Part 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari kamis, Adi datang ke sekolah lebih awal dari biasanya, yaitu jam setengah enam.

Saat berjalan di sekolah dia melihat-lihat sekitar. Suasananya benar-benar sepi. Bahkan dia tidak melihat satupun murid.

“Sepi amat ... kira-kira pintu perpustakaan udah dibuka belum ya?”

Setelah meletakkan tas di bangkunya, Adi langsung berjalan menuju perpustakaan. Adi agak menyesal datang secepat ini. Jika hari ini dia gagal membangun kebiasaan membaca dan tidak ada teman mengobrol, dia akan sangat bosan.

Sesampainya di depan perpustakaan, Adi melihat sepasang sepatu hitam putih bertali.

“Siapa yang mau baca buku di perpustakaan sepagi ini? Bukankah murid ini terlalu rajin?”

Adi benar-benar tidak habis pikir.

Murid-murid rajin yang dia kenal memiliki sisi malasnya tersendiri. Sekalipun mereka rajin belajar, mereka harusnya tidak sampai datang sepagi ini hanya untuk ke perpustakaan.

Jika ingin belajar, ada buku pelajaran. Jika ingin membaca novel, ada banyak di platform online. Adi penasaran siapa murid misterius ini dan apa yang membuatnya datang ke sini sepagi ini.

“Tapi yah ... aku juga sama saja sih ....” Adi menggaruk-garuk kepalanya.

Menghilangkan apa yang dia pikirkan, Adi menggelengkan kepalanya. Dia harus fokus pada tujuannya datang ke sini. Secara perlahan, Adi pun membuka pintu dan melangkah ke dalam perpustakaan.

Ruangan yang cukup luas dengan banyak rak buku besar kini berada di hadapannya. Suasananya sangat tenang karena kesunyian yang ada.

Namun, bukan berarti tanpa suara. Adi mendengar suara lembaran buku yang dibalik. Ketika menatap ke arah sumber suara, Adi melihat seorang gadis cantik yang tersenyum sambil duduk membaca buku. Dari raut wajahnya, ia bisa melihat gadis itu seperti memiliki dunianya sendiri.

Adi berdiri cukup lama di tempatnya sambil menatap gadis itu dalam diam. Setelah beberapa waktu, gadis itu akhirnya menyadari keberadaannya.

“A-Adi ...?”

Lamunan Adi buyar mendengar panggilan itu.

“H-Halo ... Laila.” Adi menyapa sambil tersenyum canggung. Di sisi lain Laila terlihat kaget.

“Kok kamu ada di sini?”

“Emm ... aku pengen baca buku. Hahaha.”

Adi masih canggung. Dia merasa bersyukur dan tidak beruntung di waktu yang sama. Dia sangat senang bisa bertemu Laila di tempat ini. Tapi di sisi lain dia sangat kesal karena tidak bisa melihat senyuman indah Laila lebih lama lagi.

“Membaca buku? Kamu emangnya suka baca buku?” Laila menatap Adi dengan ekspresi heran.

Jika itu gadis, atau laki-laki yang berprestasi, mungkin Laila akan tertarik dan mengajaknya berdiskusi tentang buku. Tapi jika itu lelaki seperti Adi, Laila malah kebingungan dan bertanya-tanya.

“Enggak sih, tapi mulai hari ini aku ingin membiasakan diri membaca buku.”

Adi kemudian berjalan menuju rak buku yang dekat dengan Laila. Dia melihat-lihat buku di kiri dan kanannya.

Sambil duduk di kursi dan menatap ke arah Adi yang tertutupi rak, Laila bertanya, “Adi ... maaf aku menanyakan ini. Apa kamu membaca buku karena aku?”

Laila tidak bodoh. Karena Adi melakukan ini kurang dari dua hari setelah ditolak, maka dia bisa menebaknya dengan mudah.

“Ahahaha. Enggak kok.” Adi tidak mau mengaku. Meskipun ekspresinya tidak terlihat karena tertutupi rak buku, Laila tetap bisa membacanya dari sikap dan cara bicara.

“Adi, aku tidak ingin memberimu harapan palsu. Meskipun suatu saat kamu berubah, belum tentu aku akan menyukaimu.”

Adi tau itu. Dia sangat mengetahuinya.

“Santai aja Laila. Kamu gak usah mikirin itu. Kalau kamu gak suka aku ya gak masalah.” Adi merasa sakit saat berbicara, tapi kali ini dia menutupinya dengan baik.

Laila mempercayai ucapan Adi karena kata-katanya terdengar meyakinkan.

“Baiklah,” ucapnya dengan perasaan yang lebih tenang.

Adi masih menatap buku-buku di dalam rak. Setelah beberapa waktu akhirnya dia memilih sebuah buku antologi.

Berbeda dengan buku pengetahuan dan novel yang membosankan, antologi berisi kumpulan cerpen, jadi Adi bisa lebih menikmatinya.

Saat membuka buku, Adi melihat sekitar. Dia baru sadar di tempat ini tidak ada orang lain selain dirinya dan Laila.

Berduaan di tempat sepi bisa menimbulkan masalah. Adi pun berinisiatif membuka pintu perpustakan lalu duduk lesehan di tempat yang cukup jauh dari Laila.

Sebenarnya ini tidaklah cukup karena harus ada orang ketiga. Namun, Adi masih mau menikmati waktunya di tempat ini.

Tanpa Adi sadari, tindakannya itu meningkatkan citranya di mata Laila.

“Laki-laki yang baik,” gumam gadis itu sambil tersenyum tipis.

Keheningan kembali menguasai ruangan. Adi dan Laila kini fokus membaca buku mereka masing-masing.

Adi membalik halaman buku dengan raut wajah serius. Dia tidak menduga cerpen yang ia baca ternyata semenarik ini. Meskipun tidak ada suara maupun ilustrasi, Adi tetap bisa membayangkan kejadiannya berkat narasi yang disajikan.

Setelah membaca dua cerpen, Adi memasang ekspresi kesal di cerpen yang ketiga.

“Dasar gadis bodoh! Kenapa kau malah memilih Fikri! Lebih baik kau pacaran sama Faisal!” Adi menampar pahanya sendiri.

“Adi, ada apa?” Laila menaikkan alisnya.

“Bukan apa-apa. Cuma cerpen.” Adi menoleh ke arah Laila dan menceritakan keluh kesahnya, “Cerpen ini menceritakan kisah cinta segitiga. Si Fikri ini tokoh bad boy, sedangkan si Faisal ini tokoh baik-baik. Protagonisnya perempuan. Bukannya milih si Faisal, eh protagonisnya malah milih Fikri! Aduh ... bodoh banget ...!”

Adi terus mengeluarkan pendapatnya. Raut wajahnya benar-benar kesal. Laila yang memperhatikannya dari jauh tertawa kecil.

“Serius ceritanya begitu?”

“Iya! Betul! Ngeselin banget 'kan?!”

“Mungkin authornya lebih suka cowok bad boy daripada yang good boy.”

Adi memahaminya, tapi dia masih cemberut. “Iya juga sih. Selera orang beda-beda sih ya. Hah ... tapi tetep aja nyebelin!”

Laila tersenyum. Dia senang mendengar pendapat orang lain mengenai buku. Apalagi dari temannya sendiri. Mendengarkan pendapat dari pembaca laki-laki baru seperti Adi adalah pengalaman yang baru bagi Laila.

“Laila, kamu suka baca buku 'kan? Kasih aku rekomendasi dong.”

“Emm ... novel mau?”

Adi tidak langsung menjawab. Dia menganggap novel adalah bacaan yang terlalu berat. Namun, setelah membaca cerpen dia mulai berpikir novel yang ia kira berat tampaknya tidak seburuk itu.

“Tapi ... novel 'kan panjang banget ceritanya. Apa gak ngebosenin?” Adi masih merasa ragu.

“Nggak kok!”

Ekspresi Laila tiba-tiba menjadi antusias, tidak datar dan dingin seperti biasanya. Melihat ketertarikan Adi terhadap karya sastra membuat Laila ingin mendorongnya lebih dalam ke dunia tersebut.

“Novel itu seru. Tapi kamu mungkin akan sedikit kesulitan saat pertama kali membacanya. Apalagi jika novelnya memiliki cerita yang membosankan dan tidak sesuai dengan seleramu.”

Laila mengubah posisi kursinya ke kanan. Dia sekarang tidak menghadap meja melainkan menghadap Adi.

“Namun, jika novel pertama yang kau baca memiliki narasi yang ringan, cerita yang seru, dan sesuai dengan seleramu, maka kamu pasti akan menikmati novelnya.”

Penjelasan Laila benar-benar terdengar meyakinkan. Keraguan Adi semakin pudar dan dia semakin tertarik dengan novel.

“Begitu ya, aku jadi penasaran.”

Adi kini tidak lagi memikirkan seberapa tebal novel yang akan dia baca, melainkan memikirkan seberapa bagus cerita dalam sebuah novel tersebut.

“Apa sekarang kamu ingin membaca novel?”

Adi menatap Laila tanpa ragu. “Ya, aku ingin membacanya. Apa kamu punya rekomendasi?”

“Novel apa yang kamu inginkan? Bisa kamu beritahu aku genrenya? atau yang lebih spesifik lagi?”

“Emm ... aku ingin novel bergenre drama. Narasinya menggunakan PoV 1. Lalu, kalau bisa tidak ada unsur percintaan yang kental. Protagonisnya laki-laki.”

Laila mengangguk. Dia kemudian memberikan beberapa rekomendasi novel yang sekiranya sesuai dengan selera Adi. Dia menjelaskan sinopsisnya dan beberapa bagian menarik dari buku-buku tersebut. Tentu saja, dia tidak memberikan banyak spoiler.

Adi mendengarkan dengan seksama. Dia juga searching bukunya di google untuk melihat sampulnya dan informasi lebih lanjut. Laila bilang Adi tidak perlu membeli novel sendiri, dia mau meminjamkannya.

Pagi itu, Adi dan Laila banyak berdiskusi mengenai novel. Sebagai pembaca lama dan pembaca baru.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro