Bab 18. Official?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.

"Araaaaa!"

Teriakan khas milik Rere membuat Ara yang baru saja turun dari motor Arel, menoleh dan tersenyum.

"Pagi, Re. Tumben sendiri, Cindy dimana?" sapa Ara saat tidak melihat sahabatnya itu.

"Oh, tadi kata Mamanya sih sakit. Kayaknya kecapekan karena latihan."

"Cinderella nggak masuk?" tanya Arel memastikan.

"Iya. Nanti pulang sekolah kita jenguk sama-sama yuk, Ra?"

"Boleh. Nanti kita ke sana."

"Gue gimana?"

"Emang kamu mau ikut?" tanya Ara pada Arel, tidak yakin Arel sungguh-sungguh.

"Ya ntar kalo gue nggak ikut, lo gimana baliknya?"

"Kan ada Kak Bintang, dia pasti mau aku ajak jenguk Cindy," jawab Ara yang ditanggapi senyuman menggoda dari Rere.

Arel tidak lagi menjawab, kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Ara dan Rere di parkiran.

"Apa sih, Arel pasti nggak jelas," gerutu Ara menatap punggung Arel yang menjauh.

"Dia tuh emang gitu, tapi kamu mikir dia cemburu nggak sih, Ra?" tanya Rere ingin tahu, sebenarnya Rere dan Cindy mengamati interaksi Arel dan Ara sejak mereka kembali dekat.

"Hah? Cemburu gimana?"

"Itu-"

"Pagi, Ara."

Bintang tiba-tiba saja menyapa dari belakang dengan senyuman manisnya. "Pagi juga, Rere."

"Pagi, Kak."

"Lagi ngobrolin apa sih, seru banget aku liat."

"Kakak dari mana? Kok nongol gitu aja kayak jin lampu?" tanya Rere polos, mengundang tawa Ara dan Bintang.

"Aku juga barusan datang, terus liat kalian berdua."

"Oh, kirain."

"Kenapa?"

"Nggak, Kak," jawab Rere meringis.

Ketiganya melanjutkan obrolan sambil berjalan. Sesekali tawa ringan mereka menarik perhatian yang lain saat mereka melintas. Menimbulkan beberapa menatap iri juga, karena tak semua gadis di sekolah bisa akrab dengan Bintang.

Tak jauh dari ketiganya ada seseorang yang sebenarnya sejak tadi mengamati Ara, bahkan sejak gadis itu datang bersama Arel.

"Ck! Ganjen bener jadi cewek. Merasa cantik, apa gimana? Pulang pergi sama Arel, mainnya sama Kak Bintang."

"Iya, eh. Dia anak pindahan, 'kan?"

"Sumpah, gue rasanya eneg banget liatnya. Apa bagusnya sih cewek begitu sampe Arel mau boncengin dia tiap hari?" sungut Nayla yang sebenarnya setiap pagi menunggu kedatangan Arel yang sayangnya sudah sebulan ini selalu bersama Ara.

"Nggak banyak tahu juga sih, Nay. Tapi emang Arel kayak langsung nempel gitu ya sama dia."

"Padahal selama ini Arel sama Kak Bintang nggak ada deket sama cewek sekolah kita. Iya sih, banyak yang suka mereka, tapi nggak ada yang sampai disamperin, diajakin ngobrol, atau kemana-mana barengan," ucap Luna yang membuat Nayla semakin kesal.

Dia yang sejak dulu menyukai Arel sangat sulit mendekatinya, sering ditolak yang sebenarnya membuatnya malu, tapi dia terus berusaha agar Arel mau meliriknya.
Usahanya selalu diabaikan oleh Arel. Lalu apa yang dilakukan gadis itu sampai Arel mau terus bersamanya? Ternyata Ara lebih menjengkelkan dari Cindy.

Oh, mereka satu circle. Pantas saja. Tukang cari perhatian.

"Padahal gue udah susah payah nyingkirin si Cindy, malah ada cewek keganjenan lain," ucap Nayla tidak suka.

***

"Kak Bintang, nanti pulang sekolah ada kegiatan lain?" tanya Ara saat mereka sedang ngobrol di depan kelas.

"Nggak ada sih, Ra. Kamu mau ajak aku jalan?" goda Bintang yang berhasil membuat Ara tersipu malu.

"Itu sih maunya Kak Bintang."

"Memang iya."

"Ish! Kenapa jujur banget ngomongnya? Tapi maksud aku bukan itu, Kak. Aku mau ajak Kakak jenguk Cindy nanti, sama Rere juga. Kakak mau nggak?"

"Bisa kok, apa sih yang nggak bisa buat kamu? Pasti aku usahain bisa," jawwb Bintang sambil mengusak kepala Ara gemas, seperti seorang Kakak pada Adiknya.

"Kakak, aku nih bukan anak kecil. Malu diliatin anak-anak." Ara menahan tangan Bintang agar tak meneruskan keusilannya. Ara tahu kalau kedekatannya dengan Bintang membuat banyak gosip di sekolah. Dia tidak mau itu berlarut panjang.

"Kamu risih ya, kalau aku bersikap begini sama kamu?"

"Eh, nggak! Bukan begitu, Kak. Tapi tuh, nggak enak sama anak-anak. Kayak aku kecentilan sama Kakak."

"Memang."

"Hah?"

Bintang tertawa melihat ekspresi terkejut Ara, yang menurutnya menggemaskan.

"Nggak, bercanda kok. Kamu itu boleh kecentilan sama aku, Ra. Aku nggak keberatan sama sekali."

Sekali lagi Bintang tersenyum lembut dan manis pada Ara. Setelah mengusak sekali lagi kepala Ara, Bintang kembali ke kelasnya dengan tawa ringan karena menjahili Ara.

"Ra! Kamu tuh udah jadian sama Kak Bintang ya?" tanya Rere setelah sejak tadi senyum-senyum mengamati interaksi Ara dan Bintang.

"Nggak ada, ya! Aku nggak jadian sama Kak Bintang. Kita cuma temen, Re."

"Temen mana yang elus-elus kepala, senyum-senyum setiap saling menatap? Udah kelihatan bucinnya, nunggu apa lagi?"

"Kamu tuh melebih-lebihkan, Re. Nggak gitu padahal, biasa aja. Kak Bintang 'kan orangnya baik, mungkin emang begitu sikap dia ke orang lain. Nggak aku aja."

"Ra, kamu tuh pura-pura bego atau emang nggak peka, sih?"

Ara tersenyum menanggapi pertanyaan Rere. Sejujurnya dia tahu Bintang memang bersikap lebih padanya. Dan itu bisa diartikan kalau Bintang juga menyukainya. Namun, selama Bintang belum mengatakannya langsung, Ara tidak ingin kege-eran dan baper sendiri.

"Oh iya, minggu depan kita ada karya wisata loh, Ra!"

"Eh, iya? Wah! Seru kayaknya, Re. Aku udah lama nggak jalan-jalan."

"Eh, tapi ini bukan yang wisata jauh gitu, Ra. Apa ya namanya, em ... biasanya disebut outdoor class. Jadi, sehari itu kita pergi ke wisata alam. Terus bikin kegiatan ringan yang nanti juga dibikin penilaian sama guru. Menurut aku seru sih, pas kelas X dulu," jelas Rere panjang lebar.

Ara terlihat antusias dan senang mendengarnya. Dia sendiri jarang sekali berkegiatan di luar seperti wisata alam. Membayangkannya saja sudah membuat Ara senang.

***

Pukul 3 sore, Ara, Rere, dan Bintang sudah sampai di rumah Cindy.

Setelah disambut oleh Mama Cindy, mereka semua pergi menemui Cindy di kamarnya.

"Cindy! Ya ampun, kamu sakit apa?" Ara menyapa begitu melihat sahabatnya itu duduk bersandar di atas tempat tidurnya.

"Ehehehe, hai Ra, Re! Eh, ada Kak Bintang juga," balas Cindy tersenyum malu-malu.

"Hai, Cindy. Aku nggak ganggu girls time kalian, 'kan? Soalnya nggak tega biarin Ara sendirian," balas Bintang dengan senyuman khasnya.

"Kak Bintang bau bucin," celetuk Rere yang membuat Bintang justru tersenyum lebih lebar.

"Iya, nih. Bucin banget sama Ara," jawab Bintang yang membuat Ara merasa malu dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Sementara Cindy dan Rere menggodanya.

"Cieee, udah ngaku bucin, nih."

"Emang bucin beneran kayaknya, Re. Jadi kapan nih official-nya? Atau malah udah tapi diem-diem?" goda Cindy.

"Cindy! Orang sakit nggak boleh julid, tau!" balas Ara mengerucutkan bibirnya kesal dan malu.

"Kalau liat asupan gemes begini, kayaknya aku udah sehat lagi, Ra."

"Cindy ih!"

Mereka tertawa bersama, senang menggoda Ara yang wajahnya kian memerah malu.

Namun, di tengah tawa penuh canda itu, Cindy melihat sesuatu.

Bayangan seseorang yang berdiri di luar kamarnya. Berdiri diam di balik dinding. Siluet yang Cindy tahu milik siapa. Dan saat itu, tawanya berangsur mereda diikuti tatapan sendu pada seseorang di luar kamarnya.

.
.
.

Bersambung.

.
Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro