Bab 36. Cindy

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kadang aku merasa iri, kenapa aku tidak bisa sepertimu yang dicintai oleh orang yang kucintai.
.
.
.

Hujan turun cukup deras di siang ini. Membuat beberapa siswa SMA 17 yang biasanya suka berkegiatan di lapangan harus menikmati waktu luang mereka di dalam kelas. Banyak juga yang mengeluh karena merasa terbatasi dengan turunnya hujan.

Padahal, rintik air yang turut turun dari helai daun dan bunga, tampak indah dinikmati dalam diam.

Gadis berambut panjang itu menatap jendela yang dipenuhi rintik hujan menyebabkan embun yang memburamkan pandangan. Cindy suka bermain dengan embun di jendela, meniupnya, menggambar bentuk-bentuk lucu yang tak bertahan lama di jendela.

Sebenarnya selain menikmati hujan, sejak tadi maniknya tak lepas dari seseorang yang ramai bermain dengan teman-temannya di bawah guyuran air hujan. Mengundang tatapan heran dan gumaman dari orang-orang yang menatap mereka.

Siapa lagi kalau bukan Arel dan teman-temannya.

Saat yang lain menghindari air hujan karena enggan kebasahan, Arel sebaliknya. Dia tak peduli dengan seragamnya yang basah, tak peduli dengan tatapan aneh yang dilemparkan padanya, tak peduli dengan orang-oranf yang tidak penting baginya.

Beberapa anak menjadikan keseruan Arel dan teman-temannya sebagai tontonan yang menyenangkan. Ikut tertawa melihat tingkah mereka.

Cindy menjadi salah satunya. Sejak tadi tanpa sadar dia tersenyum melihat polah Arel.

Memang, sering sekali dia dan Arel ribut dan bertengkar karena hal-hal yang sebenarnya sepele. Karena dia adalah ketua kelas yang rajin sementara Arel anggota kelas yang suka membolos dan bertingkah. Namun, setelah menjadi teman sekelas selama satu setengah tahun, Cindy semakin menyadari bahwa perasaannya pada Arel lebih dari sekedar kagum.

Meski dia sadar Arel bukan seseorang yang bisa digapainya sejak Arel bercerita tentang cinta masa kecilnya hingga sekarang Ara benar-benar datang diantara mereka.

Cindy tidak membenci Ara. Cindy menyukai sahabatnya itu, karena pribadi Ara yang ramah, baik, dan tidak bertingkah seperti gadis-gadis lain di sekolah mereka. Ara berbeda. Sikapnya tidak berlebihan, apa yang ditampilkannya jujur dari dalam dirinya.

Membuat Cindy sadar kenapa Arel jatuh hati pada Ara. Lalu, yang lebih mengejutkan adalah kehadiran kakak kelasnya yang menjadi idola sekolah jatuh cinta pada Ara. Padahal setahunya, Bintang ramah namun dingin pada perempuan. Terbukti bahwa selama 3 tahun bersekolah dan menjadi idola, Bintang tidak pernah berpacaran dengan siapapun.

Namun semua itu diruntuhkan oleh Ara. Cindy sadar kalau kakak kelasnya itu yang pertama jatuh cinta pada Ara. Lalu, Ara yang juga luluh pada sikap baik Bintang.

Saat Ara memutuskan berpacaran dengan Bintang, Cindy merasa senang sekaligus kecewa.

Senang karena sahabatnya mendapatkan sosok baik seperti Bintang. Lalu, kecewa karena dia tahu Arel akan patah hati.

Cindy menghembuskan napasnya pelan pada kaca jendela, menyebabkan embun terbentuk sekilas di sana.

Arel itu sama sepertinya. Jatuh hati pada seseorang yang menyukai orang lain. Meski dia menyukai Arel, namun Cindy tidak berniat mengungkapkan perasaannya yang justru akan merusak persahabatan mereka. Memiliki Arel sebagai sahabat sudah cukup baginya. Melihat Arel bahagia sudah cukup membuatnya ikut merasa bahagia.

Bodoh, ya?

Benar, Cindy memang bodoh dalam hal ini. Dia tidak mau mempertaruhkan persahabatannya yang berharga demi keinginan egoisnya.

Dia cukup puas dengan cara Arel memperlakukannya sebagai sahabat. Bagaimana Arel sesekali akan curhat padanya, mengusilinya, lalu terkadang juga memperlakukannya dengan manis seperti menolong, memberinya semangat, atau memeluknya tiba-tiba seperti saat dia memenangkan kejuaraan Taekwondo.

Dia akan selalu mengagumi Rafael Wisaka.

Sekarang, dilihatnya Arel sedang diteriaki oleh Pak Afkar karena hujan-hujanan. Padahal memang setelah ini pelajaran masih berlanjut.

Tawa Cindy lepas begitu saja saat melihat Arel dan yang lain justru berlari ke tengah lapangan basket dan bermain di sana. Benar-benar membuat onar karena Pak Adrian ikut keluar dan ngomel-ngomel pada mereka.

"Beneran badung ya dia? Heran kelakuan kayak gitu tapi otaknya jenius," ucap salah seorang teman sekelas yang ikut melongok jendela melihat keributan yang dibuat Arel.

"Emang ajaib tuh anak. Mana para guru kayaknya udah nggak mempan ngomelin dia."

"Tapi seru sih, dia kayaknya bebas berekspresi apa aja."

"Suka bikin onar tapi juga keren."

Cindy diam-diam tersenyum senang mendengar pujian yang dilontarkan teman-temannya untuk Arel.

Benar, sekalipun pembuat onar, seorang Rafael Wisaka adalah sosok yang keren.

"Lagi ngeliatin apaan sih? Rame bener pada nemplok di jendela," ucap Rere yang baru masuk ke kelas dengan Ara. Menatap heran pada teman-temannya yang berkerumun di jendela.

Cindy menoleh lalu melambaikan tangan pada kedua sahabatnya untuk bergabung dengannya.

"Ada apa, Cindy?" Kali ini Ara yang keheranan, dia menyodorkan satu buah cup minuman pada Cindy.

"Teh hangat itu, kamu minum dulu keburu dingin," ucap Ara dengan senyum manis.

"Kok dapet teh hangat?" Tanya Cindy heran sambil menyeruput.

"Tadi beli di ibu kantin, aku paksa buat bikin yang hangat," ringis Ara.

"Lah, itu Arel sama temen-temennya?" Tanya Rere lagi.

"Iya, siapa lagi emangnya yang bakalan bikin heboh kayak gitu?"

"Hah? Kok dia hujan-hujanan begitu?" Ara menatap dengan terkaget. Sama sekali tak menduga Arel akan serandom itu. 

"Kapan lagi liat Pak Afkar sama Pak Adrian ngomel-ngomel begitu, seru tau.

"Tau gitu, aku bawain minum juga. Bisa flu 'kan kalau begitu, mana hujannya deres banget!" Aramasih memperhatikan bagaimana Arel tidak menggubris teriakan Pak Adrian.

"Nyusul ke bawah yuk!"

"Ngapain, Ra?"

"Nyuruh Si Bego berhenti hujan-hujannan. Astaga, beneran kayak bocah, apa dia nggak malu diliatin anak satu sekolah?" Ara sudah beranjak keluar kelas, lalu berhenti di lokernya untuk mengambil jaket yang tadi pagi dipakainya.

Ketiganya berlari ke koridor yang terdekat dengan posisi Arel di lapangan, tidak peduli rintik hujan ikut membasahi mereka.

"Arel! Berhenti nggak!" Teriak Ara dari pinggir lapangan, tentu saja mendengar itu Arel menoleh dan tersenyum lebar.

"Ra!"

"Udahan, berhenti nanti kamu sakit!" Teriak Ara lagi, tak peduli beberapa murid menatap ke arahnya.

"Nggak! Ini seru banget! Lo mau coba? SIni! Cinderella sama Rere juga, sini!" balas Arel berteriak, malah mengajak Cindy dan Rere ikut serta.

'Cinderella' satu kata istimewa yang menjadi favorit Cindy sejak Arel memberinya panggilan itu.

Hal-hal mengenai Arel selalu membuatnya tersenyum dan merasa senang, meski itu hanya hal biasa.

Lalu, tak disangka-sangka, CIndy berlari menerobos hujan untuk bergabung dengan Arel dan yang lain, membuat Ara dan Rere terkejut.

"CIndy!"

Gadis itu menoleh dan tersenyum lebar menyambut tangan Arel yang mengajaknya berputar-putar di tengah hujan. Membuat suasana menjadi semakin ramai. Cindy yang dingin, cuek, rajin dan murid teladan kini tiba-tiba saja ikut berpesta heboh ditengah hujan bersama Arel Si Biang Onar?

Rere bahkan sampai menutup mulutnya saking terkejutnya. Begitupun Ara.

Melalui satu lirikan di sudut mata, Cindy dan Arel sepertinya mengerti arti pesan masing-masing. Keduanya bwerlari menghampiri Ara dan Rere lalu menarik keduanya untuk ikut menerobos derasnya hujan bersama mereka.

Mungkin, hal-hal seperti ini tidak akan terulang. Melakukan hal menyenangkan melalui kejadian sederhana bersama teman-teman. Tawa yang tercipta saat ini tak akan lagi bisa dijumpai di masa yang akan datang dengan perasaan yang sama.

Jadi, daripada sibuk merenungi perasaan dan isi hati yang justru membuat segalanya rumit, kenapa kita tidak menikmati apa yang ada saat ini dan berharap di masa nanti akan lebih banyak hal menyenangkan yang terjadi? - Cindy -

.
.
.

Bersambung.
.
Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro