5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Meski lama terpisah, kamu tetap spesial di hati ini yang tak pernah terjamah oleh cinta manusia lain."

Suara gaduh dari dalam kamar bernuansa oranye bermotif buah jeruk diisi oleh kegiatan tidak jelas dua orang cowok yang hampir memiliki kesamaan fisik. Jika dilihat sekilas mereka terlihat mirip. Pria berkaus hitam polos sibuk memainkan gitar, menghasilkan nada amburadul, sedangkan pria berkaus biru muda bernyanyi asal-asalan selama hasil petikan senar senada satu sama lain.

Dari atas kasur, Cila mengerutkan kening sembari memijat pelipis yang terasa pening. Ingin sekali menegur kedua makhluk tak tahu diri itu agar tidak teralalu berisik, tetapi dia tidak bisa meski hanya bersuara sepatah dua kata. Di hari Sabtu kemarin sepulang dari sekolah dia didera sakit kepala luar biasa, dan hari ini pun pusing masih melanda. Penyebabnya karena kedatangan tamu bulanan, anemia pun kembali mendera.

Gadis itu menjatuhkan tangan lemahnya ke samping tubuh, kedua iris pekat menatap langit-langit kamar. Dari banyaknya jumlah manusia mengapa dia yang harus mengidap ITP? Dia capek bertemu obat, ingin bebas seperti orang lain, tidak dihantui memar cantik keungu-unguan bercampur biru yang sering muncul di bagian lututnya ketika kelelahan atau jumlah trombositnya turun.

Berulang kali Cila berusaha mengajak hati dan pikiran agar tidak terlalu memikirkan perkara penyakit. Namun, memang sulit menerima kenyataan bahwa dia sedikit berbeda.

"Cil, udah baikan?" Elon menghampiri gadis itu di kasur, duduk tepat di sebelah kanan kepala Cila, kemudian disusul Gasa di sebelah kiri.

Tatapan jengkel menyorot kedua sahabatnya. "Lo berdua berisik banget, mana bisa sembuh cepat," jengah Cila.

Gasa dan Elon kompak meringis, meminta maaf atas kesalahan mereka. Cila memejam, dalam hati terselip bahagia sebab tak ada yang berubah dari mereka semua. Dia selalu berdoa kepada Tuhan agar tidak membuat orang-orang yang dia sayangi pergi begitu cepat, masih banyak hal yang ingin dilakukan oleh gadis itu bersama mereka. Termasuk menjadi sarjana bersama.

"Kita udah kelas dua belas, bentar lagi lulus. Lo berdua pengen kuliah di mana?" Elon bertanya seraya meluruskan kaki. Tatapannya lurus ke arah lemari pakaian. Tampaknya topik kali ini cukup membuat laki-laki berhidung mancung itu berpikir keras.

Gasa menjawab santai. "Gue ngikut sama Cila."

Kali ini bukan hanya Cila yang tersentak, Elon pun demikian. Pasalnya sikap protektif dan posesif Gasa tak pernah berkurang. Elon dan Cila membisu. Jika Elon terdiam karena tidak tahu harus menjawab apa, maka Cila membisu karena malas menanggapi omongan Gasa. Gadis itu seketika menyesal pernah merindukan sepupunya. Dia pikir setelah tak bertatap muka selama dua tahun akan memberi perubahan berarti untuk cowok itu, nyatanya semua tetap sama. Dia jadi curiga kalau cowok di sebelah kirinya ini tidak mempunyai pacar lagi.

"Lo masih jomlo?" sambar gadis itu tiba-tiba.

Terkejut untuk yang kedua kali, Elon mengaga. Kenapa hari ini banyak ucapan-ucapan aneh terlontar dari bibir sahabatnya? Kendati demikian, remaja cowok itu tetap penasaran akan jawaban Gasa. Selama ini Gasa tidak pernah berpacaran, gebetan pun tak punya. Apa mungkin tidak ada yang berubah dari cowok itu selain bentuk fisik? Kalau benar, Elon jadi gatal ingin membongkar sesuatu.

"Kenapa? Mau ngejek gue lagi? Kayak lo pernah punya pacar aja," hardik Gasa. Dalam hati dia sedang berusaha meredakan debaran di dalam sana, efek pertanyaan Cila sungguh memberi pengaruh bagi detak jantung. Gadis itu tahu sekali seni membuat dunianya berjungkir balik.

"Idih, gue pernah pacaran. Tanya aja sama Elon," sewot Cila.

Sepersekian detik Gasa langsung menatap Elon, meminta kejujuran. Dia berharap omongan Cila hanyalah sebuah pembelaan belaka. Akan tetapi, saat Elon mengangguk mantap seketika jantungnya mulai terasa diremas akibat kenyataan, bagai tertampar begitu keras.

Dua tahun, waktu yang cukup bagi Cila menghabiskan kebersamaan bersama orang lain. Iri hati tak dapat ditepis, wajahnya berubah menjadi murung. Ingin rasanya mengumpat kala kebenaran menertawakan nasib hatinya. Kapan dia bisa menyatakan perasaan untuk sepupunya? Kenapa juga dia harus terlahir sebagai keluarga Cila? Memuakkan, Gasa bangkit dari duduknya, lantas berjalan keluar kamar dan menghiraukan tatapan bertanya Cila, teriakan Elon pun diabaikan begitu saja.

"Dia kenapa?" tanya si gadis.

"Lagi nenangin hati kali," jawab Elon. Dia membenarkan semua dugaannya mengenai Gasa. Ternyata memang benar cowok berbintang Leo itu berpegang teguh pada ucapnnya beberapa tahun silam. Dia pikir semua 'kan berakhir bersama derapan hari ke hari, tetapi Gasa terlalu setia.

Cila melayangkan tatapan bertanya, tidak mengerti maksud ujaran tersebut. Menenangkan hati? Apa yang membuat seorang Dagasa seperti itu? Lampu dalam otaknya seketika menyala, mungkin perkataannya menyinggung perasaan sepupunya. Dia tidak mungkin lupa sikap baperan cowok itu, jadi wajar saja jika sekarang Gasa bertindak demikian.

"Anggap aja dia tertohok sama status jomlo akutnya," terang Elon, terdengar santai.

Anggukan pelan pun menjadi pembenar. Walaupun rasa penasaran lagi-lagi menghantui. Gasa memilih menjomlo selama ini karena faktor apa? Elon saja sudah berpacaran beberapa kali, Cila juga sudah berpacaran sebanyak dua kali. Hanya sepupunya yang tak pernah bercerita mengenai seorang gadis dan tentu saja sikap cowok itu aneh.

Dari segi fisik Gasa bisa dimasukkan ke dalam jajaran the most wanted boy SMA MP, mustahil jika tak pernah berpacaran!
Mungkin saja Gasa ingin menjadi jomlo terhormat, tak pernah mengecap jalur pacaran. Pikir Cila, tak menutup kemungkinan dugannya benar karena Gasa ditempatkan di pondok. Fokus pada pelajaran agama adalah hal utama, tak ada kesempatan jatuh cinta. Apalagi sepupunya itu termasuk orang yang peduli tentang nilai-nilai sekolah.

"Cil, gue keluar dulu cari Si Entong. Nanti gue balik la-- Cila, lo mimisan!"

Gadis itu memejam sejenak, berusaha meredakan pening. Bau amis darah semakin mengusik hidung. Sepertinya gue harus ketemu jarum suntik lagi.

Tak berselang lama setelah Elon keluar dari kamar dan berteriak heboh memanggil Mamanya, wanita paruh baya itu muncul dari balik pintu bersama Elon dan Gasa. Di tangan mamanya ada vitamin injeksi, lengkap dengan suntik. Selain itu, obat tradisional juga berada di genggaman. Inilah yang terjadi jika lagi-lagi darah mengucur dari hidung, tanda trombositnya mulai turun.

Gedoran alat pemompa darah Cila semakin menjadi-jadi ketika alat injeksi berisi vitamin K itu hendak menusuk kulitnya. Dia memegang erat tangan Gasa hingga cowok itu dapat merasakan keringat dingin yang keluar dari tangan Cila. Gasa ingin tertawa kencang ketika melihat gadis itu berulang kali menelan ludah, lalu meminta air minum.

"Cila, kamu santai dong, Sayang. Mama gak bisa nyuntik kalau kamu gak bisa tenang," peringat wanita berumur empat puluh tahun itu.

"Tahan dulu, Cil. Kamu pengen sehat, kan?" tegur Gasa.

Cila susah payah menelan ludah, takut melihat benda kecil nan ramping itu menembus lapisan kulitnya. Tanpa sadar dia semakin menggenggam erat tangan Gasa. Dari dulu saat berhadapan alat-alat medis, Gasa selalu berada di sampingnya dan dia terbiasa akan kehadiran cowok itu walaupun pernah tak bertemu.

"Suntik Gasa aja, Ma," rengek gadis itu. Matanya semakin membulat ketika benda runcing itu semakin mendekat. "Ma, itu jarum, lho."

"Iya, Mama tau ini jarum. Makanya tenang biar Mama gak salah nyuntik," ucap Fina, menakut-nakuti anaknya.

Gasa yang melihat itu tanpa sadar mendengkus. "Cila, lo masih suka pelajaran Geografi, gak?"

Cila yang tadinya fokus menghindarkan tangan dari jangkauan suntik kini beralih menatap Gasa. Dia mengangguk cepat dan seketika teringat sesuatu. "Gak lama lagi ada lomba debat Geografi. Gue pengen ikutan."

"Udah selesai." Fina menghela napas lega ketika cairan di dalam suntik sudah berpindah tempat.

Elon dan Gasa kompak tertawa, sedangkan Cila melongo. Jadi, percakapan tadi adalah taktiknya Gasa agar dia tidak terlalu memerhatikan kegiatan mamanya. Gadis itu mencebik, tetapi dalam hati bersorak kegirangan karena sesi suntikan dapat terlewati tanpa drama panjang seperti biasanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro