Daisy 🌼 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Daisy pulang dengan keadaan marah. Sampainya dirumah langkah Daisy terhenti saat melihat dua orang yang telah lama ia nantikan.

"Mama, papa."

"Hai, sayang. Kamu sehat? Mama rindu banget sama kamu." Risma---mama Daisy langsung memeluk erat Daisy yang masih terdiam didepan pintu.

Tak lama Daisy membalas pelukan sang mama. "Isy juga rindu mama." Daisy semakin mengeratkan pelukannya menyalurkan rasa rindu yang ia pendam sebulan belakangan ini.

"Kamu dari mana jam segini baru pulang?" Tanya Mahesa yang duduk santai di depan tv.

Daisy diam, enggan menjawab. "Namanya juga anak muda, pasti Isy hang out sama temen-temennya." Jawab Risma.

"Tapi sekarang sudah jam sembilan-"

"Kakak." Potong Daisy.

"Isy dari tempat kakak." Sambung Daisy lalu tanpa pamit ia pergi menaiki tangga kamarnya.

"Tuh kan, mas! Anaknya diem lagi! Kamu sih, marah-marah mulu!" Tuding Risma pada sang suami.

"Bukan marah. Aku cuman gak mau anak gadisku pulang malam-malam." Sanggah Mahesa.

"Tapi gara-gara ulah kamu, Isy jadi diam lagi. Bagus-bagus tadi dia udah baik, mau balas pelukanku." Hardik Risma.
Mahesa menghela nafasnya, "Iya udah. Aku salah, aku minta maaf ya." Ucap Mahesa.

"Seharusnya emang begitu!" Selalu saja, selalu saja lelaki yang disalahkan! Padahal niatku baik, tidak membiarkan Isy keluyuran larut malam. Kata-kata itu Mahesa sampaikan hanya di batinnya saja. Tekad Mahesa tidak cukup besar untuk melontarkan kata-kata itu didepan sang istri tercinta.

***

Seperti biasa, Daisy kembali terbangun saat jam menunjukkan dini hari. Kali ini ia terbangun pukul 03.30 WIB. Daisy menoleh pada jendela kamarnya, memandangi langit yang diterangi ribuan bintang kecil.

"Hari ini Mama Papa pulang, kak. Aku seneng bisa kumpul lagi. Tapi aku lebih seneng kita kumpul ber-empat kaya dulu, bukan ber-tiga." Monolog Daisy masih memandangi langit.

Daisy beranjak dari kasur, selesai ber-wudhu ia sedikit mengelap wajahnya. Daisy membentangkan kain panjang yang disebut sajadah, lalu menyarungkan mukena putihnya.

Disaat hatinya gundah, Daisy sering melalukan sholat sepertiga malam guna memperbaiki suasana hatinya sekaligus mengirimkan doa untuk Ana.

Setelah selesai dengan dua rakaat, Daisy langsung membuka mukenanya. Ia beranjak menghadap jendela lalu mengambil buku pink yang terletak di meja belajarnya.

Pada awalnya semua berjalan lancar, aku tersenyum, kamu bahagia. Kita bahagia. Tapi ternyata kebahagiaan kita tidak berlangsung lama. Semua berubah, semua menjadi gelap dan suram.

Aku tersiksa

Kamu terdiam

Kata-kata penuh makna itu tertulis di lembaran buku pink yang di hak miliki Ana. Buku pink yang menjadi teman curhat Ana selama ia hidup.

Sreet!

Daisy membuka halaman berikutnya.
Ntah sampai kapan ini ku biarkan berlangsung begitu saja. Aku ingin membalas, tapi tidak bisa. Mereka banyak, sedangkan aku? Aku sendiri. Ingin rasanya mengadu, tapi ntah pada siapa.

Ternyata, orang yang paling jahat adalah orang terdekat kita.

Daisy kembali membuka lembaran berikutnya. Sedikit berbeda, halaman ini berisikan foto Ana dan ketiga sahabatnya. Lalu dibawah foto terdapat kalimat singkat.

Mereka yang mengerti aku, yang selalu bersamaku. Ternyata mereka pula yang menjatuhkan ku dengan tahu-nya tentang kelemahan yang ku punya.

Aku adalah korban mereka!!

Daisy mengelus wajah Ana yang berada di dalam foto, jempol Daisy beralih ke wajah gadis yang berdiri disamping Ana. Daisy tersenyum smirk.

"Tunggu kehadiran gue di hidup lo, suatu saat nanti." Tekad Daisy.

***

Merasa sudah cukup rapi dengan seragamnya. Hari ini Daisy memilih gaya rambut terikat satu dibelakang. Daisy merampas tasnya lalu melangkah keluar kamar.

"Pagi, sayang. Sarapan dulu yuk, biar tambah semangat belajarnya." Risma menarik lengan Daisy menuju meja makan yang sudah di huni Mahesa.

"Pagi pa, ma." Risma tersenyum hangat.
"ayo duduk dekat Mama."

"Gimana sekolah kamu?" Tanya Mahesa berbasa-basi.

"Bagus."

"Gak ada yang kasarin kamu kan?" Daisy jadi teringat perkelahiannya dengan Rey Minggu lalu. Jujur, lemparan yang diberikan Rey cukup sakit membekas diperut Daisy saat itu.

Apa jadinya jika Daisy mengadu pada Mahesa? Apa Mahesa akan mengamuk datang ke sekolah untuk menghukum Rey? Lalu Rey akan di skor selama 3 hari? Atau langsung di drop out? Tanpa sadar bibir mungil Daisy mengukir sebuah senyum kecil.

Mahesa mengerutkan dahi melihat anaknya malah tersenyum tidak jelas, begitupun Risma.

"Baik kok." Risma mengernyit.

"baik apanya nak?"

"Ya, baik...," Ya ampun Daisy, salah jawab kan lo. Seharusnya Lo jawab gak ada, gitu. Batin Daisy menggerutu.

"Maksudnya, gak ada yang kasarin Isy." Ralat Daisy tersenyum simpul.

"Eum..., Ya udah. Isy berangkat dulu, ma, pa." Pamit Daisy.

Mahesa bangkit dari duduknya. "Ayo papa antar, cuaca mendung. Kayanya nanti mau hujan." Daisy menggeleng.

"Gak usah pa, Daisy bawa payung nanti, pasti gak kehujanan kok." Tolaknya.

"Ta-"

"Isy berangkat pa, ma. Assalamualaikum!" Daisy langsung lari menghindari Mahesa.

"Wa'alaikumussalam, hati-hati, sayang!" Jawab Risma.

"Udah lah mas, kamu itu terlalu overprotektif sama Isy, bikin dia gak nyaman." Tutur Risma. "Kasian Isy, biarin dia ngerasain indahnya masa-masa remaja." Tambah Risma.

"Aku takut Isy seperti Ana. Isy anakku satu-satunya Risma." Jawab Mahesa.

Risma mendekat, "Isy beda dengan Ana, Isy anak yang kuat, Mas. Aku yakin, kejadian Ana gak akan menimpa Isy." Risma tersenyum tulus meyakinkan Mahesa.

Mahesa menghela nafasnya lalu mengangguk, mencoba percaya pada ucapan Risma dan yakin pada Isy bahwa kejadian itu tidak akan menimpa putri bungsu yang sudah menjadi putri tunggal kesayangannya.

"Aku cuman mau yang terbaik untuk Isy."

***

Disini, Daisy sedang menunggu bus yang akan mengantarkannya ke halte sekolah. Tapi tunggu, kenapa perasaan Daisy tidak sedap?

Di ujung kursi yang sama Daisy duduki ada seseorang bercelana seragam sekolah dengan tas ranselnya. Tapi orang tersebut mengenakan topi sehingga Daisy tidak bisa melihat jelas wajahnya.

Tidak ingin ambil pusing, Daisy mengalihkan pandangannya, mencoba acuh pada sosok asing itu. Daisy berdiri melihat langit yang mulai menggelap.

"Mendung ya."

"Iya." Jawab Daisy tanpa sadar. Sedetik kemudian, Daisy terperanjat kaget lalu menoleh ke sampingnya.

Seorang siswa yang bersekolah di sekolahan Daisy juga, itu terlihat dari seragam yang mereka kenakan sama.

Daisy sedikit mendekatkan wajahnya melihat wajah seseorang yang tertutup topi itu.

"HUWA!!" Cilukba cowok itu

"ELO?!" Pekik Daisy.

"Ngapain lo disini?" Tanya Daisy menunjuk wajah tampan Rey.

"Kenapa? Emang gak boleh?"

Daisy mengangguk, "Iya, gak boleh!"

Rey tampak menggerling matanya kesal, "emang buyut lo juragan halte?!"

"Ini tempat umum. Jadi gue boleh disini, lo tuh yang gak boleh disini." Sambung Rey.

"Emang ada juragan halte?" Gumam pelan Daisy, selanjutnya ia menggeleng. Tidak seharusnya ia memikirkan perkataan abstrak Rey.

Ahirnya bus yang di tunggu oleh Daisy sampai. Bus terlihat ramai, tapi mau bagaimana lagi? Waktu Daisy sudah mepet, tidak akan sempat untuk menunggu bus selanjutnya.

Begitupun Rey. Terpaksa ia menggunakan angkutan umum hari ini. Motor kesayangannya telah di coret-coret oleh adik sepupunya yang mampir kerumah Rey kemarin.

Daisy menunggu semua penumpang naik terlebih dahulu, agar ia tidak berdesak desakan dengan penumpang lain. Tersisa satu bangku, dengan lega Daisy melangkah ke bangku paling ujung itu.

Tap!

Daisy menghentikan langkahnya didepan bangku yang sudah berpenghuni itu. Daisy mengepal tangannya. "Gue duluan."

Rey menoleh, "Enak aja. Jelas-jelas gue duluan yang duduk disini."

"Tapi dari awal masuk tadi gue udah ngincar ini kursi." Keukeh Daisy.

"Tapi gue duluan yang duduk. Siapa cepat, dia dapat!" Rey tersenyum smirk pada Daisy.

Daisy mengangkat kepalan tangannya lalu mengarahkannya pada Rey. "Eits, main kasar mba jagonya." Rey terkekeh kecil puas telah mengganggu Daisy.

Terpaksa Daisy berdiri disamping Rey selama perjalanan menuju sekolah. Selain bus yang padat dan tempat duduknya diculik, kesialan Daisy bertambah satu karena tubuhnya yang pendek.

Tangan Daisy tidak bisa menggapai pegangan yang terletak diatas khusus untuk penumpang berdiri. Itulah susahnya menjadi orang pendek.

Untungnya Daisy ada payung, ia menggunakan payung tersebut sebagai penyanggah tubuh mungilnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp