Bab 27. Emosi dan Perselisihan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jangan pernah memberi harapan untuk seseorang agar dia terbang, jika setelahnya kau sendiri yang mematahkan kedua sayapnya.

.
.
.

Arel mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, membelah lalu lintas sore yang dipadati oleh orang-orang di jam pulang bekerja. Dia tidak langsung menyusul Gala ke rumah sakit. Emosinya belum turun setelah apa yang terjadi. Bukan karena perkelahiannya dengan anak SMA 57, namun kehadiran Bintang, Ara, juga Rere dan Cindy.

Sebegitu inginkah Bintang membuat Ara membencinya? Tidak cukup puaskah Kakak kelasnya itu mendapatkan hati Ara? Sehingga Bintang ingin memperlihatkan sosok buruknya pada Ara? Rahang Ares mengeras, dia tidak suka cara Bintang. 

Memang benar dia suka berbuat onar dan dia tidak bermaksud menyembunyikan sifat buruknya dari Ara, toh satu sekolah sudah tahu keburukan dan kenakalannya. Ara juga pasti sudah tahu. Tapi bukan dengan cara seperti ini. Dia benci orang lain merusak apa yang sedang dilakukannya, dia benci orang lain ikut campur urusannya.

Memasuki pelataran rumah sakit, dia melihat motor milik Gala dan teman-temannya. Dia akan memastikan kondisi anak-anak SMA 57 juga Bima. 

Namun, begitu dia masuk ke lobi, yang dilihatnya justru Bintang, Ara, Rere dan Cindy. Mereka mengikuti Gala sampai ke rumah sakit.

"Arel!"

Kali ini Cindy menyadari kedatangannya lebih dulu, lalu berjalan menghampirinya. Arel tersenyum tipis pada Cindy, sadar jika dalam hal ini Rere dan Cindy tidak bersalah.

"Lo dari mana? Lo nggak apa-apa?" Tanya Cindy menatap khawatir pada Arel.

"Nggak apa-apa, udah biasa, 'kan?" Jawab Arel tersenyum miring lalu beralih menatap Bintang dengan dingin.

"Masih kurang lo ngerecoki urusan gue? Ngapain bawa-bawa mereka ke sini?" Ucap Arel tidak suka. Dia melangkah maju mendekati Bintang untuk bicara pada pemuda itu. Menurunkan suaranya agak tidak terjadi keributan di lobi.

"Gue ngerecoki urusan lo?" Bintang berdecih, menatap Arel tak suka. "Bukannya gue mau melakukan semua ini. Lo sendiri yang bikin ribet masalah."

"Gue bikin masalah sama lo?" Decak Arel tak percaya, "Lo pikir, gue sebegitunya nyari perkara sama lo?"

Bintang tampak akan mengucapkan sesuatu, namun urung saat menatap Ara dan melihat gelengan pelan dari gadis yang disayanginya itu.

"Denger, gue nggak mau cari ribut sama lo. Gue datang hanya untuk ngasih tau lo, tentang tanggung jswab yang seharusnya lo utamakan ketimbang keributan ini."

Bintang menarik napas panjang  sebelum melanjutkan. "Lo harusnya sadar dan tau benar bahwa besok kita lomba. Daripada semua hal bodoh yang merugikan ini, harusnya lo datang ke pengarahan terakhir. Semua orang meluangkan waktunya untuk memberikan  yang terbaik, sementara lo seenaknya melakukan hal ini?"

Ara meraih tangan Bintang lalu mengusapnya untuk menenangkan emosi pacarnya itu. Hal itu tidak luput dari mata Arel. Membuatnya merasa semakin panas.

"Arel, maksud Kak Bintang baik, kok. Dia peduli sama kamu, makanya dia nyari kamu untuk bertanya alasan kenapa kamu nggak datang," tambah Ara, tangannya masih menggandeng Bintang, namun anehnya ada kesedihan yang tampak di matanya.

"Jadi, maksudnya ini semua salah gue karena nggak datang? Dan lo bilang, kalau gue nggak bertanggung jawab?" ucap Arel tanpa sadar dengan suara meninggi.

Menghela napasnya kasar, Arel maju selangkah mendekati Bintang. "Denger ya, gue melakukan hal ini sebagai bentuk tanggung jawab gue untuk temen gue daripada gue duduk diam di kelas padahal ada yang butuh bantuan gue!"

"Rel, udah. Jangan teriak-teriak, nggak enak sama yang lain," ucap Cindy menenangkan. Gadis itu sudah berpindah berdiri di samping Arel.

"Mungkin bagi lo, apa yang gue lakukan ini hanya sia-sia, nggak ada guna. Tapi, gue perlu bertanggung jawab melindungi dan membalas apa yang udah mereka lakukan ke temen gue," pungkas Arel.

"Udah-udah, sebaiknya kita bicarakan lagi ini nanti. Kak Bintang, sekarang udahan dulu ya," ucap Cindy menengahi, "Lalu, lo Rel, sebaiknya lo obatin dulu luka-luka lo yang udah mulai mengering itu."

Tidak ada lagi yang bicara setelah Cindy mengatakan hal itu. Cindy menarik tangan Arel untuk mengikutinya mencari perawat untuk membantu merawat beberapa luka di wajahnya.

"Re, lo balik sama gue atau sama Ara?"

"Aku sama kamu aja, Ndy." Jawab Rere yang kenudian menatap Ara, "Aku balik sama Cindy, kamu nggak apa-apa 'kan, Ra,?"

Ara menatap kedua sahabatnya sebelum mengangguk, "Iya, aku nggak apa-apa."

Setelahnya, Cindy, Rere dan Arel berbalik untuk pergi. Namun, baru empat langkah, Arel berhenti lalu berbalik untuk mengatakan sesuatu pada Bintang.

"Lo nggak perlu khawatir untuk lomba besok. Gue orang yang tanggung jawab. Sekalipun gue berandalan dan tukang bikin onar, otak gue masih bisa dipakai."

***

Arel duduk diam di depan ruang rawat Bima. Dia sudah meminta Gala dan temannya yang lain untuk pulang. Meminta mereka untuk mengantar Cindy dan Rere pulang setelah mereka memaksanya mendapat perawatan untuk luka-lukanya.

Hari ini bukan hari terbaiknya. Banyak emosi dan amarah yang dirasakannya. Melelahkan dan menguras energi, itu yang dirasakan oleh Arel.

Menghela napasnya, Arel menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi.

Rasa sakit lukanya masih bisa dia abaikan, namun sakit di hatinya terlalu berat untuk dia abaikan.

Dia ingat bagainana Ara menatapnya hari ini, bagaimana dia mati-matian berusaha menghindari kontak mata dengan Ara.

Lalu, bagaimana sahabatnya itu menatap Bintang, membela Bintang, menenangkan Bintang. Ah, Arel tak ingin mengingat namun bayangnya terus terlihat di matanya.

Kenapa rasanya sesakit ini?
Kenapa rasanya masih tak rela sementara dia belajar untuk terbiasa?
Dan lagi,
Bagaimana Ara akan menilai dan memandangnya setelah semua yang terjadi hari ini?

Rasanya dia dan Ara semakin menjauh.

Arel berniat untuk tidak pulang malam ini. Bagaimana dia bisa pulang dalam kondisi penuh luka begini?

Mamanya pasti akan mengomel panjang lebar dan berujung dimarahi oleh Mama dan Papanya.

Arel akan menunggu Bima malam ini. Itu pilihan terbaik yang dimilikinya saat ini.

Baru akan memejamkan mata, ponselnya berbunyi menandakan datangnya pesan.

Dari Ara.

'Arel, gimana keadaan kamu?'

'Maaf, aku nggak bisa bantuin banyak tadi.'

'Sebenarnya aku penasaran satu hal dan ingin sekali nanya ini ke kamu secara langsung. Tapi, kayaknya kamu menghindari aku, ya?'

'Aku nggak tahu apa alasannya, tapi aku minta maaf untuk kesalahan yang aku lakukan dan bikin kamu marah.'

'Aku kangen kamu, Rel.'

'Aku nggak suka kamu diemin aku kayak gini.'

'Maafin aku, ya?'

'Rasanya kita berdua jadi semakin jauh. Dan aku sedih karena hal itu.'

'Semoga, besok kamu udah nggak marah sama aku.'

'Istirahat yang cukup ya. Besok aku doakan yang terbaik untuk lomba besok.'

Arel menghela napas panjang setelah membaca pesan dari Ara. Hatinya menghangat terharu namun rasa kecewa itu masih ada. Lalu diingatnya pesan Cindy beberapa waktu lalu untuk membalas pesan dari Ara.

'Iya, thanks, Ra.'

Hanya itu yang bisa Arel katakan. Mungkin dia masih perlu waktu, dan dia hanya ini yang bisa dia lakukan sekarang.

.
.
.

Bersambung.
.
Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro