Daisy 🌼 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selama diperjalanan menuju sekolah langit semakin menggelap dan rintisan hujan mulai turun kepermukaan bumi. Semakin lama, semakin deras. Daisy mengehela nafas lega, untungnya ia membawa payung.

Berbeda dengan Daisy yang bernafas lega. Rey malah menampilkan wajah cemas. Pasalnya ia tidak membawa persediaan hujan satu pun. Payung tidak bawa, apalagi jas hujan. "Sialan, kenapa pake hujan segala, sih!" Gerutu batin Rey
Hujan adalah hal terindah yang Tuhan berikan untuk ummat-Nya, terutama aku. Aku mencintai hujan karena alasan.

Hujan yang membawanya menghampiri aku yang berlari kecil ditengah hujan deras kala itu. Aku bahagia, tiada sangka karena hujan aku berkenalan dengan sosok malaikat penjaga.

Bara Mananta.

Kalimat-kalimat itu Daisy ingat betul telah dituliskan oleh Ana di buku diary pink miliknya. Daisy tersenyum, membayangkan Ana yang berusaha menerobos derasnya hujan saat itu. Lalu datanglah Bara dengan mobil mahal menawarkan tumpangan untuk Ana.

Ralat, kata Ana saat itu Bara memaksa dirinya.

Dengan malu-malu kucing Ana mengangguk lalu masuk kedalam mobil Bara. Antara mau tapi takut. Siapa sih yang tidak terpincut pesona seorang Bara si ketua geng besar kala itu? Tapi di satu sisi, Ana takut di kroyok masa oleh fans Bara yang bejibun.

"Tenang aja. Aku jamin gak ada yang liat kamu masuk mobil aku." Ujar Bara yang paham dengan keadaan. Dengan gaguk Ana mengangguk.

Tunggu, apa tadi Bara bilang? Aku? Kamu? Ana gak salah dengar kan? Kalo iya, wajar pipinya memerah sekarang.
Bara terkekeh kecil, "Pipi kamu merah." Ana semakin menundukkan kepalanya, malu. Bukannya diam, Bara malah semakin terkekeh.

"Kamu lucu juga, ya." Skatmat! Tolong tenggelamkan Ana yang sudah malu semakin tersipu malu. Kenapa Bara pandai merayu seperti ini. Setahu Ana, Bara itu ketua geng brutal yang kasar dan kejam.

"Aku gak sejahat yang kamu kira. Aku bakal jinak kalo sama orang yang aku sayang." Kata Bara seolah-olah mendengar batin Ana lalu menjawabnya.
"Dan kamu," Bara menjeda sekejap, "berhasil bikin aku jinak sama kamu." Sambungnya.

Seperti itu lah cerita cara perkenalan Ana dan Bara pertama kalinya yang diceritakan langsung oleh Ana waktu itu. Daisy masih ingat, sepulang sekolah Ana dengan baju basah kuyup tapi dengan senyum yang merekah. Disitu, Ana langsung bercerita pada Daisy yang masih SMP. Dan disitu pula lah, Daisy pertama kali bertemu dengan Bara.

"Bara sialan!"  Batin Daisy mengumpat.

"HEH! Bantet! Kerasukan jin lo?!" Tiba tiba Rey menepuk kuat bahu Daisy.

Daisy mendeklik kesal, tapi tak jadi marah saat ia sadar ternyata bus telah berhenti di halte sekolah. Daisy tak menggubris Rey yang meneriakinya dengan panggilan "bantet"
Daisy membuka payungnya, "Berdua donk Tet payungnya. Gue gak bawa payung."

Daisy berbalik, "Lo siapa?"

Rey melotot, "Astaga, Tet. Tega lo, lupain gue. Ck, ck!" Ujar Rey dramatis. Daisy hanya menatap nanar kelakuan Rey yang semakin gila.

Daisy kembali melangkahkan kakinya sedikit berlari ditengah hujan dibawah naungan payung transparan yang digenggam.

"BANTET! YA ALLAH! BANTUIN PACAR LO INI WOY! TET!" Pekik Rey tidak tahu malu.

"Berdosa sekali kamu." Gumam Rey.

***

Daisy berlari sampai di koridor. Koridor terlihat sepi karena hujan, para murid lebih memilih berdiam diri di kelas mereka. Daisy berhenti menutup kembali payungnya. Lalu sedikit membersihkan dan merapikan seragamnya.

Dari sini, Daisy dapat melihat bus sudah berjalan. Daisy mengernyit, bagaimana dengan Rey? Apa dia menerobos hujan deras? Atau malah balik lagi dan memilih bolos? Pertanyaan-pertanyaan itu bermunculan di pikiran Daisy.

Melihat ada seorang siswa kelas sebelah berjalan melewatinya, dengan sigap Daisy menahannya. "Tunggu." Nada bicara Daisy sedikit berubah menjadi datar.

Daisy menyodorkan payungnya, "Anterin ke Rey. Dia didepan."

Siswa itu tampak ragu. "Ta..., Tapi gue-"
"Se. Ka. Rang!" Titah Daisy. Siswa itu langsung mengambil payung Daisy dan berlari terbirit-birit ke gerbang.

***

Disisi lain Rey terpaksa turun bus menerobos hujan. Rey berteduh di halte, "Ck, malas banget gue basah-basahan!" Monolognya.

Rey menatap kearah dalam sekolahan, berharap ada seseorang yang bisa ia mintai tolong. Bukan, maksudnya berharap ada seseorang yang bisa ia perintahkan paksa.

Tak lama ada seorang siswa berlari kearah Rey dengan payung ditangannya. "WOY! SINI." Teriak Rey.

Siswa itu berhenti disamping Rey. "I..., Ini payungnya kak." Ucapnya ketakutan. Rey langsung merampas payung tersebut. Sebelum membuka payung, Rey menatap lekat payung yang ditangannya itu, "Lo tau dari mana gue disini?"

"Da..., Dari Daisy." Siswa cowok itu semakin ketakutan karena tatapan Rey yang menajam.

"Daisy?" Beo Rey. Sudut bibir Rey terangkat mengukir senyuman kecil.
"Peduli juga si bantet." Rey langsung membuka payung milik Daisy lalu pergi dari halte sembari berlari kecil tanpa memperdulikan siswa cowok tadi.

***

"Padahal kita mau jenguk lo hari ini. Tapi lo nya udah masuk." Ungkap Indah menghampiri meja Daisy yang sudah ada Asri duduk disebelahnya.

"Sebenarnya kemarin gue pergi-"

"YAK! Berarti lo bohong kan!" Pekik Indah.

"Gue gak bohong. Waktu hari pertama gue gak masuk, gue emang demam. Tapi hari kedua sama ketiga gue pergi ikut emak gue." Perjelas Asri.

"Sakit apa lo? Sakit hati liat Dery goda anaknya mbok Roro?" Daisy menaikkan sebelah alisnya menggoda Asri.

"Enak aja, ngak!" Tolak Asri. "Tapi, kok lo tau sih? Dery godain anaknya mbok Roro?" Tanya Asri.

Daisy menunjuk Indah dengan dagunya. Indah yang ditunjuk pun ikut menunjuk dirinya sendiri lalu terkekeh kecil. "Ck, ember bener mulut Lo!" Umpat Asri.
"Hehe..., Udah ah! Kantin yuk, gue udah laper dari tadi." Asri mengangguk meng'iya'kan.

"Kalian aja deh, gue mager." Tolak Daisy.

"Emang lo gak lapar? Hujan-hujan gini enak banget lho makan baksonya mbok Roro."

Daisy menggeleng, "Gue udah makan dari rumah." Jawabnya.

"Udah ah, sana pergi, ntar gak kebagian bakso lagi lo pada." Usir Daisy.

"Ya udah, kita duluan." Pamit Asri. "Nanti kalo mau nitip chat aja ya." Tambah Indah yang diangguki Daisy.

Sekarang dikelas hanya 3 murid yang terkenal nerd yang hoby membaca buku pelajaran. Daisy meletakkan kepalanya di atas meja.

Karena merasa bosan, Daisy beranjak dari duduknya. Ia pergi keluar kelas, berencana pergi ke taman belakang, tempat yang tenang, sunyi dan jarang dikunjungi murid murid.

***

"Dery tuh. Dia ngelirik lo mulu." Ujar Indah.

"Bodo amat." Sarkas Asri.

"Oh ya. Kemarin Daisy berantem sama kak Rey."

"Uhuuk...uhuk...," Asri tersedak. "Demi apa lo? Berantem gimana?" Tanya Asri.

"Lo tau Daisy gimana sama orang lain.

Rey kesel, jadi ya gitu. Mereka berantem."

"Masalahnya apa? Sampe berantem gitu? Biasanya juga Daisy cuek bebek sama cowok."

"Sebenarnya, gue yang nyuruh Daisy buat ambil bola yang gak sengaja kena kepalanya Rey karena ulah gue." Jujur Indah.

"Tapi Rey ngira Daisy pelakunya. Ya udah, dari situ asal mula mereka berantem." Lanjut Indah.

Brakh!

"WOY!" Rey datang lalu menendang kursi yang berada disamping Indah.

"Mati lo, mati gue." Latah Asri dan Indah dan kompak mengangkat kedua tangan mereka.

Asri mengelus dadanya kaget. "Untung gue gak punya sakit jantung." Syukur Indah.

"Pfftt..." Dodi dan Dery menahan tawanya melihat tingkah latahnya Asri dan Indah.

"Ketawa Lo?!" Nyolot Asri.

"Bantet mana?" Asri dan Indah kompak mengerutkan dahi, "Bantet, saha?" Tanya Indah.

"Daisy maksud gue."

"Daisy dikelas." Tanpa pamit Rey langsung meninggalkan ketiga temannya bersama dua gadis sahabat Daisy.

"Daisy siapa sih?" Tanya Dodi.

"Anak IPA 2. Yang di bicarain sama anak-anak, yang katanya cewek introvert galak." Jawab Dery.

"Galak? Cantik gak?"

"Cantik lah. Tapi ya itu, galak banget bor, cool gilr." Tambah Dery.

"HEH! Berani-beraninya gibahin Daisy didepan sahabatnya." Semprot Asri.

Dery menoleh, "Ups. Gue kira sampah gak bisa protes." Asri melotot.

"DERY SIALANN!!!" Teriak Asri mengejar Dery.

"AMPUN MANTAN!!" Teriak Dery. "Ya ampun, mantan makin galak, euy."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#nubargwp