3. Diorama Jelek

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mungkin benar pilihanku untuk lari begitu melihat Ibu. Aku masih ingin mengelak salah lihat. Ibuku adalah orang yang benar. Meski ia kasar tetapi apa yang semua ia ucapkan seringkali benar. Tidak seperti ayahku, Ibuku berbeda.

Ibuku berbeda.

Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda. Ibuku berbeda

"Kau tak apa nak?"
Seorang wanita tunawisma lusuh menyadarkanku. Ia duduk di sana beralas kain dan kardus serta berjaket tebal. Aku melihat sekitarku dan menyadari aku tersesat di sebuah gang entah berantah di London. Seberapa lama aku berlari dan sampai mana aku berlari, aku tidak tahu.

Namun, kembali saat ini pun juga bukan pilihan yang tepat karena saat ini aku masih tidak merasa tenang.

"Apakah ada tempat yang bisa kukunjungi untuk wisatawan sederhana sepertiku?" aku mengelusrkan beberapa koin pst dan memberikannya pada wanita lusuh itu. Ia mengerjap sesaat dengan heran padaku lantas tersenyum dan menunjukiku arah.

"Belok sana ada toko barang antik kecil di seberang jalan. Masuk saja, toko itu selalu buka."

Aku segera pergi ke tempat yang dimaksud tunawisma tersebut. Jalanan agak sepi dan entah ini di mana aku kemudian menemukan toko atau barangkali lebih layak disebut kios atau warung kecil di sini. Sebuah kios dengan tumpukan barang di jendela display dan pintu bertuliskan tutup. Katanya toko itu selalu buka jadi kucoba peruntunganku untuk membukanya meski ada tulisan tutup di situ.

"Selamat datang." Seorang pria parau tiba-tiba muncul dalam posisi duduk di seberang konter. Aku kaget tetapi yang lebih mengkagetkan adalah aku kesulitan bergerak dengan himpitan meja yang penuh barang.

Aku berusaha mendatangi meja konter tersebut.

"Ada yang ingin dibeli?" Pria itu seperti baru saja pesta miras semalam, suaranya tidak enak dan baunya tidak bisa kujelaskan. Yang jelas matanya merah.

"Apa boleh aku melihat-lihat dulu?"

Pria itu menyilakanku dan aku berkeliling di petak-petak sempit meja dan rak yang penuh dengan barang. Barangkali kios ini seluas kamarku saja.

Aku melihat snow globe cantik tetapi begitu melihat harganya aku mengernyit. Lalu melihat mainan komedi putar cantik meski warnanya pudar. Ada juga sebuah kotak musik yang kucoba putar ternyata tidak bisa.

"Ah, beberapa di antaranya memang rusak, tetapi memiliki banyak kenangan di dalam sana. Tapi aku jual murah tenang saja."

Pria itu mengucapkannya sembari tertidur di balik meja konter. Aku tidak tahu bagaimana ia mengetahui apa yang kupegang. Jadi aku kembalikan dan pandanganku tertuju di sebuah diorama rusak.

Sebuah keluarga sedang di pulau kecil, kepala kedua orangtuanya terputus meski begitu mereka bertiga terlihat tertawa bahagia.

"Ah, kasian sekali," kataku sembari mencoba membetulkan kepala orangtua itu. Sayangnya karena diorama ini terbuat dari clay yang sudah mengering. Sulit membetulkannya kembali.

"Aku turut berduka." Pria dengan suara parau tiba-tiba ada di sampingku dan itu membuatku hampir menjerit. Bagaimama bisa ia secepat itu pindah ke sini tanpa kusadari.

"Kau melamunkan ini." Pria parau itu membetulkan kepala kedua orang tua itu seolah Clay yang kering dan rapih itu bukan apa-apa. "Dan aku rasa karena kau pelanggan pertamaku aku akan mengabulkan permintaanmu."

"Aku ke sini tidak ada permintaan. Aku hanya ingin melihat-lihat saja."

Pria parau itu berdehem untuk menghilangkan suaranya yang serak, tetapi tentu saja tidak bisa. Ia kemudian mengangkat diorama itu dan memberikannya padaku.

"Aku akan mengabulkan keinginanmu. Apa kau tak mau?"

"Aku ingin ... Kedua orangtuaku akur."

"Ada harga yang sangat tinggi untuk dibayar, kau tahu, karena kau sendiri adalah sosok yang eksistensinya tidak diinginkan bahkan oleh dunia mana pun. Sulit untukku ikut campur sebenarnya."

Aku mulai menitikkan air mata. Ayahku sendiri pernah mengatakan hal tersebut. Lalu untuk apa aku lahir?

"Tapi terlepas dari itu semua. Kau adalah anak berharga. Terus lah hidup bersama orang-orang yang peduli denganmu. Karena orang-orang itu akan jadi penolongmu."

Aku hanya menangis sembari memeluk erat diorama yang diberikan Pria bersuara parau ini.

"Aku akan menghapus rasa cintamu pada kedua orangtuamu sebagai biaya yang kuminta. Kuharap dengan ini kau tidak akan tersakiti lagi." Pria itu mengusap rambutku lalu mengecup ujung rambutku. Seketika itu dunia tiba-tiba menggelap dan di kedipan selanjutnya. Aku telah berdiri di luar toko.

Aku terheran-heran untuk sesaat.

Berapa uang yang kuhabiskan untuk diorama ini? dan pukul berapa sekarang? Astaga Nyonya Alpeby akan mengkhawatirkanku.

Buru-buru dengan cepat aku berlari mencari informasi di mana lokasiku saat ini dan bagaimana caraku untuk mencapai hotel kembali.

Dan aku sedikit menyesal dengan apa yang kubeli di kios barang antik itu. Bagaimana bisa aku memilih diorama jelek seperti ini. Kedua orangtuanya terlihat bermusuhan dan anaknya menangis. Astaga berapa uang yang kuhabiskan untuk sekadar beli diorama ini. Aku menyesal. Apalagi horor sekali penjualnya. Pria yang menatap tajam itu tidak ingin kutemui lagi.

~
A/N
787 kata
Yeayy, saya ada kemajuannn ✨
Meski ada perulangan mayan banyak sih. Tapi seenggak sudah ada 200 kata nambah banyak dari sebelumnya XD *sebelumnya cuma 500an soalnya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro