13. ALT + F1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Yujin keluar dari rumah dengan napas terengah-engah. Ia mengacak rambutnya kasar. Pria berkaus hitam itu mengeluarkan ponselnya dan segera menelepon satu nomor dengan cepat.

"Kenapa lagi?"

"Kak, lo di mana?" Yujin masuk ke mobilnya dan mengaktifkan pengeras suara di ponsel.

"Lo nggak buat masalah baru, 'kan?" Gia jadi khawatir karena suara Yujin bergetar.

"Gue butuh ngobrol sama lo. Lo di mana?" Mobil Yujin bergerak keluar dari rumah Jenna.

"Gue di galeri. Mau ketemu di rumah atau di luar?" Gia sudah paham betul kalau adiknya pasti baru mendapat masalah.

Yujin menghela napas. "Gue aja yang ke galeri."

"Gue lagi sama Joel, mau gue usir atau tahan sekalian."

"Tahan aja. Gue juga butuh pendapat dia."

Panggilan itu berakhir begitu Gia menjawab Yujin dengan tawa. Mobil sedan hitam itu melaju dengan kecepatan tinggi. Tidak butuh waktu lama, pria bermata sipit itu sudah sampai di galeri milik Gia. Ia juga melihat mobil Joel yang terparkir di halaman.

Yujin membuka pintu ruangan Gia dengan ekspresi putus asa. Rambut tebalnya sudah mirip seperti sarang burung. "Kak, gue butuh bantuan lo."

"Kondisi lo udah lebih parah dibanding waktu putus sama Carissa." Joel malah mengejek dengan seringai.

"Cerita dulu. Barusan gue dapet chat dari Mami. Gue disuruh ngomong sama lo. Lo ngapain lagi?" Gia melipat tangan di dada sambil menatap adiknya yang sudah kelihatan tidak berdaya.

Yujin menceritakan semua kejadian yang ia alami dengan detail, bahkan hingga adegan persidangan tidak terduga yang ia alami. Ia juga menceritakan kalau ia sudah melarikan diri dari persidangan.

Joel tidak langsung menanggapi karena menunggu respon dari Gia. Namun, wanita itu malah kelihatan enggan berkomentar.

"Jadi, gue harus gimana?" Yujin bertanya lagi karena tidak mendapat respons apapun dari dua orang yang ada di hadapannya.

"Lo kabur lagi. Ini bukan kali pertama lo kabur. Waktu ribut sama Papi, lo kabur ke Jepang. Waktu lo putus dari Carissa, lo juga kabur dan nggak kasih kabar apapun ke dia. Anehnya, kali ini lo kabur, tapi coba buat tanya pendapat kami juga. Ini sesuatu yang bukan Yujin banget."

Joel mengangguk setuju. "Gue mau tanya, cewek yang lo maksud ini siapa?"

"Jenna, si cewek barbar, teman SMA kita."

Kalimat Yujin mampu membuat Joel dan Gia terkejut, bahkan Joel sampai mengerjap tidak percaya.

"Wait. Jangan bilang kalau Jenna yang lo maksud ini adalah Jennaya Aurora?"

Yujin mengangguk pasrah.

"Gue kira ini cewek random lain, bener Jenna?" Joel masih tidak percaya.

"Iya, Jenna yang kalo ngambek bibirnya kayak bebek itu." Yujin jadi kesal tanpa sebab.

Gia tertawa seperti orang kesurupan. Yujin sampai menggeser duduknya hingga berdekatan dengan Joel.

"Kak, yang punya masalah gue. Kenapa lo yang gila?"

Gia masih tertawa sampai terduduk sambil memegangi perut. Wanita berambut panjang itu menyibak rambutnya beberapa kali ketika tertawa.

"Kayaknya kakak lo beneran kesurupan." Joel berbisik.

"Oke, cukup." Gia menjentikkan jari di depan wajahnya sendiri. "Sekarang gue mau tanya. Lo dipanggil Jin Tomang sama Jenna?"

Yujin mengangguk. Tanpa sadar, Joel juga mengangguk.

"Wah, gue nggak pernah nyangka kalau takdir selucu ini. Jadi, Jin Tomang yang diceritain Jenna, adik gue sendiri?"

Yujin terdiam. Ia masih takjub pada respons Gia.

"Kita bisa balik ke topiknya nggak?" Joel bertepuk tangan untuk mengembalikan fokus Gia dan Yujin.

Gia duduk di depan Yujin dan menopang dagu. "Kalo sama Jenna, gue setuju, sih. Apa lagi yang bisa bikin adek gue yang tukang kabur ini stay di Indonesia?"

"Kak! Kenapa harus Jenna?"

Jenna tertawa. "Sekarang gue tanya, kenapa bukan Jenna?"

Yujin kembali terdiam. Gia benar-benar bisa membuatnya terus terdiam.

"Kenapa harus Jenna? Jenna itu baik, bahkan terlalu baik buat lo. Kalian teman lama, harusnya kalian udah paham satu sama lain. Udah cukup lo berkelana sama banyak cewek nggak jelas. Mungkin Jenna memang jadi tujuan terakhir lo." Gia tersenyum lebar.

Yujin kembali terdiam.

"Kalo menurut gue, musibah ini adalah jalan Tuhan buat mengembalikan Jenna ke lo. Kan dulu lo naksir dia." Joel menggoda sambil tertawa.

"Yujin, naksir Jenna?" Gia jadi antusias.

"Sayangnya nggak pernah ngaku." Tawa Joel pecah.

Yujin mendengkus. "Gue nggak pernah naksir dia, ya. Amit-amit."

Setelah Yujin mengatakan hal itu, satu pesan masuk ke ponsel Gia. Setelah membaca pesan itu, Gia menghela napas. "Papi bilang, kalau lo masih mau nerusin perusahaan, nikah sama Jenna adalah satu-satunya jalan."

Yujin melontarkan umpatan ke udara.

"Lo bisa buat kontrak sama Jenna, kayak zaman SMA. Kalian berdua bakal sama-sama aman." Joel memberi ide gilanya.

***

Jenna duduk di kafe tempat kencan buta pertamanya. Di hadapannya kini ada seorang laki-laki bertudung yang tengah membubuhkan tanda tangan di sebuah kertas.

"Gue akan berusaha mematuhi semua keputusan yang sudah kita buat bersama. Kalau orang tua kita tetep ngotot buat pernikahan ini, kita nggak punya pilihan lain." Yujin menggeser pena dan kertas tersebut ke arah Jenna.

"Kalau nggak karena Ayah gue yang mengancam buat hapus gue dari KK, gue juga nggak akan mau nikah sama lo."

Yujin mendengkus. "Lo kira gue mau? Gue bener-bener berharap mereka lupain ini semua dalam semalam, ternyata enggak, 'kan? Perjanjian ini adalah tindakan preventif untuk mencegah ekspektasi antara kita."

Jenna jadi naik darah. "Walaupun lo laki-laki terakhir di bumi, gue nggak akan pernah mau nikah sama lo!"

"Bagus kalau lo mikir gitu. Ingat, gue masih punya pacar di Jepang. Kita tanda tangan kesepakatan ini untuk mengamankan posisi masing-masing." Yujin menyeringai.

Jenna mengambil pena ragu. Ia sempat melirik Yujin yang kelihatan baik-baik saja dengan semua ini. Akhirnya, Jenna menandatangani surat perjanjian itu.

Aloha!

Terima kasih sudah baca dan berkenan vote.

Perjanjian apa yang ditandatangani Jenna dan Yujin?

Si Jin Tomang yang kelihatan tetap santuy walau hampir gila.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro