Bab 42. Berakhir

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mungkin, cara terbaik untuk tidak terluka adalah melepaskan.

Karena saat kau menggenggamnya terlalu kuat, justru dia hanya akan menyebabkan rasa sakit.
.
.
.

Ara berangkat ke sekolah pagi-pagi sekali. Dia bahkan membuat bekal untuk dibawa. Setelah mengemasi semuanya, dia berpamitan lalu pergi dengan ojek pesanannya.

Tujuannya tidak langsung ke sekolah melainkan pergi ke rumah Arel.

Semalam, mereka kembali ke rumah Ara karena Arel harus menjemput mamanya. Tetapi dia tidak membuka helmnya sama sekali agar ibu mereka tidak curiga.

Ara masih sangat khawatir dan penasaran dengan siapa Arel berkelahi semalam. Dia sudah bertanya namun Arel tidak mau menjawab.

Begitu ojek menghentikannya di depan rumah Tante Ninis, Ara langsung masuk ke halaman dan mengetuk pintu depan.

"Selamat pagi, Tante Ninis," sapa Ara begitiu Mama Arel membuka pintunya.

"Selamat pagi, cah Ayu! Kok ndak telepon dulu, tahu gitu Tante bikinin sarapan spesial," ucap Tante ninis ramah dan hangat, mempersilakan Ara masuk. "Kamu mau berangkat bareng Rafael? Tapi tadi dia bilang ndak masuk sekolah karena sakit gigi, dari semalem berisik banget sampe Papanya kesel," jelas Tante Ninis.

"Iya, Tante. Tadi pagi Rafael kirim pesan ke Ara, ini ada bekal juga buat Rafael." Ara tersenyum menunjukkan bekal yang dia bawa.

"Walah, kok malah kamu bawain? Jadi repot 'kan, memang ya Rafael! Maafin anak Tante yang rewel itu, ya? Kamu ke kamarnya aja, kamu lurus ke belakang terus belok ke kiri ya, kamarnya ada di paling ujung yang madep ke kolam belakang."

"Iya, Tante. Kalau gitu Ara ke sana sebentar ya? Takutnya nanti kesiangan."

"Iya, Sayang. Maaf, Tante lanjutin goreng tempe dulu ya, nanti gosong."

Ara mengangguk lalu berjalan sesuai arahan Tante Ninis menuju kamar Arel. Karena Ara belum pernah datang ke rumah baru Arel yang ini, dia merasa sedikit asing namun menyukai suasananya. Sampai di depan kamar yang dimaksud, Ara mengetuk pintu.

"Arel, kamu masih tidur? Ini aku, Ara."

"Ya? Oh, masuk aja, Ra," sahut Arel dari dalam.

Begitu mendapat izin dari pemilik kamar, Ara memutar kenop pintu lalu masuk ke dalam dengan hati-hati. Dilihatnya Arel duduk bersandar di tempat tidurnya sambil memainkan ponselnya.

"Kamu sakit gigi?"

"Nggak."

"Tapi tadi Tante Ninis bilang, kamu sakit gigi."

"Alasan aja ke Mama, masa iya gue bilang kalo muka gue bonyok begini. Sialan emang!"

"Kok marahnya ke aku?" protes Ara karena Arel baru saja mengumpat.

"Bukan ke lo, gue cuma kesel aja jadi harus bohong begini,. Lo bawa apaan?" tanya Arel saat melihat Ara membawa paper bag.

"Aku bikinin bekal, buat jenguk orang sakit, biar lebih meyakinkan." Ara mengulurkan bekal yang dibawanya pada Arel. 

"Makasih nih, padahal lo nggak perlu repot begini. Tapi nggak apa-apa, gue suka lo perhatian sama gue." Senyum jahil itu kembali menghiasi sudut bibir ARel dan membuat Ara mencebik kesal.

"kalau gitu, aku berangkat dulu." Pamit Ara langsung karena ini memang sudah waktunya berangkat.

***

"Nanti pulang sekolah, kita jalan, yuk!" Ajak Rere pada Ara dan Cindy.

"Tumben, ada apa?" jawab Cindy.

"Ya, nggak ada apa-apa. Hari ini nggak ada les, jadi ada waktu."

"Yah, maaf banget. Aku udah ada janji sama kak Bintang nanti pulang sekolah," ucap Ara dengan menyesal pada kedua sahabatnya.

"Yah, udah di duluin sama mas pacar. Nggak bisa diganti besok aja, Ra?" bujuk Rere.

"Nggak bisa kayaknya, Re. Tadi Kak Bintang bilang ada yang mau diobrolin penting sebelum dia masuk pekan ujian." Jelas Ara merasa tak enak pada kedua sahabatnya.

Benar saja, sepulang sekolah Bintang sudah menunggunya di perpustakaan sekolah yang di jam-jam ini lumayan sepi. Ara sedikit heran karena pacarnya itu duduk di area pojok dekat jendela yang menghadap taman bunga mini di samping ruang musik.

"Kak, udah lama menunggu?" sapa Ara begitu dia mengambil duduk di depan Bintang.

"Hai, Ra. Aku juga baru datang, kok." jawab Bintang tersenyum, namun yang membuat Ara terkejut adalah luka robek di ujung bibir Bintang.

"Kak? Kamu kenapa?" tanya Ara panik begitu melihat lukanya, "Kakak dipukul orang?"

Bintang tersenyum lembut lalu menggeleng, "Nggak kok, aku nggak apa-apa. Lagian ini cuma robek kecil, 2 harian juga udah sembuh."

Ara merasa ada yang aneh dengan senyum Bintang hari ini, rasanya tak seperti biasanya. Seperti ada asing dalam senyuman itu. Lalu, tiba-tiba Bintang meraih tangan Ara dan menggenggamnya.

"Ra, aku mau ngomong sesuatu ke kamu. Sebelumnya maaf jika apa yang akan aku omongin akan bikin kamu nggak nyaman, tapi aku harus bilang ini ke kamu."

Perasaan Ara tiba-tiba tak nyaman begitu Bintang bicara.

"Ra, aku mau kita sudahi aja ya, hubungan kita."

Ara merasa seperti salah dengar, menatap Bintang tak percaya. "Kak, maksud kamu gimana?"

Bintang tersenyum lalu mengusap tangan Ara lembut. "Iya, aku mau kita udahan, Ra. Kita putus, ya."

Dan bagi Ara ini adalah hal yang paling tak pernah dia duga akan didengarnya. Ini bukan mimpi atau bercanda, kan?

"Kak... kita putus? Tapi kenapa...?"

Bintang terdiam, tak langsung menjawab pertanyaan Ara.

"Maaf, Ra. Aku merasa hubungan kita emang nggak bisa dilanjutin, karena makij ke sini aku makin sadar kalau kamu nggak sayang aku sepenuhnya."

"Maksud Kak Bintang apa? Kakak menilai rasa suka dan sayangku ke Kakak itu nggak serius? Kak, please jangan kayak gini," bujuk Ara yang kini sudah menangis.

"Jangan nangis, Ra. Aku yang minta maaf. Ini bukan karena kamu salah atau apa." Bintang mengelus kepala Ara menenangkan.

"Lalu kenapa Kakak minta putus?"

"Karena aku sadar, perasaan yang kamu rasakan adalah rasa kagum bukan cinta, Ra.

"Bukan, Kak. Nggak gitu, aku—"

"Yang kamu butuhin bukan aku, Ra. Yang kamu cinta bukan aku. Ada hati lain yang kamu simpan."

"Tapi aku nggak ada orang lain s3lain Kakak."

"Kamu belum menyadarinya, Ra. Ada orang lain di hati kamu selain aku. Seseorang yang saking terbiasanya nggak kamu sadari."

Ara terdiam, dia tidak bisa berpikur selain menangisi keputusan Bintang.

"Kalau aku minta kamu memilih aku sama Arel, kamu pilih siapa?" Tanya Bintang membuat Ara terperanjat.

Dia tidak bisa menjawab. Baginya Arel sama pentingnya dengan Bintang.

"Diamnya kamu udah memberikan jawaban, Ra. Sekarang kamu paham maksudku? Aku nggak bisa, Ra. Aky nggak mau berbagi kamu sekalipun dengan sahabat kamu."

"Aku nggak menyesali hubungan yang udah terjalin diantara kita. Terima kasih sudah memberi bahagia dan kisah indah. Ke depannya, aku akan jadi teman dan kakak yang baik buat kamu. Thanks, Ra. Aku sayang kamu."
.

Bersambung

.

Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro