Bab 25. Red Sign

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hal yang buruk bisa terjadi pada seseorang yang dalam keadaan hancur. Hanya untuk mengejek bahwa hidupnya tak layak untuk baik-baik saja.

.
.
.

Deru suara motor dengan gas yang dimainkan bersahutan memekakkan pendengaran siapapun yang lewat di gang Goyang. Tampak seseorang pemuda dengan raut wajah seriusnya duduk di atas motor hitam di barisan paling depan.


Ada beberapa motor di belakangnya yang siap menunggu aba-abanya.

Setelah mengantar Bima ke rumah sakit, Arel kembali ke base camp-nya. Meminta Asgaf untuk menunggu Bima di rumah sakit. Sementara dia dan Gala kembali.

"Ini kita tunggu apa lagi?" Tanya Gala pada Arel.

"Gue udah nyari tau siapa aja yang terlibat dalam pengeroyokan Bima." Jawab Arel.

"Kita nggak akan salah sasaran, 'kan?"

"Emang kapan gue salah sasaran? Pernah gue kayak gitu ke kalian?" Jawab Arel menatap Gala dan yang lain.

Semuanya diam, karena semua hal yang Arel lakukan selalu memiliki alasan yang logis. Dia memang nakal dan membuat banyak onar tetapi semuanya selalu memiliki jawaban.

"Mereka anak klub olahraga SMA 57, gue udah pastiin siapa aja nama mereka. Kita bakalan tunggu mereka di jam 3, di jalan menuju Gedung Olahraga Sakti. Mereka rutin sewa tempat di sana setiap hari," jelas Arel pada teman-temannya.

"Jangan salah sasaran, gue mau kalian kasih pelajaran setimpal dengan apa yang mereka lakuin ke Bima. Minimal, harus ada yang rawat inap di rumah sakit."

"Ah, satu lagi," Arel menatap kelompoknya dengan tatapan tajam, "Gue nggak mau ada efek di bagian fatal. Cukup bikin luka luar seperti yang mereka lakuin ke Bima. Ngerti?"

"Oke, Rel."

Setelah melihat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 2.30 Arel memberi kode lalu menyalakan motornya. Berlalu cepat keluar dari gang menuju lokasi yang sudah diketahuinya, sementara yang lain mengikutinya dari belakang.

Arel tidak pernah mengawali sebuah keributan. Dia akan bertindak jika sudah terusik. Lalu, di setiap tindakannya, dia tidak pernah gegabah. Selalu memiliki perhitungan. Memiliki alasan juga jawaban yang bisa diterima saat aksinya tertangkap. Alasan juga jawaban yang tak bisa dibantah oleh lawannya.

Dalam kasus Bima, saat di rumah sakit dia sempat meninggalkan teman-temannya sebentar untuk mengurus administrasi. Ketika itu pula dia pergi ke lokasi penyerangan Bima, mengecek cctv yang ada di area atas izin yang dia dapatkan dari salah satu warga pemilik. Dia bahkan bertanya pada orang sekitar untuk mencari bukti dan saksi yang melihat kejadiannya secara langsung.

Arel bahkan mencari info tentang murid SMA 57 yang melakukan pengeroyokan pada Bima. Setelah berhasil mendapatkan semua informasi yang dia perlukan, Arel menghubungi teman-temannya untuk membalas apa yang terjadi pada Bima.

Jangan tanya, kenapa Arel bisa semudah itu melakukan semuanya sendirian.

Rafael Wisaka memiliki kecerdasan luar biasa ditambah koneksi tak terduga di banyak tempat. Dan Arel memanfaatkan semuanya untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.

***

Ara sedang berada di taman sekolah bersama Rere. Mereka baru selesai kelas terakhir dan bersiap untuk pulang, lalu menunggu Cindy yang masih ada keperluan di kantor guru.

Tidak ada yang aneh, selain dia tak melihat Arel seharian.

"Re, aku nanya, ya?"

"Apaan?"

"Menurut kamu, Cindy dan Arel tuh selama ini kayak gimana?" Tanya Ara sedikit ragu pada Rere.

"Maksudnya, gimana?"

"Em, ya itu... kedekatan yang gimana gitu loh."

Rere menatap Ara, tampak berpikir. "Setahuku masih sana seperti dulu. Mereka itu musuh, kayak kucing sama anjing, tapi anehnya mereka bisa akur setelah semua pertengkaran yang terjadi."

"Berarti deket banget?"

"Kalau deket banget sih, nggak. Tapi Arel emang suka banget gangguin Cindy." Jelas Rere.

Ara hanya mengangguk-angguk mengerti saat mendengar penjelasan Rere.

"Hai, maaf ya, kalian nungguin lama," sebuah sapaan yang membuat keduanya.

"Udah selesai, Cindy?"

"Udah beres semua, tadi bicara sama pelatih dan Pak Rafka," jelas Cindy yang kemudian duduk di samping Ara.

"Akhirnya, aku udah bebas dari latihan setiap hari," ucap Cindy lega. "Aku bisa bareng kalian lagi."

Rere dan Ara tersenyum lalu mengusak kepala Cindy bersamaan, "Iya-iya, si juara Taekwondo. Keren bener deh!"

"Ara."

Sebuah panggilan yang membuat Ara mendongak dan mendapati Bintang berjalan ke arahnya dengan ekspresi tak biasa. Seperti bingung, kesal dan serius.

"Kak Bintang, ada apa?" Tanya Ara yang bingung setelah mendapat tatapan serius dari Bintang.

"Kamu bisa menghubungi sahabat kamu, nggak?"

Ara mengernyit heran dengan maksud pertanyaan pacarnya itu.

"Maksudnya?"

"Arel. Hubungi dia, tolong."

"Kenapa, Kak? Tumben banget," kali ini Cindy yang bertanya.

Bintang menatap Cindy sebelum menghela kasar, "Ini hari terakhir untuk bimbingan juga pengarahan untuk olimpiade besok. Semua peserta datang, dan cuma dia yang nggak ada."

"Udah dicari di sekolah? Mungkin dia sedang ada di suatu tempat di sekolah."

Bintang menggeleng, "Nggak ada yang tau dia ada dimana. Udah dicari, yang lain udah menghubungi tapi nggak ada respon."

Tatapan Bintang kembali pada Ara, "Tolong kamu hubungi dia. Aku nggak ada kontaknya," pintanya sekali lagi.

Ara menatap pacarnya itu, yang masih berekspresi dingin dan serius. Lalu segera menghubungi kontak Arel di ponselnya.

Panggilan tersambung namun tidak ada jawaban. Dicobanya lagi beberapa kali namun tidak ada hasilnya.

"Nggak ada jawaban, Kak."

Mendengar itu ekspresi Bintang mengeras, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa.

"Coba, biar aku yang hubungi, Kak," tawar Cindy yang langsung menghubungi Arel dengan ponselnya.
Beberapa kali percobaan namun hasilnya sama.

"Dia nggak jawab juga, Kak."

"Ini, harus banget dia hadir ya, Kak. Nggak bisakah dilolosin aja dia hari ini."

"Nggak bisa. Dia nggak bisa seenaknya seperti itu. Ini tanggung jawab dia, harusnya dia paham. Bukan seenaknya hanya karena skor nilainya selalu tertinggi?"

Terkejut. Itu yang dirasakan Ara saat mendengat ucapan Bintang. Lalu diraihnya tangan kanan Bintang, digenggamny dengan maksud menenangkan sang pacar.

"Kak, tenang dulu."

Bintang masih berekspreai seriua namun sorot matanya berubah menghangat ssaat menatap Ara.

"Maaf ya, aku terbawa emosi. Kamu tahu sendiri, aku ingin hasil maksimal dan sempurna pada olimpiade terakhirku. Aku nggak rela usaha kerasku dirusak oleh sikap tak disiplin orang lain."

"Iya, aku tau kok. Kakak jangan marah dulu ya? Kita cari Arelnya."

"Telat, Ra. Kita semua udah nungguin dia satu jam lebih. Dan pengarahan udah dilakukan karena para pembimbing juga punya jadwal kesibukan mereka yang lain. Harusnya dari sini Arel paham, bahwa orang lain tidak harus selalu nungguin dan mengistimewakan dia. Orang lain juga punya urusan mereka yang harus dilakukan."

Ara tersenyum sambil terua mengusap jemari Bintang.

Entah kenapa dia tidak suka karena penilaian Bintang pada Arel. Ya, dalam hal ini Arel bersalah karena meninggalkan tanggung jawabnya. Namun, bukankah seharusnya mereka menunggu jawaban dan alasan kenapa Arel melakukannya?

Cindy dan Rere hanya diam. Hingga kemudian beberapa gerombolan murid berlari tergesa melewati mereka.

"Oh, ada apa?" Tanya Cindy pada salah satunya.

"Ada tawuran antara murid sekolah kita sama SMA 57!" jawab anak itu sebelum pergi menyusul yang lain.

Mereka berempat saling pandang. Lalu seakan paham situasi keempatnya beranjak cepat menyusul rombongan murid tadi.

Ada keributan, artinya ada Rafael Wisaka di sana.

.
.
.
Bersambung.
.
Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro