Chapter 8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Airine tersenyum tipis, wajahnya semakin pucat, badannya gemetar karena dingin dan kehujanan tadi. Dandy berdiri di dekatnya, rambut hitam legamnya tampak bersinar karena sinar lampu di ruangan, tingginya hampir seratus delapan puluh sentimeter membuatnya harus mendongak untuk melihat sorot mata khawatirnya.

Kulitnya berwarna kuning langsat, rambut hitam legam, bola mata berwarna cokelat menatapnya dengan sorot khawatir dan sedih. Airine mengangkat sebelah alis matanya, mempertanyakan darimana asalnya rasa sedih itu?

"Hei, kamu mau-mau aja disuruh Bumi ke sini. Bukannya kamu ada janji buat ketemu sama Clairine?"

Dandy terlihat rapi dengan kemeja berwarna hitam dan celana kain yang senada dengan warna kemejanya. Wangi parfumnya tercium, membuat Airine merasa jauh lebih nyaman dan tenang karena ada Dandy di sini.

Dandy tertawa pelan. "Kamu kira aku bisa tenang main bareng Clairine? Percuma aku di sana kalau pikiranku nggak disitu. Aku mikirin kamu, Airine. Kamu bilang bisa jagain dirimu sendiri, kamu bilang ini bukan apa-apa. Terus apa ini?" ucapnya sambil menempelkan punggung tangannya ke dahi Airine.

Dia bisa merasakan jika Airine sedang tidak enak badan karena badannya terasa panas. Dia juga bernapas lebih cepat, apalagi dengan wajahnya yang pucat dan badannya yang lemas. Dandy mengepalkan tangan, merasa kesal dengan apa yang dia lihat.

Airine mendengkus pelan. "Aku baik-baik aja, Dandy. Kamu bisa balik ke Clairine lagi, lagian aku cuman teman kamu aja, kan? Kamu sukanya sama Clairine, kenapa kamu milih tinggalin Clairine demi aku?"

Dandy meremas rambutnya kasar. Pertanyaan yang bahkan dia sendiri juga tidak tahu kenapa. "Aku juga nggak tahu, Airine. Aku cuman ikutin kata hatiku, ikutin apa yang bisa buat aku lebih tenang. Kamu nggak tahu paniknya aku pas dengar ucapan Bumi tadi. Aku panik, aku takut kamu kenapa-kenapa. Kamu sembrono, kamu keras kepala, kamu nggak mau diatur, tapi aku takut kamu kenapa-kenapa. It sucks, Airine."

Dandy sudah duduk di kursi yang ada di dekat Airine, menatapnya lekat-lekat. Seakan takut jika dia tidak memperhatikannya, maka Airine bisa pingsan kapan saja. Airine tertawa pelan, "I know it sucks. Honestly, i don't know about my own feelings. I think i fall in love with Elano, but why i always think about you? Why i can't remove you from my mind? What's wrong with me? I have no idea. I have no idea, Dandy."

Badan Dandy menegang mendengar penuturannya, jantungnya berdegup kencang. "Terus gimana? Kamu maunya gimana?"

Airine mengerutkan kening heran. "Hell no. Why ask what i wanna do? I have to ask about your relationship with Clairine. Do you love her? Do you have relationship with her? What is it? Just friend or more than friend?"

Pathetic. Dandy terlihat menyedihkan, sorot mata sendu, dia tidak lagi bersemangat seperti sebelumnya. Tidak lagi semenjak mendengar kabar tentang Airine malam ini.

"I don't know. Ini terlalu cepat, Airine. Aku masih mau menikmati waktu bermain dengan Clairine, aku juga masih mau bermain denganmu. Apakah harus dijawab sekarang?"

Airine tertawa sinis, dia sudah tahu dengan hal ini. "Dandy, kamu bisa kehilangan keduanya. Begitu juga dengan aku, aku bisa kehilangan kamu dan Elano. Kenapa kita bego banget, ya? Perasaan sendiri aja bingung kayak gini," sahut Airine sambil menyodorkan satu cangkir teh hangat. Tadi Bumi menaruh dua cangkir di meja ini, dia sudah menduga sebentar lagi Dandy akan datang ke tempat ini.

Dandy melihat cangkir itu lalu menyambutnya dengan senyuman. "Kita berdua sama-sama suka minum teh manis hangat, sama-sama lebih suka tidur di hari libur daripada bermain diluar, sama-sama pendiam dan bisa paham perasaan satu sama lain, bahkan tanpa aku bilang pun kamu tahu. Sayangnya, soal perasaan ini rumit banget."

"Sebenarnya pertanyaannya simpel, Dandy. Kamu cinta siapa? Clairine? Kalau iya, kamu bisa kejar dia, yakinkan dia kalau kamu mau punya hubungan lebih dari teman dengan dia. Kamu juga sudah kenal dia dari lama, kan? Jauh sebelum kamu kenal aku. Hubunganmu dengan Bumi juga baik, artinya kamu sudah dapat dukungan dari adik orang yang kamu suka. Lalu, apa lagi? Kamu cuman perlu yakin dengan dirimu sendiri, yakin kalau dia memang orang yang kamu cari, bukan aku."

Dandy mengusap wajahnya kasar, berhadapan dengan pertanyaan yang berat. Menatap mata Airine malah menambah rasa bersalahnya, dia bisa menyadari sorot mata penuh luka dan kecewa dari sana.

"Kasih aku waktu. Aku perlu waktu untuk mempertimbangkan semua, begitu juga dengan kamu. Siapa yang kamu pilih? Kamu cinta sama mas Elano atau siapa? Kamu harus jujur dengan perasaanmu sendiri, Airine."

Airine mengangguk pelan, nyaris tidak bertenaga. "Ya sudah, pulang dulu, yuk. Kamu ke sini naik apa?"

Dandy melirik jam di layar ponselnya lalu tersenyum. "Ayo pulang, jam kerjamu juga sudah selesai. Naik mobilku aja, di luar masih gerimis. Kamu bisa makin sakit kalau kehujanan lagi."

"Oke, kita bahas ini nanti lagi. Tapi, kalau kamu mau dengar solusi bisa juga, sih. Aku punya ide," ujarnya lalu segera berlari ke dalam ruang ganti karyawan, menaruh barang-barang yang bisa ditinggalkan, lalu berlari kecil keluar untuk berpamitan dengan karyawan lainnya sebelum menemui Dandy lagi.

Dandy tetap santai menunggu Airine menyelesaikan pekerjaannya, setelah Airine sudah kembali ke dekatnya, mereka langsung berjalan ke mobil. Dandy membuka payung saat mereka akan berjalan mendekati mobil.

Jaraknya tidak jauh, tidak sejauh perasaan bertepuk sebelah tangan yang pernah dia rasakan dulu. Dandy menutup pintu mobil setelah Airine masuk, lalu berlari ke kursi kemudi. Dandy segera menyalakan penghangat mobil, lalu mengambil sapu tangan untuk mengelap kepala dan badannya yang basah.

Airine langsung menyalakan lagu di mobil dengan lagu-lagu kesukaannya. Dia sudah menganggap mobil ini adalah miliknya sendiri, sehingga dia tidak perlu merasa sungkan.

Dandy tertawa mendengar lagu yang diputar. "Udah malam, masih aja galau-galau gini. Kenapa? Masih mikirin soal perasaanmu ke mas Elano?"

"Tentu saja. Kalau kamu tanya, aku tetap akan bilang kalau aku suka sama mas Elano. Pasti aku jawab gitu, kamu tahu aku kayak gimana, kan?"

"Tahu. Kamu mudah dibaca, tapi soal hati ini lain lagi. Kamu susah dipahami, moodyan, tapi gemesin. Kamu ini teman berantem dan teman cerita, kalau kita salah langkah bisa-bisa hubungan persahabatan ini yang hancur. Ini juga yang buat aku ragu, Airine."

Dandy menjalankan mobil, menembus sepinya jalan raya di malam hari. Ditemani lantunan lagu mellow dan pikiran yang berisik.

"Mungkin kita memang harus jaga jarak dulu? Biar bisa berpikir jernih," ujar Airine pelan. Dia tahu kalau ini akan memberatkan mereka berdua karena mereka sudah terbiasa dengan kehadiran satu sama lain. Mereka saling membutuhkan, tapi kalau sudah seperti ini lantas apa yang harus mereka lakukan?

-Bersambung-


1056 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro