para kaum polos dan mengiyakan tanpa mencari tahu.

Tetapi aku tidak. Aku tidak asal menerima kenyataan yang mereka bicarakan. Aku bukan polos seperti mereka. Jika ada yang aneh, aku harus membuktikannya dengan mata kepalaku sendiri dan baru bisa mempercayainya.

Zaman sudah berubah. Ini bukan zaman peperangan dimana rakyat mudah percaya dengan deretan kalimat indah namun menusuk di belakang.

Dan sebelumnya, izinkan aku memperkenalkan diri.

Namaku Juli. Aku kebetulan lahir pada bulan Juli tanggal 7. Karena Mama tidak punya ide saat proses pemberian nama, jadilah Papa memberi namaku Juli saja. Singkat, padat dan mudah dipanggil. Tidak ribet pula.

Jika sekarang tanggal 4 besok 5, berarti lusa adalah ulang tahunku.

Oh tenang, aku sudah bukan anak-anak yang menuntut ulang tahunnya dirayakan di kelas kok. Aku sudah kelas 2 SMA. Juga ultah yang sebelum-sebelumnya. Cukup dirayakan di rumah sudah membuatku puas.

Namun, sepertinya ulang tahunku tahun ini tidak akan berlangsung lancar.

Kenapa? Pertanyaan bagus.

Semuanya bermula dari kalender kelas yang diberikan oleh Komite Perlengkapan. Tidak ada yang bagus dari benda pengingat tersebut. Cuman kalender biasa berwarna putih dengan tema 'school' sebagai wallpaper-nya.

Tapi teman-teman bilang kalender ini menyimpan sebuah misteri. Katanya sih, setiap orang yang ulang tahun di akhir bulan akan ditimpa nasib buruk. Lebih parahnya mati.

Tentu saja aku tidak percaya. Omong kosong macam apa itu? Ada ya orang ultah terus mati cuman gara-gara kalender biasa? Aku tidak bisa mempercayainya! Apa kalender itu semacam kalender kutukan? Atau seorang penyihir keramat memberikan sihir aneh pada kalender tersebut?

Lalu kenapa harus di kalender? Atau ada yang terjebak di dalam sana? Dan... Aku menahan tawa, cekikikan mendengar kalimatku sendiri. Memangnya penyihir itu betulan ada? Memangnya ini dunia fantasi? Wow. Sepertinya aku sudah gila mengatakan kalimat-kalimat klise itu.

"Lusa besok kamu ultah, ya, Juli?" tanya teman sebangkuku, Mei.

Aku berdeham membalas pertanyaannya, mengemas barang-barang karena bel pulang sudah berbunyi.

Mei tersenyum simpul. "Juli beruntung, ya, ultahnya nggak di akhir bulan. Juli amat beruntung. Dengan begitu Juli tidak diganggu."

Aku menatap Mei intens. "Diganggu? Siapa yang mau mengangguku?" tanyaku dengan nada garang. Coba saja mereka mencari ribut denganku.

Kupikir Mei akan menunjuk kursi anak laki-laki, tetapi dia malah menunjuk kalender besar yang menempel di dinding belakang dengan tangan gemetar. Aku refleks menepuk dahi dibuatnya.

Ampun deh. Soal kalender itu lagi? Apa Mei benar-benar mempercayai rumor kutukan pada kalender itu? Ayolah, Mei, kau sudah bukan anak kecil yang mau disogok pakai permen. Coba pakai logikamu, mana bisa benda mati yang fungsinya cuman mengingatkan hari, bisa membunuh manusia. Kecuali jika ada yang bermain di balik layar.

Pengen bilang itu, tapi kutahan dan kusimpan di hati saja. Mei nanti salah paham dan memusuhiku. Aku kan kalem, tidak mau cari masalah.

Aku hanya mengangguk maklum. "Oh, gitu. Aku beruntung ya. Hahaha."

Mei mengangguk, menyandeng tasnya. Kami siap-siap pergi dari kelas. "Terakhir kali yang kena terornya Janu lho."

"Oh, ya? Dia diapain?" tanyaku tak ikhlas.

"Diteror. Apa lagi? Hantu di kalender itu mengikuti Janu sampai rumahnya, menakuti Janu seharian sampai ulang tahunya berakhir. Syukurlah dia cuman menganggu Janu. Tidak membunuhnya."

Aku menatap Mei kasihan. Gadis ini sepertinya sudah terlanjur mempercayai rumor aneh itu. Gadis yang malang. Akan susah jika kujelaskan bahwa RUMOR KALENDER KERAMAT itu tidak benar. Dia takkan mempercayaiku dan balik menceramahiku.

Serahkan saja pada Tuan Waktu lgi. Biarkan dia yang menyadarkan anak-anak malang ini.

Karena kalender itu terbentar lebar di dinding belakang, mau tak mau aku dan Mei melewatinya. Aku lihat Mei menundukkan kepala dan berjalan cepat menuju pintu, tidak mau melihat kalender tersebut.

Kulirik sinis benda itu lewat ujung mata. Aneh rasanya memelototi benda mati. Tapi karena penghuni kelasku percaya bahwa kalender ini kalender kutukan, jadi tak apa-apa kan aku memperilaku seperti mereka.

Kalender ini. Entah apa pun wujud aslinya. Entah apa yang dia mau sampai menakut-nakuti anak di kelasku. Aku akan mencoba sabar agar tidak gregetan membuang kalender ini ke tempat sampah.

"Manusia ada batas sabarnya lho. Jadi, enyahlah dan jangan menganggu." Fix, aku ikut-ikutan gila karena berbicara pada benda mati. Tidak ada yang merekam adegan ini, kan?

Namun, di akhir bulan Juli. Saat Maya yang kebetulan ulang tahun di tanggal segitu, terjadi sebuah insiden.

"Eh? Maya nggak datang?" tanyaku mengernyit. Kami sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah. Hujan rintik-rintik mengguyur bumi. Meskipun hanya rinai tapi mampu membuat seragam basah.

"Kenapa kau bertanya lagi, Juli? Maya tidak bisa datang ke sekolah karena dia sedang ulang tahun! Dan sesuai peraturan Kalender Keramat, mereka yang ultah di akhir bulan akan dihantui. Jadi Maya tidak datang sampai hari besok tiba."

Oke, sudah cukup. Aku tidak bisa mendiamkannya lebih lama. Maya itu teman sekelasku. Padahal dia sehat-sehat kemarin. Aku tidak bisa membiarkan kalender ini terus-terusan membuat kelasku tidak nyaman.

Jadi aku memutar langkah ke sekolah, berlarian ke kelasku. Sekolah masih belum sepi. Ada dua sampai lima murid masih bercengkerama di kelas mereka masing-masing.

Aku membuka pintu kelasku, mendorong meja, berdiri di atasnya. "Kalender sialan! Kutukan sialan! Pergilah dari kelasku! Jangan menganggu!"

Aku keluar dari ruang kelas, meminjam korek pada Pak Satpam. Karena hari hujan, aku tidak bisa membakar benda ini di luar. Apinya bisa padam sebelum melahap kertas kalender.

Aku pergi ke toilet perempuan, masuk ke wc. Langsung saja kubakar benda itu dan memasukkannya ke lubang kloset.

"Selamat tinggal pengganggu!"

Tapi esoknya. Kalender itu kembali utuh di dinding.

Aku yang memegang kotak nasi tertegun di ambang pintu, menatap terperangah. Kakiku mati rasa seolah tidak bisa digerakkan.

Kenapa bisa? Sudah sejelas itu aku membakarnya kemarin. Kenapa benda itu kembali menempel ke dinding? Bahkan abunya sudah kusiram dengan air wc. Ini tidak mungkin.

Kalender itu benar-benar kalender keramat? Mustahil! Aku tidak bisa menerima ini!

"Hiks... Hiks ...."

Baru kusadari suasana di dalam kelas tengah berduka. Aku bisa melihat banyak kursi kosong.

Aku melangkah ke meja Mei. "Ada apa?" tanyaku menatap meja Maya yang penuh dengan bunga putih.

"Maya meninggal. Kalender itu membunuhnya semenit sebelum ganti bulan." []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro