Bab 13. Dimulainya Huru Hara

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.

Setelah 2 minggu, hari ini Ara sudah diperbolehkan masuk sekolah oleh orang tuanya.

Papanya yang baru kembali dari luar kota, sangat menyesal karena tidak bisa menemani putri kesayangannya itu saat sakit. Jadi, hari ini Papanya memaksa untuk berangkat bersama dengan mobil, meski Ara menolak karena arah kantor sang Papa dan sekolahnya berlawanan.

"Sebagai penebusan rasa bersalah Papa, selama seminggu ini Papa anterin kamu ke sekolah pokoknya!" ucap si Papa saat mereka sarapan.

"Nggak usah, Pa. Nanti Papa jadi bolak balik, repot, capek. Ara bisa naik ojek online seperti biasa kok," Ara mengusap lengan sang Papa dengan tersenyum. Dia tidak mau terlihat manja, sebisa mungkin Ara tidak ingin merepotkan orang tuanya.

"Sayang, anak kamu marah sama aku ya?" tanya Papa pada Mama Ara dengan kecewa. Mama Ara hanya tersenyum melihat drama suami dan anaknya itu.

"Nggak tahu tuh, kayaknya sih iya. Atau begini aja deh, Ara berangkatnya sama Papa, nanti pulangnya Mama jemput."

"Nggak usah, Ma. Malah Ara ngerepotin, lagian Mama tiap hari ada pesanan, nanti kalau harus jemput Ara, yang ada pesenan Mama nggak selesai tepat waktu. Udah, Ara naik ojek online aja," final Ara pada orang tuanya.

Tepat saat itu, ponsel Ara yang berada di atas meja berdering, menampilkan nama Arel sebagai pemanggil.

"Halo."

'Di mana?'

Kebiasaan nih, Arel kalau nelpon Ara nggak pake salam langsung aja nanya.

"Di rumah, masih sarapan. Ada apa?"

'Pergi sekolah nggak?'

"Iya, hari ini aku udah mulai masuk sekolah."

'Oke.'

Lalu sambungan telepon mereka terputus begitu saja, sampai terdengar ketukan di pintu depan diikuti dengan salam. Mama Ara beranjak untuk membuka pintu.

"Araaa! Ada Rafael di depan, nih!" teriak Mama Ara yang kemudian kembali ke ruang makan diikuti Arel di belakangnya.

"Loh, kamu ngapain ke sini?" tanya Ara

"Jemput kamu, lah."

"Hm, makanya ngeyel nggak mau diantar Papa. Ternyata udah janjian sama Rafael?" dengus si Papa menggoda.

"Nggak, Papa! Ish, bukan gitu, ini Ara nggak janjian," jawab Ara buru-buru. Dia tidak tahu kenapa Arel tiba-tiba menjemputnya. Seingatnya dia bahkan tidak mengatakan kapan tepatnya dia akan masuk pada Arel.

"Ya udah, sana berangkat. Udah selesai juga, 'kan makannya?" ucap Mama Ara, yang kemudian mengambil dua tumbler untuk diisi dengan jus jambu buatannya.

"Nih, satu untuk Rafael, satunya untuk Ara," ucapnya menyerahkan tumbler itu pada mereka.

"Terima kasih, Tante Kirana. Jadi semangat nih, paginya," ucap Arel tersenyum. Sementara Ara mencebik mendengarnya.

Mau tidak mau, dari pada merepotkan Papanya, Ara berangkat bersama Arel. Keduanya berpamitan dan mencium tangan Papa Mama Ara.

"Rafael, hati-hati naik motornya. Jagain anaknya Om, jangan sampai lecet dan cidera lagi," ucap Papa Ara sambil menepuk bahu Arel pelan, mengantarkan mereka sampai pintu depan

"Siap, Om! Rafael akan jagain Ara dengan baik!" Arel mengangkat tangannya menghormat sebagai jawaban siap pada Papa Ara.

Dengan hati-hati, Ara naik ke belakang motor Arel yang lumayan tinggi itu.

***

Halaman SMA 17 yang ramai pagi itu semakin heboh saat Arel melintas dengan suara motornya yang keras dan juga sosok yang berada di belakang boncengannya.

Ara yakin dia malu maksimal saat Arel justru sengaja memainkan gas motornya, membuat suara bising sampai ke parkiran. Hampir semua mata menatap mereka sambil berbisik.

"Kamu tuh! Malu ish!" kesal Ara saat turun dari motor Arel, wajahnya sudah memerah.

"Malu karena boncengan sama gue?"

"Bukan itu! Malu karena kamu berisik, bikin semua orang jadi ngeliatin kita."

"Ya, biarin aja. Mereka juga punya mata, wajar liatin orang cakep macam gue."

Ara hanya mencebik mendengar Arel yang percaya dirinya selangit itu.

Tanpa di sadari oleh keduanya, ada sepasang mata yang menatap dengan penuh kebencian pada mereka. Terutama pada Ara.

"Araaa!"

Suara teriakan yang dirindukan Ara itu membuatnya menoleh dan tersenyum lebar mendapati Rere dan Cindy yang juga baru datang.

"Cindy! Rere! Kangen kalian!" balas Ara senang.

Cindy dan Rere menghampiri Ara dan ketiganya berpelukan seperti teletubbies.

"Akhirnya, kamu masuk juga!"

"Kangen berat, sepi. Mana Cindy sering ninggalin aku buat persiapan turnamen Taekwondo," keluh Rere yang membuat kedua sahabatnya nyengir lebar.

"Loh, Cindy ada turnamen?" tanya Ara tidak tahu.

"Iya, hehe. Persiapan untuk pekan olahraga antar SMA bulan depan," jawab Cindy tersenyum malu-malu.

"Gue dicuekin, nih?" sela Arel yang melangkah lalu berdiri di samping Ara. Tanpa aba-aba tangannya naik untuk merapikan rambut Ara.

"Abis pakai helm tuh rambutnya di benerin, main pergi aja kayak bocah," gumam Arel yang kini merapikan poni Ara.

Ara hanya terdiam, terlalu kaget dengan perlakuan Arel, juga desir aneh yang dia rasakan saat Arel menyentuh rambutnya.

"Apa sih, aku bisa sendiri," ucap Ara sambil mendorong tangan Arel menjauh, membuat cowok itu tersenyum tipis.

"Ini ada apa di antara kalian? Nggak ada hal yang kita berdua nggak tahu, 'kan?" tanya Cindy menyelidik curiga pada Arel dan Ara. Rere bahkan terang-terangan menutup mulutnya kaget.

"Nggak! Arel aja nih yang iseng, udah ke kelas, yuk!" ajak Ara salah tingkah, menarik tangan Cindy dan Rere untuk berjalan pergi. Meninggalkan Arel yang mengikuti di belakang dengan senyum tipis di bibirnya.

"Arel! Kok baru dateng? Aku nungguin di depan loh!"

Suara gadis asing itu terdengar di telinga Ara, membuatnya menoleh dan melihat seorang gadis yang dikenalinya sebagai pelaku penumpah jus di seragamnya, yaitu Nayla. Gadis itu tersenyum riang, berjalan menjajari Arel. 

"Ngapain nungguin gue?"

"Mau bareng kamu, dong. Kamu tiap hari lewat rumahku, 'kan?"

"Gue bukan tukang ojek."

"Tapi aku pengen sesekali barengan kamu, Arel. Kayaknya seru kalo boncengan naik motor kamu, iya 'kan?"

"Nggak."

"Ih, pokoknya kapan-kapan aku tetep mau diboncengin sama kamu, ya!"

Ara mengernyitkan alisnya, heran. Kenapa gadis itu memaksa? Jelas-jelas Arel menolak ajakannya.

Tak mau ambil pusing, Ara mengabaikan keduanya lalu berjalan cepat membawa Cindy dan Rere ke kelas.

***

Setelah ketinggalan pelajaran selama 2 minggu, Pak Raffa memberikan ringkasan materi yang sudah dipelajari pada Ara. Hal itu membuat Ara terharu karena wali kelasnya itu sangat baik hati.

Padahal Cindy dan Rere juga meminjamkan buku catatan mereka.

Saat jam istirahat tiba, Ara yang mau ke kantin bersama Cindy dan Rere, dikejutkan oleh kedatangan Bintang ke kelasnya.

"Ara!"

"Oh, Kak Bintang," jawab Ara tersenyum malu-malu. Ini pertama kalinya Bintang menemuinya di depan banyak orang, selain di Rumah Sakit atau rumahnya.

"Kok kamu nggak kasih tahu kalau udah masuk? Bukannya aku udah bilang, aku akan jemput kamu?"

"Aku nggak mau ngerepotin, Kak."

"Nggak, Ra. Aku udah bilang sama kamu 'kan, sebelumnya."

"Iya, Kak."

"Iya, kalau gitu nanti aku antar ya, pulangnya?" tawar Bintang dengan senyum manisnya yang membuat Ara berdebar salah tingkah.

"Em, kalo Kak Bintang nggak keberatan sih ...."

"Nggak boleh."

Suara Arel yang dingin menyita perhatian mereka.

"Apa sih?"

"Ara pulang sama gue. Lo nggak perlu anter Ara." Jawab Arel yang membuat Bintang langsung menatap tajam ke arahnya. Sementara Arel balas menatap Bintang dengan tidak suka.


.
.
.

Bersambung.
.
Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro