Bab 33. Perbandingan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rasa percaya itu letaknya ada dalam hati. Jika ada ragu di dalmnya meski hanya setitik, mungkin kau harus bertanya pada dirimu sendiri.

Sejauh apa kau dan dia?
.
.
.

Bintang terus menerus menghela napas tak tenang. Berulang kali dia menatap ponselnya dengan ragu.

Harus bagaimana dia sekarang?

Sejak dia tahu Ara berbohong padanya kemarin, dia belum lagi mengirim pesan atau menghubungi pacarnya itu.

"Tumben, ngelamun aja Bintang," ucap seorang temannya, menepuk bahu Bintang saat pemuda itu hanya diam menatap bukunya.

"Hah? Nggak, gue nggak kenapa-napa. Gimana?"

"Lo kayaknya sering ngelamun gue liat-liat. Kenapa, ada yang ganggu pikiran lo?" Arga—salah satu sahabat Bintang—kembali bertanya karena dia khawatir pada sahabatnya itu.

Bintang membuka mulutnya, mau mengatakan apa yang sekarang mengganggu pikirannya. Namun, dia ingat bahwa status pacarannya dengan Ara tidak diketahui oleh siapa-siapa.

Tetapi Bintang merasa perlu membagi isi hati dan pikirannya sekarang. Dia juga butuh pendapat orang lain. Dan Arga cukup bisa dipercaya.

"Kalau gue cerita, lo janji nggak akan ngomong ke siapa-siapa?"

Arga menggeser duduknya lebih dekat, lalu menengok ke sekitar memastikan tidak ada yang mendengar percakapan mereka.

"Oke, aman. Gue janji, emang masalah apa? Serius banget," bisik Arga penuh ingin tahu.

Bintang menatap Arga sebentar lalu mulai bicara, "Lo tahu anak pindahan yang namanya Ara, 'kan?"

Arga mengangguk, "Yang pacarnya Arel?"

Bintang mendengus kesal mendengar ucapan Arga, "Dia pacar gue, bukan Arel."

Arga melotot tak percaya mendengar ucapan Bintang. "Lo nggak lagi bercanda, 'kan? Jangan aneh-aneh deh, emang sih gue lihat lo jufa deket sama Ara. Tapi, beneran?"

"Iya, beneran dia pacar gue. Tapi ya emang nggak ada yang tahu status kita kecuali sahabat-sahabat Ara."

"Wah, gue nggak nyangka. Sumpah ya, lo tuh tiba-tiba." Arga masih menatap tak percaya pada Bintang.

"Eh, terus kenapa lo diem aja liat pacar lo—maksud gue Ara, deket sama Arel?"

"Ya karena Si Rusuh itu sahabatnya Ara."

"Kok bisa? Bukannya mereka baru ketemu di sini?"

"Mereka emang baru ketemu, tetapi mereka ternyata sahabat kecil. Sempet lost contact pas Ara pindah ke Surabaya."

"Oh, gitu."

"Dan yang jadi pikiran gue sekarang adalah kedekatan Ara dan Si Rusuh. Seperti yang lo bilang, kenapa gue nggak marah? Gue marah, tapi gue nggak bisa larang-larang Ara. Gue takut dia nggak nyaman sama gue."

"Lo coba omongin sama Ara, kalau perlu ya langsung omongin sama dia tentang apa yang lo pikirin."

"Kemarin gue nggak sengaja ketemu mereka di jalan. Mereka nggak sadar sih, tapi pas gue tanya Ara, dia nggak jujur sama gue kalau dia jalan sama Si Rusuh."

"Tunggu deh, dia bohong atau cuma beralasan?"

"Ya, menurut gue dia bohong. Dia cuma bilang jalan sama temen."

Arga menepuk bahu Bintang pelan, "Lo perlu omongin ini lagi sama dia. Gue nggak bisa kasih advise kalau liat situasinya.

"Nanti gue coba. Thanks, ya, inget jangan sampai apa yang gue katakan ini sampai ketahuan yang lain."

"Siap, aman."

Bintang tersenyum lega, meski tak banyak namun dia bisa mendengar pendapat orang lain.

***

"Nanti pulang anterin gue pergi yuk!" Ajak Arel tiba-tiba pada Ara. Keduanya sedang berada di perpustakaan mengerjakan tugas.

"Mau kemana?" Bisik Ara.

"Gue mau beli kado buat Mama. Besok Mama ulang tahun, gue mau kasih kado."

"Hah! Tante Ninis ulang tahun? Aku nggak tahu, tapi boleh deh nanti kita pergi" jawab Ara antusias.

Arel tersenyum senang, "Nanti pulang sekolah gue tunggu di depan gerbang."

"Oke."

Dan benar saja, siang itu sepulang sekolah, setelah berpamitan pada Rere dan Cindy, Ara langsung berlari ke luar.

Arel sudah di sana, menunggunya di atas motor hitamnya.

"Cepet banget kamu tuh keluar kelasnya. Aku baru ngomong sama Rere dan Cindy tapi kamu udah pergi."

"Biasa aja, tuh." Jawab Arel seraya mengulurkan sebuah helm pada Ara.

Ara langsung memakai helm nya lalu naik ke belakang motor Arel.

"Ini mau kemana?"

"Kita kencan," jawab Arel lirih seraya mulai melajukan motornya.

Di saat yang sama, ada seseorang yang menatap kepergian mereka.

"Itu tadi Arel sama pacarnya Bintang?"

***

'Sayang, kamu udah pulang?

'Udah, Kakak ganteng. Kakak masih di sekolah?"

'Iya, nih.'

'Kamu udah nyampe rumah?'

'Aku belum di rumah, Kak.'
'Aku di luar sama temen.'

'Wah, tumben nih, Sayang?'
'Jadi kangen jalan sama kamu.'

'Iya, maafin aku karena pergi sendirian.'
'Kangen Kakak juga'

'Nanti aku ke rumah ya?'

'Eh, aku nggak tahu nanti pulang jam berapa? Takutnya aku masih di luar'

'Apaaku jemput kamu aja ke tempat temenmu?'

'Nggak usah, Kak.
Nanti aku kabarin lagi kalau aku udah nyampe.'

'Oh, oke...'

'See you, Kakak gantengku'

'Iya, Satangku. Kamu hati-hati ya, di perjalanan.'

'Oke.'

Selepas membalas pesan Ara, Bintang meletakkan ponselnya kembali.

Dia sedang ada jam tambahan di kelas, namun begitu dia mendapatkan notifikasi tak terduga, seketika dia merasa tak tenang.

Beberapa menit lalu, Arga mengiriminya sebuah foto. Meski tampak dari jauh, namun dia mengenali sosok yang berada dalam foto itu.

Arel dan Ara.

Meski Arga hanya mengirimkan foto tanpa maksud apapun, hal itu merusak konsentrasinya. Hingga membuatnya tergesa meraih ponsel dan mengirimi pacarnya itu pesan.

Namun, lagi-lagi dia harus dihadapkan pada fakta bahwa Ara lagi-lagi bohong padanya. Pacarnya itu tidak langsung mengatakan kebersamaannya dengan Arel sekarang.

Kenapa, Ara bohong lagi padanya?
Kenapa pula Ara harus pergi bersama Si Rusuh?

Apa mungkin Arel yang menyuruh pacarnya berbohong?

Semua kemungkinan-kemungkinan buruk itu berputar di kepala Bintang.

Dia tidak pernah seperti ini. Merasa khawatir dan kecewa di saat bersamaan.

Ra, aku salah apa sama kamu sampai kamu bohong ke aku?

***

Ara menutup ponselnya dengan satu helaan napas panjang. Dia merasa tidak nyaman harus berbohong pada Bintang.

"Kenapa, Bintang?" tanya Arel begitu melihat wajah Ara yang kusut, dan mengangguk menjawabnya.

"Kenapa lo nggak bilang kalau lo pergi sama gue? Jadi berasa selingkuhan," ucap Arel dengan senyum yang agak dipaksakan.

"Aku nggak mau ya kalian ribut dan berantem nggak jelas kayak kemarin. Lagian kenapa sih kalian nggak coba saling akrab gitu?" tanya Ara penasaran karena dua orang yang dekat dengannya ini benar-benar saling membenci.

"Ogah banget gue temenan sama dia."

"Kak Bintang tuh baik, dia tuh..."

"Iya-iya, dia baik, dia ganteng, dia keren, dia pinter, dan dia pacar lo. Tapi gue nggak suka. Lo cukup liat gue sebagai Rafael aja. Nggak usah dibandingkan sama Si Benda Luar Angkasa itu," dengus Arel sedikit kesal jika Ara mulai membahas Bintang di hadapannya.

Ara mencebik mendengar omelan Arel, padahal dia tidak bermaksud membandingkan pacarnya dengan Arel. Baginya mereka bersinar dan memiliki kelebihan masing-masing. Dia hanya ingin keduanya berteman. Tetapi, melihat reaksi Arel sepertinya itu hal yang tidak mungkin.

"Jangan cemberut gitu, iya deh sorry gue nggak bisa akrab sama pacar lo. Supaya kita nggak berantem kayak gini, jangan bahas dia saat lo sama gue, ya?" pinta Arel, kali ini dengan suara yang lebih hangat dan kali ini disertai senyuman.

Ara menatap Arel sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Iya, deh. Maaf ya kalau kamu ngerasa begitu."

Arel tersenyum lalu mengusap kepala Ara dengan lembut lalu melanjutkan perjalanan mereka.

.
.
.

Bersambung.


Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro