Bab 2. Salam kenal, teman sekelas!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.

Langkah pelan mengekori sosok yang lebih tua itu, akhirnya berhenti di depan pintu sebuah ruangan yang dari luar sudah terdengar gaduh. Begitu pintu terbuka, seketika suara-suara itu terhenti. Menarik napasnya panjang, Ara mempersiapkan dirinya.

"Selamat pagi, anak-anaknya Bapak," sapa suara ramah Pak Raffa pada anak-anak didiknya yang kini sudah rapi duduk di bangku masing-masing.

"Selamat pagi, Pak!"

"Wih, udah pada semangat ya? Kalau gitu, kita adakan evaluasi pagi, ya? Sudah belajar, 'kan?"

"Yah, Bapak ... jangan dong, Pak!"

"Belum belajar, Pak ...."

"Pak Raffa, nggak bilang dulu, ih! Tau gitu aku bikin materi contekan dulu ...."

Terdengar protesan dari seisi kelas karena keputusan wali kelas mereka itu. Sementara Pak Raffa hanya tersenyum senang, beliau ini memang suka sekali mengusili mereka. Tentu saja, beliau tidak berniat memberikan evaluasi dadakan seperti ini.

"Ya sudah, kalau kalian nggak mau evaluasi pagi. Bapak juga belum bikin soalnya kok, hehe."

"Pak Raffa, ih!

"Ya ampun si Bapak ...."

"Bikin jantungan aja."

Protesan itu masih berlanjut bernada kekesalan saat mereka tahu wali kelas mereka ini hanya mengerjai mereka. Pak Raffa kemudian memberikan isyarat agar mereka diam.

"Udah, 'kan protesnya? Diam dulu bentar, Bapak mau kasih pengumuman." 

Setelah memastikan tidak ada yang bersuara, beliau melanjutkan. "Hari ini, Bapak membawa seseorang yang akan menjadi bagian dari kelas kita. Jenara, kamu bisa masuk sekarang."

Lalu Ara berjalan masuk, berdiri di sebelah Pak Raffa. 

"Ini teman baru kalian," ucap Pak Raffa. "Kamu bisa perkenalan dulu."

Ara mengangkat wajahnya yang sejak tadi menunduk, menatap puluhan pasang mata yang kini fokus padanya.

"Halo, selamat pagi semuanya. Perkenalkan, namaku Jenara Izumi. Kalian bisa panggil aku, Ara. Salam kenal semuanya, mohon bantuan dan kerjasamanya." Ara mengakhiri perkenalan dirinya dan memberi salam dengan membungkukkan tubuhnya sedikit.

"Oh, orang Jepang?"

"Keren nih, kelas kita kedatangan orang Jepang."

"Cantik kayak Asuna Yuuki, sayang rambutnya nggak orange."

Ara merasa wajahnya sudah memerah, berapa kali pun dia mendengar orang-orang menilainya seperti orang Jepang, dia tetap saja merasa malu.

"Eh, Si Siput, ternyata."

Satu celetukan yang berhasil membuat semua keributan itu beralih pada seseorang yang baru mengucapkannya. Ara pun mengarahkan pandang mencari sumber suara, kedua matanya membola saat bertemu tatap dengan cowok yang samar-samar dikenalinya sebagai cowok 'sopan' yang tadi pagi ditemuinya di depan gerbang.

Hah?
Kok dia ada di sini?
Mereka di kelas yang sama?

Ara nyaris mendengus tak percaya, untung saja dia ingat bahwa dia masih berdiri di depan kelas bersama wali kelas mereka.

"Ada yang ingin kamu katakan, Rel? Kalau tidak ada, sebaiknya kita biarkan Ara duduk," ucap Pak Raffa yang kemudian menoleh pada Ara. "Kamu bisa menempati tempat duduk di deret tengah bagian paling belakang, ya."

"Iya, Pak Raffa. Terima kasih."

Setelahnya Ara berjalan menuju bangku yang sudah ditunjukkan oleh wali kelasnya itu. Mengabaikan senyuman miring si cowok 'sopan', juga tatapan penasaran beberapa temannya.

"Ara! Ara! Di sini!"

Ara mendongak, mencari sumber suara, lalu melihat Cindy sedang melambaikan tangannya dengan antusias dari bangkunya yang berada di baris ketiga dari depan dekat jendela. Ara tersenyum, balas melambai pada Cindy.

***

"Ara!"

Panggilan itu membuat Ara tersenyum saat Cindy menghampirinya.

"Hai, Cindy. Ternyata kita beneran sekelas? Kupikir, tadi pagi kamu asal ngomong," ucap Ara meringis malu.

"Aku beneran, tau! Oh, iya, kenalin ini Rere." Cindy memperkenalkann seorang gadis berwajah manis di sebelahnya.

"Halo, Ara. Salam kenal, semoga kita bisa jadi temen akrab, ya." Gadis bernama Rere itu mengulurkan tangan yang dibalas oleh Ara.

"Kamu mau ke kantin bareng?" tanya Cindy.

"Boleh, deh."

Cindy dan Rere adalah tipe teman yang ceria dan ramah, sehingga membuat Ara nyaman dan tidak canggung di pertemuan pertama mereka ini.

Setelah memesan tiga porsi bakso dan tiga gelas jus buah, mereka mencari tempat duduk yang nyaman. Hampir semua bangku sudah penuh.

"Cindy, kenapa kamu nggak bilang kalau cowok 'most wanted' tadi pagi, ternyata temen sekelas kita?" tanya Ara penasaran.

"Oh, itu ...." Cindy kemudian tertawa kecil. "Biar kamu kaget aja, Ra. Nanti kalau aku kasih tahu, takutnya kamu nggak mau masuk kelas, hehe."

"Siapa?" tanya Rere bingung.

"Arel. Tadi pagi, dia udah bikin ulah sama Ara."

"Hah? Kamu diapain, Ra?"

"Nggak apa-apa sih, cuma tadi ditabrak pas jalan. Nggak sampe jatuh, tapi ya lumayanlah bikin sedikit takut di hari pertama," jawab Ara meringis mengingat kejadian yang dialaminya tadi pagi.

"Oh, kirain diusilin, gitu."

"Tenang, Ra. Kalau si Arel macam-macam, nanti kamu bilang ke aku aja."

"Oh, kalian dekat?" tanya Ara pada Cindy.

"Nggak. Bukan dekat, tapi emang musuh bebuyutan. Dia selalu bikin tugasku sebagai ketua kelas itu jadi susah. Ada aja tingkahnya," gerutu Cindy yang kemudian tertawa.

"Pokoknya, selama ada Arel, kehidupan kamu di sekolah bakalan seru dan penuh warna. Meskipun ngeselin dan tulang onar, tapi dia bukan anak yang jahat, kok."

Terdengar suara ribut dari luar, sampai Ara melihat Arel memasuki kantin bersama teman-temannya dengan gelak tawa yang membuat penghuni kantin menatap kesal.

Pandangan mata Ara lagi-lagi tanpa sengaja bertemu dengan Arel, membuat cowok itu tersenyum miring lalu berjalan ke arah mereka setelah menyuruh teman-temannya untuk memesan makanan lebih dulu.

"Hai Cindy tapi bukan Cinderella!" sapa Arel yang meringis pada Cindy dan duduk di samping gadis itu.

"Ngapain ke sini?" tanya Cindy heran karena kedatangan Arel.

"Emang nggak boleh? Kantin 'kan milik semua warga sekolah, Ndy. Gue cuma mampir aja, ngadem di sini, bangku lo deket kipas angin, noh." Arel mengedikkan dagunya ke arah kipas angin yang memang terletak di sebelah kiri meja yang ditempati oleh mereka.

"Hilih, alesan aja lo. Minggir sana, ditungguin sama temen-temen lo, tuh!" usir Cindy kesal.

"Sensi bener, elah. Gue cuma duduk doang, padahal. Ya udah, gue balik dah dari pada di cakar sama lo." Arel tertawa saat Cindy menendang kakinya. Cowok itu beranjak, namun matanya sempat menatap ke arah Ara sekilas.

"Ah!"

"Eh, maaf nggak sengaja," ucap seorang cewek berambut pendek yang memegang nampan dengan gelas yang isinya tumpah pada Ara. Cewek itu buru-buru meletakkan nampannya dan menarik beberapa tissu di meja untuk membersihkan seragam Ara.

"Gimana sih? Hati-hati dong, kalau jalan," tegur Rere yang ikut membersihkan seragam Ara.

"Maaf, gue nggak sengaja. Kantin rame dan jalannya sempit, nih," jawab cewek itu memberi alasan.

"Lo tuh, kalo jalan matanya dipake juga, jangan modal kaki doang," sahut Arel menatap si cewek.

"Gue udah bilang nggak sengaja, gue minta maaf."

"Udah nggak apa-apa, biar aku bersihin di kamar mandi aja. Lain kali, hati-hati ya." Ara menarik senyuman kaku di bibirnya sebelum beranjak untuk membersihkan diri di kamar mandi bersama Rere.

Astaga, kenapa hari pertamanya penuh warna yang seperti ini?

Cindy melirik tajam pada si cewek yang masih berdiri di tempatnya, kemudian bergegas menyusul Ara dan Rere.

Sementara si cewek pelaku hanya diam  menatap kepergian mereka. Tatapannya menampakan ketidaksukaan yang nyata. Sepertinya akan bertambah satu orang di daftar yang tidak disukainya.

Sial.

.

.

.

Bersambung.

.

Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro