Bab 17. Tentang Bintang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Karena sebenarnya, yang tersimpan dalam hati tak seharusnya dikatakan.
Karena itu mungkin adalah rahasia yang sebenarnya tak ingin kau ungkapkan.

.
.
.

Arel tahu tidak seharusnya dia mengatakan hal yang tidak baik tentang orang lain. Tetapi dia tidak bisa menahan dirinya untuk melarang Ara dekat dengan Bintang.

Ara bisa dekat dengan siapa pun, kecuali Bintang.

Ada alasan khusus kenapa Arel tidak menyukai kakak kelasnya itu. Hal yang tidak sengaja diketahuinya di awal masa SMAnya, membuatnya tidak menyukai Bintang.

Itu adalah dulu, saat pertama kalinya dia terpilih mengikuti olimpiade untuk mewakili sekolah, bersama dengan Bintang.

Sebagai siswa baru, Arel mendapatkan banyak bimbingan dari guru, juga dari Bintang. Tim mereka terdiri dari dua siswa kelas X dan empat lainnya adalah kakak kelas. Meski ini bukan pertama kalinya Arel mengikuti perlombaan karena di SMP pun dia pernah mengikuti perlombaan sejenis, dia tetap mengikuti arahan yang diberikan dengan baik.

Mereka sering berlatih bersama menjawab soal-soal dari guru pembimbing, belajar bersama di waktu-waktu khusus. Bintang adalah sosok pintar yang membuat Arel kagum, dia selalu berhasil memberikan jawaban tepat untuk pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.

Lalu, setelah satu bulan persiapan, kurang seminggu lagi olimpiade yang sebenarnya dilaksanakan. Hari itu tim mereka akan diberikan evaluasi mengenai siapa saja yang akan maju sebagai pemain inti dan siapa yang akan menjadi cadangan. Arel dengan keyakinan dan semua hal yang sudah dipelajarinya, berharap hasil penilaian yang memuaskan, agar dia bisa masuk sebagai tim inti.
Namun sayangnya, hari itu Bintang terlambat. Dia sudah meminta izin pada pembimbing saat itu. Soal evaluasi dibagikan dan mereka mulai mengerjakan bersama.

"Apakah Bintang belum datang, Pak?" tanya Bu Tari setelah 15 menit berlalu dan Bintang belum tampak hadir.

"Tadi izin ke saya, katanya akan terlambat."

"Tapi kita tidak bisa menunggu lama, sebentar lagi anak-anak harus mengumpulkan hasilnya, Pak."

Tepat setelah Bu Tari mengatakan itu, Bintang datang dengan berlari memasuki ruangan.

"Maaf, Pak, Bu, saya terlambat!" ucapnya terengah setelah berlari.

"Kamu dari mana saja? Cepat duduk dan kerjakan bagian kamu."

"Maaf, Pak. Saya menderita diare tiba-tiba," ucap Bintang yang memang terlihat sedikit pucat hari ini.

Arel menatap Bintang yang duduk berjarak satu bangku di depannya. Kakak kelasnya itu pasti sangat bersemangat mengikuti olimpiade sampai-sampai harus menahan sakitnya dan datang meski terlambat.

Arel sempat khawatir jika Bintang tidak datang, karena jika begitu Bintang hanya akan dijadikan cadangan saja. Padahal menurut gosip yang beredar, Bintang sangat pintar dan selalu menjadi andalan sekolah.

Arel sudah hampir selesai, begitupun yang lainnya. Lalu dilihatnya Bintang bangkit dari duduknya kemudian maju untuk menyerahkan hasilnya. Arel nyaris melongo karena terkejut, bagaimana mungkin baru 10 menit mengerjakan, dia sudah selesai? Padahal Arel dan yang lain butuh hampir 30 menit untuk menyelesaikannya.

Keren banget, Kak Bintang - batin Arel saat itu.

Setelah itu, dilihatnya Bintang buru-buru keluar ruangan mendahului yang lain.

***

"Kamu udah melakukan apa yang aku bilang, 'kan?"

"I-iya, udah. Tapi ... kenapa?"

"Tentu aja untuk hasil yang lebih baik. Aku nggak mau mengecewakan banyak orang. Lagi pula apa kata orang kalau aku cuma jadi cadangan?"

"Tapi, Bintang ... aku yang jadi cadangan dong? Aku juga pengen masuk tim inti."

"Lain kali kesempatan itu akan ada buat kamu. Tapi kali ini aku nggak bisa mengalah. Jadi, aku harap kamu bener-bener udah nulis namaku di lembar jawaban kamu tadi. Aku akan ganti hal ini dengan ngasih kamu apapun nanti. Thanks, Dit."

Arel terdiam tak percaya. Baru saja dia tidak sengaja mendengar pembicaraan Bintang dan Dito. Teman satu timnya dalam olimpiade.

Apa yang barusan terjadi?
Dia tidak salah dengar, 'kan?
Tapi dia melihat semuanya.

Bintang meminta Dito menulis namanya di evaluasi tadi?
Bagaimana bisa?

Kenapa Dito mau?
Apa ini artinya hasil jawaban Dito diberikan pada Bintang?

Lalu, apa yang Bintang lakukan?
Bukannya dia juga mengerjakan?

Arel masih sibuk memikirkan kejadian barusan sampai tidak menyadari bahwa Bintang sudah berdiri di hadapannya.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Bintang d terkejut.

Mereka ada di rooftop sekolah. Arel sebenarnya mau merilekskan dirinya dengan bermain game sebentar, namun justru tak sengaja memergoki dua kakak kelasnya itu.

"Oh, saya mau main game sebentar, Kak. Tapi nggak jadi kok, Kakak bisa pakai tempatnya," ucap Arel gugup berniat untuk segera pergi dari sana.

"Kamu dengar pembicaraan saya tadi?"

Bintang menahan Arel dengan satu tangannya.

"Saya nggak dengar apa-apa, Kak."

"Bohong."

Bintang bisa melihat kebohongan Arel, wajahnya gugup dan tak berani menatapnya langsung. Itu berarti Arel memang mendengar semuanya.

"Apapun yang kamu dengar barusan, sebaiknya kamu lupakan. Anggap kamu tidak tahu apa-apa," bisik Bintang pelan namun mampu membuat Arel merasa takut.

"Kalau sampai ini semua terbongkar, saya anggap kamu yang bertanggung jawab. Dan saya tidak akan diam saja. Paham?"

Arel tidak tahu harus menjawab apa, jadi pada akhirnya dia hanya mengangguk.

"Rafael Wisaka. Saya akan ingat nama kamu."

Bintang melepaskan Arel, meski merasa was-was pada adik kelasnya itu. Dia tidak tahu jika Arel tadi berada di balik pintu. Harusnya dia mengunci pintunya.

Ini adalah kecurangannya yang pertama, lalu sialnya, Arel justru melihatnya.

***

"Arel! Kok ngelamun aja?"

Suara sok manis Nayla membuyarkan lamunannya tentang Bintang. Dia tadi  melihat Ara sedang berbincang dengan kakak kelasnya itu di pinggir lapangan.
Lalu tiba-tiba saja ingatannya kembali saat pertama kali dia mengenal Bintang.

Manis dan baik awalnya, sampai akhirnya dia tahu sosok asli Bintang.
Rasanya Arel menyesal pernah mengidolakan orang seperti itu.

"Arel! Kamu nggak dengerin aku?"

"Apa sih Nay? Jangan ganggu gue. Pergi sana," ucap Arel malas.

Dia sengaja memisahkan diri dari meja teman-temannya di kantin agar bisa tidur. Namun justru melihat Ara juga kenangan buruknya.

Malah sekarang ada Nayla yang seenaknya duduk di hadapannya.

Sial.

"Arel kok gitu? Aku mau temenin kamu di sini nggak apa-apa, 'kan?"

"Pergi sana. Gue mau tidur."

Arel kembali menelungkupkan kepalanya di atas meja, tidak memedulikan Nayla sama sekali.

"Ya udah, aku pokoknya di sini."

Arel tidak peduli.

Dia ingat, Ara sempat kesal karena pendapatnya tentang Bintang kemarin. Tapi untungnya Arel bisa mengalihkan perhatian Ara. Sahabatnya itu sudah dibutakan oleh sikap manis yang ditunjukkan Bintang. Sikap palsu yang tidak bisa lagi dipercayai olehnya.

Dia tidak ingin Ara dibohongi. Dia akan membuat Ara tahu bahwa Bintang bukan sosok baik yang seperti harapannya.

.
.
.

Bersambung.
.
Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro