Bab 22. Jauh

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kita akan mengerti akan nilai sesuatu saat kita sudah kehilangannya.

Apapun itu.
Momen, waktu, benda, ataupun seseorang.

.
.
.

Ara merasa tidak senang saat menyadari bahwa sekarang Arel menghindarinya.

Dia tahu Arel sibuk untuk persiapan olimpiade, namun di luar waktu-waktu bimbingan, Arel tak menemuinya. Bahkan pesan-pesannya hanya dibalas seadanya oleh pemuda itu.

Arel hampir tidak pernah ada di kelas, entah kemana jika sedang tak ada bimbingan. Kalaupun dia mengikuti pelajaran, dia akan datang terlambat, lalu bergegas pergi saat guru keluar kelas.

Ara juga masih ingat kejadian beberapa hari yang lalu saat dia memanggil Arel di lapangan basket, namun Arel tak mengacuhkannya. Ara awalnya memahaminya karena kesibukan Arel, tetapi makin lama rasanya semakin jauh.

"Cindy, kamu ada chat sama Arel nggak akhir-akhir ini?" Tanya Ara pada Cindy yang hari ini bisa mengikuti pelajaran karena tidak ada latihan.

"Ya ada, kayak biasanya aja. Nanyain pe-er, sama bahas olimpiade aja. Emang kenapa, Ra?"

"Nggak, penasaran aja apa dia sibuk banget. Aku nggak tau kabarnya sama sekali."

Mendengar itu Cindy mengernyit heran, agak terkejut, karena dia dan Arel masih berkomunikasi seperti biasanya. Harusnya dengan Ara juga begitu, 'kan?

"Kalian berantem?"

"Hah? Nggak, kok. Kita baik-baik aja."

Cindy menatap Ara, ada sekelebat pemikiran kecil yang ditebaknya sebagai jawaban, namun dia ragu.

"Sejak kapan Arel nggak ngabarin kamu, Ra?" Tanya Cindy untuk memastikan dugaannya.

"Udah dua mingguan, sejak kita pulang dari karya wisata waktu itu sih. Aku kirim chat ke dia nggak dibales, aku pikir dia sibuk persiapan lomba. Jadinya aku nggak mau ganggu. Terus kemarin kita ketemu dan aku panggil pas di lapangan basket, tapi Arel nggak nengok. Padahal jaraknya nggak jauh, " jelas Ara yang tampak kecewa.

Cindy menghela pelan kemudian menepuk-nepuk bahu Ara dengan lembut. Dia paham situasinya. Arel mungkin menjaga jarak karena hubungan Ara yang sekarang dengan Bintang. Tetapi dia tidak mungkin menjelaskan situasi ini pada Ara, 'kan?

"Nanti aku ngomong deh, ke Arel. Mungkin dia capek karena persiapan lomba jadi nggak balas chat kamu, lalu yang di lapangan basket itu mungkin juga Arel nggak denger panggilan kamu, Ra. Jangan sedih gitu, dong." Hibur Cindy yang tersenyum mendapati wajah cemberut Ara.

"Iya, makasih, CIndy. Setelah beberapa waktu kemarin, dia terus ada di sekitar aku, rasanya agak aneh tiba-tiba menghilang."

"Kangen ya?"

"Hm?" Ara menatap Cindy bingung, namun kemudian mengangguk, "Iya, kayaknya."

Cindy tertawa mendengar jawaban Ara, kemudian mencubit gemas pipi Ara membuat gadis itu mengaduh.

"Lucu banget sih, kamu, Ra. Maaf ya, aku juga akhir-akhir ini latihan terus jadi nggak bisa dengerin curhatan kamu."

"Kangen tau, biasanya bertiga. Aku jadi cuma berdua sama Rere, mana dia juga sering ngilang entah kemana kayak sekarang," jawab Ara meringis, lalu memutar kepalanya mencari keberadaaan Rere yang sejak tadi belum kembali ke kelas.

"Dia di perpustakaan kayaknya, jadwalnya balikin buku," jawab Cindy. "Kamu besok liat aku tanding nggak? Butuh di dukung nih," ucap Cindy dengan senyum pada Ara.

"Oh? Besok tandingnya?"

"Iya, besok di gedung olahraga Universitas Tujuh Belas. Kamu sama Rere datang, ya? Kata Pak Rafka besok anak-anak dibawa ke sana untuk mendukung, sih."

Ara merentangkan tangan dan menarik Cindy dalam pelukannya. "Aak, Cindy! aAku bangga sama kamu! Kamu keren banget sih!" ucap Ara di sela pelukannya membuat Cindy meringis terharu dan gemas.

"Kamu aneh deh, Ra. Padahal yang lain bilang aku serem karena Taekwondo, tapi kamu bilang kere. Jadi malu, nih!" jawab Cindy membuat keduanya kemudian tertawa, rtidak peduli jika beberapa anak di kelas menatap aneh pada mereka.

"Keren ih, soalnya aku nggak bisa."

"Ini beneran aku jadi malu, loh, Ara. Hehe, kita susulin Rere aja yuk! Daripada aku habis karena malu sama kamu," ajak Cindy yang sudah berdiri dan menarik Ara untuk mengikutinya ke perpustakaan menyusul Rere. Sementara di sepanjang jalan Ara terus menggodanya tanpa henti, sampai membuat Cindy berlari duluan meninggalkan Ara.

***

"Kebiasaan lo emang jelek, ya."

Arel menoleh saat mendapati Cindy tengah berjalan masuk lalu menutup pintu di belakangnya. Saat ini mereka berada di rooftop sekolah. Jam latihan sudah berakhir 30 menit yang lalu.

Arel menghembuskan napas panjang kemudian menutup lagi wajahnya dengan buku. Dia sedang mengistirhatkan diri dengan berbaring di sini, toh sudah pukul 4 sore, sinar matahari sudah tak seterik tadi.

"Lo menghindari Ara, ya? Kenapa?" Cindy mendudukkan dirinya di samping Arel yang berbaring dengan buku menutupi wajahnya, tak ada niatan untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Cindy.

"Ara sedih tuh, dia nanyain lo sama gue. Lagian kenapa lo bersikap seperti ini? Nggak seperti Arel yang gue kenal," lanjut Cindy tanpa peduli apakah Arel mendengarnya atau tidak.

"Gue nggak mau sok tau, gue tebak lo begini karena hubungan Ara sama Kak Bintang sekarang, ya?" Cindy tersenyum tipis, menoleh pada Arel yang masih bungkam. "Gue tahu lo kecewa, tapi dengan menjauhi Ara nggak bikin perasaan lo jadi lebih baik, 'kan? Mungkin lo butuh waktu untuk menerima, tapi lo bisa bersikap biasa aja 'kan sama Ara, bukan langsung main kucing-kucingan kayak gini." 

Cindy menghela pelan, dia paham bagaimana perasaan Arel. Toh, dia sendiri merasakan hal yang sama. Tetapi apa yang dilakukan Arel terlalau terlihat sehingga Ara bisa merasakan perubahannya.

"Udah, gue cuma mau ngomong itu aja. Minimal, lo bales chat dari Ara." CIndy beranjak dari duduknya dan menepuk-nepuk bagian roknya yang kotor kena debu.

"Berisik. Sok tau."

Gerakan tangannya terhenti saat mndengar suara Arel. Dipandanginya cowok yang masih enggan membuka wajahnya yang tertutup buku itu.

"Bukannya di bahagia dan seneng-seneng aja sama si benda luar angkasa? Ngapain nyariin gue yang suka gangguin dia."

Cindy masih diam berdiri, menunggu dan mendengarkan apa yang ingin Arel katakan.

"Ya, gue nggak menyangka aja kalau rasanya berat tiap liat mereka. Lo tau sendiri gue nggak pernah punya someone special selama ini. Ternyata begini rasanya orang patah hati. Sialan."

Cindy menghela kemudian kembali duduk di samping Arel. Dia tidak bisa mengatakan apapun karena dia merasakan hal yang sama. Bedanya, hanya Cindy yang tahu perasaan itu. Tidak seperti Arel yang kini terbebani oleh rasa yang terungkap dan tak tergapai.

"Tapi 'kan, lo nggak bisa terus begini. Bagi Ara, lo aneh karena menjauhi dia tiba-tiba tanpa alasan."

"Ya udah, biarin. Gue nggak peduli."

"Tapi gue peduli, Arel. Gue peduli sama lo berdua sebagai temen gue. Jangan merusak pertemanan karena hal ini sekalipun itu terasa berat."

"Dan lo tega liat gue tersiksa?"

"Bukan begitu ... tapi kalau lo beneran sesayang itu sama Ara, lo akan ikut bahagia kalau dia bahagia." Kemudian Cindy kembali beranjak, meninggalkan Arel.

"Cinderella, tungguin gue!"

Cindy menoleh dan lemihat Arel bangun dari posisi tidurannya lalu beranjak menyusulnya. "Lo mau pulang sekarang?"

"Iyalah, ini udah setengah lima lewat."

"Mau gue anterin?"

Mendengar itu sontak Cindy menoleh pada Arel, "Demi apa lo mau anterin gue? Setau gue, lo nggak suka boncengin cewek pake motor lo, oh ... kecuali Ara."

"Gue nggak bilang bakalan naik motor gue, tuh," jawab Arel cuek, mendahului Cindy menuruni tangga menuju halaman sekolah.

"Lah, terus mau anter pake apaan? Lo tadi bukannya bawa motor?"

"Gue anter naik bus lah, motor gue biar tinggal di sini aja."

Cindy menatap Arel tak percaya, bagaimana bisa ada pemikiran serandom itu? Dia meninggalkan motornya karena tidak mau menggunakannya untuk membonceng? Sungguh, Arel selalu berhasil membuat Cindy menggeleng keheranan.

Keduanya keluar dari sekolah menuju halte yang jaraknya tak begitu jauh. Membicarakan hal random apa saja selain topik  yang mereka bahas di rooftop tadi. Setidaknya, bagi Cindy, dia sudah mengatakan apa yang perlu dikatakan, juga Arel yang sudah mendengar apa yang harus dia dengar. Selanjutnya, hanya pertimbangan hati dan keputusan masing-masing yang menentukan apa yang terjadi nanti.

.

.

.

Bersambung.

Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro