19 · Insiden Cucian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gala gagal nge-gym malam ini. Resiko berbekal pakaian seadanya, stok celana boxer Gala yang menipis membatasi aksesnya berolahraga setiap hari.

"Lagian bahaya tauk Bang, kalau olahraga malem sering-sering. Apalagi nge-gym. Kegiatan fisik yang berat itu bisa menstimulasi detak jantung loh. Parah-parah Bang Gal bisa kena cardiac arrest, jantungan!"

Begitu pesan si jenius Lisa saat membantunya pindahan beberapa hari lalu.

Kala itu Gala cuma cengengesan dan menjawab, "Nggak papa, bagus malah! Gue emang pengen mati muda kok. Mumpung masih ganteng."

Tapi sekarang, sepertinya Gala paham kalau Tuhan yang Maha Pengampun masih begitu bijak untuk membiarkannya tetap hidup. Dosa Gala masih terlalu banyak.

Jadi malam ini, sepulangnya dari sif dapur yang melelahkan, Gala memutuskan untuk mandi air hangat dan mengurus pakaian kotor.

Dengan handuk melilit di pinggang, cowok itu memunguti pakaian dari lantai, gantungan, juga atas kasur untuk dimasukkan ke dalam laundry basket.

Setelah itu, Gala berganti baju dan menaruh handuknya ke dalam keranjang itu juga. Sekalian, pikirnya.

Laundry service di lantai dasar apartemen ini buka 24 jam, memungkinkan orang malas seperti Gala—atau bahkan pekerja malam dan orang-orang nocturnal—untuk mengaksesnya.

Sambil berjalan dengan menenteng keranjang, Gala menoleh ke kanan-kiri lorong di lantai unitnya. Pintu-pintu dengan nomor tersemat berbaris di sisi-sisinya. Gala tidak tau unit Wendy yang nomor berapa.

Eh, kok malah Wendy?

Gala merasa nalarnya sedikit gesrek jika bersinggungan dengan perempuan itu. Terlebih lagi, hari ini dia berlaku lebih jinak pada Gala. Tidak judes seperti biasa.

Cowok itu curiga bahwa ada faktor A yang mempengaruhi perubahan sikap Wendy. Faktor Aubrey.

Mengingat gadis kecil itu membuat Gala menjadi semakin bingung.

Memang, menghabiskan waktu dengan Aby sangatlah menyenangkan, bahkan sedikit mengobati rindunya pada Cicha dan Gili ketapan, namun ada satu kejanggalan pada momen terakhir Gala menggendong bocah itu. Pada saat Aby dijemput sore tadi.

Gala ingat sekali, dia sedang menimang Aby yang sibuk berjoget dengan lagu Wheels on the Bus dari iPadnya saat sebuah mobil menepi dekat lobi Celestial Hotel dan memanggil peugas sekuriti dekat situ.

"A' Gala, itu, dicariin..." Mang Ujang memanggil sambil bergegas ke arah Gala dan Aby.

"Oh, mau jemput ini ya, Mang?" tanya Gala sambil mengangkat Aby lebih tinggi. Sekuriti hotel itu mengangguk-angguk.

"Oke, bentar, saya ambil tasnya dulu."

Gala berbalik ke arah sofa untuk mengambil tas bayi Aby. Dengan tas di bahu dan bocah di gendongan, Gala berjalan ke arah mobil itu.

Kaca depan mobil yang terbuka menampakkan sesosok pria bermata sipit, bersetelan klimis, umurnya setara Gala dan menatap curiga ke arah mereka.

"Mau jemput Aby ya, Mas?" tanya Gala ramah. Dia sudah siap berjalan ke sisi lain mobil dan menurunkan Aby di sana.

"Tunggu," kata pria di balik kemudi. "Kamu kerja di sini? Wendy mana?"

Lelaki itu melihat Gala yang mengenakan seragam koki dari atas ke bawah. Pandangannya tidak bersahabat.

"Wendy lagi ada kerjaan, makanya Aby dititipkan saya. Sorry ya, Mas, soalnya memang udah masuk jam prepare." Gala berusaha menjelaskan.

Pria itu tampak berpikir sejenak sebelum mengangguk kaku. "Ya sudah, bawa Aubrey masuk."

Gala menurut. Namun ketika dia membuka pintu mobil, Aby memberontak. Gadis kecil itu mengeratkan pelukannya pada Gala.

"Kenapa, Aby?" bisik Gala.

"No, no, no with stranger. Danjeres, Mommy says no!" Aby menggerak-gerakkan telunjuknya di depan muka Gala, berulang kali mengucapkan kata no.

Stranger? pikir Gala. Dia mundur selangkah.

"Mas, sori nih, tapi... apa Mas ini William, papanya Aby?"

Pria itu tertawa tipis. "Oh, bukan. Saya Nicholas, partner bisnisnya Willy dan juga... sahabat lama Wendy."

Gala memiringkan kepala. Apakah pria ini tidak pernah bertemu Aby sebelumnya, hingga anak ini menganggapnya orang asing?

Juga, cara dia menyebut nama Wendy—menanyakan perempuan itu dan tampak kecewa saat melihat Gala—sama sekali tidak seperti sahabat lama. Dia tampak terlalu berharap, dan entah mengapa itu mengganggu Gala.

"Saya cuma mau ngebantu Willy dan Hana untuk jemput Aby. Mereka lagi ada meeting sama investor penting, makanya saya yang agak longgar ngebantu jemput."

Pria bernama Nicholas itu berkata tenang, kali ini ke arah Aby.

"Come on, Aby, let's go get your Mom and Dad."

Gadis mungil itu meragu. Aby malah menghadap ke Gala, memandang dengan mata beningnya seakan meminta perlindungan.

"It's okay, Aby. Ikut sama Om itu dulu, ya? Besok-besok kita bisa main bareng lagi, sama Onty juga. Gimana?‌‌‌‌‌‌ Oke?"

Aby mengangguk pelan. "Okay," gumamnya.

Gala menyerahkan Aby untuk duduk di kursi depan, dan meletakkan tas di bawah pijakan kaki kursi anak itu.

"Bye, Aby." Gala mengusap poni gadis kecil yang berhasil mencuri hatinya sejak hari pertama ini.

"Bye-bye," balas anak itu sambil melambaikan tangan.

Gala menutup pintu mobil, dan kendaraan itu pun melaju bersamaan dengan segenap keraguan yang berusaha Gala telan.

Salah kah dia melepaskan Aby pulang dengan lelaki asing yang bukan ayahnya?

Dia tidak sempat menanyakan ke Wendy tentang kabar bocah itu, apakah tadi Aby pulang dengan selamat? Apakah sekarang Aby sedang dengan aman di rumah orang tuanya?

Ah, Gala menggeleng. Kalau pun kenapa-napa, seharusnya Wendy sudah mengetuk pintu apartemennya sedari tadi.

Sambil kembali menggeleng karena pikiran meleng, Gala kembali melenggang. Dia masih punya hutang cucian. Cowok itu pun masuk ke dalam lift.

Setibanya di ruang laundry service, Gala disambut bau pewangi yang kentara. Lavender. Juga hangat uap hasil setrikaan yang menenangkan.

Cowok itu melongok dan tidak mendapati siapa pun berjaga di konter. Hmm, mungkin karena waktu hampir menyentuh tengah malam.

Sedikit nekat, Gala menaikkan pembatas yang ada di konter, lalu melangkah masuk.

Ruangan itu dipisah dengan sekat loker terbuka yang menyimpan bertumpuk-tumpuk pakaian bersih. Di belakang susunan loker itu, terdapat ruang cuci dan setrika yang menjadi tujuan gala.

"Permisi..." Baru saja Gala mengucapkan sepotong kata, cowok itu dibuat terkejut akan pemandangan yang tersaji di hadapannya.

Seorang lelaki bertubuh gemuk memunggunginya, ke arah sudut di sebelah mesin cuci, dekat keranjang cucian yang diletakkan di atas mesin, dengan celana yang turun mengekspos belahan pantat.

Lengan lelaki itu bergerak-gerak konstan dan cepat ke satu titik, yang seketika berhenti karena mendengar kedatangan Gala.

"Eh—maaf!" Gala berbalik dengan cepat, buru-buru keluar dari ruangan konter.

Tanpa pikir panjang, Gala mengambil lagi keranjang cuciannya dan berjalan cepat memasuki lobi apartemen, ke arah lift.

Dia bergidik akibat rasa malu dan jijik.

Sialan. Kayak nggak ada tempat lain aja!

🍰

Pak Seno sudah menertawakan meme ikan pindang itu selama sepuluh menit terakhir.

Gambar dengan jokes yang menurutnya sungguh luar biasa lucu tadi tak cukup dia unggah sebagai status saja, tapi juga ditunjuk-tunjukkan di hadapan muka Gala—berharap koki sejawat sealiran bahan pangan itu ikut tergocek perutnya.

"Ikan pinggang! Paham kan? HAHAHAHA!"

"Iye iye, Pak. Ikat pinggang, iyeee."

Gala yang sempat tertawa pada awal tadi, kini jadi begah karena ditunjukkan gambar yang sama berkali-kali.

Entah kenapa stok tertawa—dan kesabaran Gala—terasa tipis sekali hari ini.

Mungkin karena kalimat pada gambar Pak Seno tadi mengingatkan Gala pada fungsi ikat pinggang yang sebenarnya. Untuk mengencangkan celana. Supaya tidak melorot. Tidak terbuka dan...

Alah, kampret! Jadi inget lagi kan!

Gala menggeleng-geleng tak sudi. Beruntung Raka memasuki dapur, tanda proses preparing sebelum dinner hampir selesai.

"Alright, semuanya. Seperti biasa, malam ini kita akan melayani tamu hotel sekaligus tamu walk in restoran. Persiapkan energi kalian, be calm and effective karena Mas Yus ngabarin kalau hari ini hotel fully booked."

Raka mengedarkan pandang sebelum berhenti pada Gala. "Gala, Wendy, tolong fokus."

Gala sontak menoleh ke arah kirinya, mendapati Wendy yang sibuk menyimpan ponsel ke dalam saku apron.

Cowok itu paham kalau Raka menegurnya, sebab Gala memang tidak benar-benar mendengarkan.

Tapi Wendy? Samaan kayak dia, nggak fokus juga? Wow, ada apa dengan dunia?

🍰

a/n 
hehehe babnya udah mulai berat. udah masuk konflik yagesya

btw di sini ada yang terlalu polos dan nggak paham adegan mas-mas laundrynya lagi ngapain nggak? atau kalau kalian paham, gimana kira-kira respon kalian kalo jadi Gala? huehehehe :'

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro