4. Di Kehidupan Xx

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Badai sudah berhenti. Pelukan Ayah dan Ibu sudah mengendur. Ayah mendorong puing batu yang telah menyelamatkan kami dari hujan asam. "Tutup hidung!" Ayah berseru sembari mengibaskan hidnungnya lalu menutup hidung dan mulutnya.

Aku mengeluarkan masker yang bisa kudapatkan sebelum hujan asam datang dan melelehkan semuanya. "Ayah, Ibu." Mereka mengerti dan memakai masker yang kuberikan. Aku pun juga demikian.

"Auxi, bagaimana situasi pemerintah?" Ayah bertanya pada Siri di lengan tangannya tetapi tidak ada balasan dari sana.

"Teknologi sepertinya juga mati. Mungkin ini akhir dunia." Ayah membangunkan Ibu yang duduk tersimpuh. Namun ibu menolak lemah.

"Baunya masih masuk sampai hidung." Ibu berkata dengan sangat lemas. Aku mengiyakan tetapi pandanganku tiba-tiba teralih pada sesuatu yang berwarna merah menetes dari masker Ibu karena merembes.

Ayah mencopot masker Ibu dan dari mulut serta hidung ibu mengeluarkan  darah.

"Mungkin badai asam karena kerusakan dunia ini yang membuatnya seperti itu." Ayah mengusap bekas darah yang tersisa di wajah Ibu. Ia kemudian dengan cepat melepas maskernya dan memakaikannya ke aku.

"Tempat paling sehat saat ini adalah rumah sakit. Pergilah ke sana! Putriku kau harus hidup," katanya yang membuatku kaget.

"Ka-kata ayah ini akhir dunia. Tapi, kenapa kau masih ingin aku selamat?"

"Tidak ada yang tahu ini benar-benar akhir dunia bukan? Kau harus pergi, putriku. Kami mencintaimu." Ayah berkata seperti itu sembari diangguk cepat oleh Ibu. Ibu biasanya adalah orang yang paling banyak bicara tetapi saat ini ia terlihat tidak berdaya dengan sesekali seperti menahan batuk.

"Kami mencintaimu putriku...." Ayah mendorongku hingga keluar dari kubangan penyelamat kami ini.

"Kami tidak apa-apa meski kau tidak mencintai kami. Tetaplah hidup!" teriaknya ketika aku sudah berlari cukup jauh.

Aku berhenti dan menoleh ke belakang.

Mereka menghilang....

"Haaah. Haah... Haaah!"

"Nona?" Nyonya Alpeby membuatku tersadar. "Ada apa?" tanyanya.

Aku melihat sekitarku. Ah aku masih berlibur. Kamar hotel The Grand yang kukomentari tidak terlalu bagus,  dengan sebuah meja yang disusun sedemikian rupa dengan makanan menggoda. Aku akui makanan di sini lebih baik daripada di hotel kami.

"Aku takut kita bertemu dengan Nyonya. Jadi aku pesan layanan kamar." Nyonya Alpeby terlihat bingung menatapku. "Anda tidak apa?"

Aku terdiam sesaat, rasanya tadi aku baru saja mengalami mimpi yang sulit. Namun aku tidak ingat apa itu. Dan kuputuskan aku hanya menggeleng tidak apa-apa. Toh hanya bunga tidur. Bunga tidur yang membuatku merasa aneh. Dunia yang hancur dan semengerikan itu.
~

399 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro