BAB 16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Clarice segera masuk ke kamar, kemudian mendekap erat gulingnya dan merebahkan tubuh ke kasur. Ia sangat lelah setelah pesta homecoming tadi, tetapi di sisi lain ia pun bersenang-senang. Clarice juga merasakan kesan yang berbeda tentang Jefferson. Ia bahkan meminta Jefferson untuk datang ke rumahnya saat ulang tahun. Ya Tuhan, ini perubahan drastis. Biasanya, rumah Clarice hanya berisi Mom, Dad, Miracle, dan Noah saat ulang tahunnya. Kali ini, ia memiliki satu tambahan tamu baru.

Eh ... tunggu! Noah. Clarice tidak yakin apakah temannya itu akan senang jika ia mengundang Jefferson turut serta dalam acara ulang tahunnya. Noah pernah memperingatkan untuk menjauhi Jefferson yang agresif. Tetapi, bukankah itu hanya kesan pertama? Clarice bahkan telah memiliki pandangan yang berbeda tentang Jefferson. Lagipula, ini acaranya. Ia memiliki hak untuk mengundang siapa pun yang datang ke rumahnya.

Namun, sepertinya ia tetap saja harus memberi tahu Noah. Clarice pun mengeluarkan handphone, kemudian mengetikkan SMS kepada Noah. Noah, apa kau tak keberatan kalau aku mengajak seorang teman cowokku di acara ulang tahunku?

Clarice bimbang sejenak. Apakah ini benar-benar perlu? Oh, tentu saja perlu. Clarice membaca pesannya sekali lagi, sebelum menyentuh tulisan send di layar handphone. Ia tidak berharap bahwa Noah akan langsung menjawab, karena saat itu sudah larut malam. Tetapi, beberapa detik kemudian, muncul balasan dari Noah.

Itu pestamu, Clarice. Tentu saja aku tidak keberatan dengan siapa pun yang kau undang.

Clarice menghela napas sambil tersenyum. Di saat kehidupannya berubah drastis karena terkirimnya surat-surat itu, ia sungguh bersyukur bahwa teman-temannya tetap tidak berubah. Clarice merasa bahwa ia dapat mengasumsikan Miracle dan Noah akan terus bersama dengannya, paling tidak sampai akhir kelas Senior.

***

Di antara para remaja yang ditinggal bekerja oleh kedua orang tuanya, mungkin Clarice masih termasuk beruntung. Ulang tahunnya berada dalam masa liburan musim panas, sehingga Mom dan Dadnya dapat mengambil cuti selama beberapa hari untuk pulang ke rumah.

Namun, pada ulang tahun kali ini, Mom dan Dad sama-sama datang pada hari H pukul 05.00 a.m. Clarice benar-benar tidak menyukai ini. Mom dan Dad seharusnya masih memiliki waktu istirahat selama beberapa jam sebelum menyiapkan acara ulang tahunnya. Tetapi, jika Mom dan Dad pulang pada saat seperti ini, mereka semua harus langsung menyiapkan acaranya secara mendadak. Karena, biasanya tamu-tamu Clarice akan datang tengah hari.

Pagi itu, Mom memasak spageti, pizza, taco dan beberapa brownies kukus yang aromanya menyengat. Clarice selalu menyukai semua masakan Mom. Gadis itu membantu memotong brownies menjadi kotak-kotak hitam yang menggiurkan. Setelah itu, Clarice menata meja makan besarnya yang terletak di belakang ruang keluarga. Ia meletakkan vas bunga warna hijau di tengah meja makan, kotak tissue porselen warna cokelat yang biasanya digunakan untuk menyimpan permen, serta boneka teddy bear kecil warna oranye untuk mempercantik meja makannya. Tak lupa, ia juga mengambil taplak meja terbaik—tanpa noda bekas saus atau sobekan di bagian pinggirnya—dari gudang belakang rumah.

Dad menyeduh enam matcha dan sirup maple ala keluarga Barrack yang paling disukai Clarice. Clarice telah belajar membuat matcha sesuai dengan resep keluarga Dadnya, namun ia tak memiliki cukup bahan untuk mengolah sirup maple karena jumlah maple di Brooklyn tak sebanyak di Kanada. Sirup maple buatannya selalu terlalu manis atau terlalu cair. Maka, kepulangan Dadnya adalah saat paling tepat untuk menyesap sirup maple manis sebanyak-banyaknya.

"Dad, bolehkah aku ambil sirup maplenya? Warnanya benar-benar membuat liurku hampir menetes," pinta Clarice sambil mendekat ke Dadnya.

"Tentu saja, dear," jawab Dad sambil menyodorkan secangkir sirup maple kepada Clarice. Clarice tersenyum lebar, kemudian segera menenggak sirupnya. "Hei, Dad membawa banyak sekali bahan sirup maple dari Ottawa. Kau mau belajar mengolah sirup maple tahun ini, Clarice?"

"Benarkah? Tentu saja, Dad," sahut Clarice antusias. Gadis itu mengikuti Dadnya yang berjalan menuju kopor elektrik di kamar. Pria tersebut menekan angka-angka password di sisi kopor, kemudian membukanya. Dad mengeluarkan setoples sirup maple yang selalu tumbuh subur di Kanada, lalu menutup kembali kopornya sampai rapat.

Clarice menghela napas sambil menggigiti pinggir cangkirnya. Mungkin, perasaannya selama ini bukan hanya paranoid. Hubungannya dengan Dad memang sudah tidak seperti ayah-anak. Pasalnya, mengapa Dad tetap mengunci kopornya dengan password bahkan ketika di rumah? Apakah Clarice terlihat seperti anak usil yang mungkin saja mengambil sesuatu atau memberantakan isi kopor? Mungkin perlakuan Dad hari ini memang karena Dad baik kepada semua orang. Entahlah. Clarice harap ia tidak semelankolis itu.

Clarice pun menerima toples tersebut dari Dad sambil tersenyum, ketika tiba-tiba ia mendengar pintu rumah dan jendela depannya diketuk-ketuk secara bergantian. Clarice meringis kepada Dad, kemudian segera meletakkan toplesnya di sembarang meja dan berlari menuju pintu depan. Pasti Miracle. Pasti gadis itu. Tak ada orang lain yang akan bertamu dengan cara seperti itu. Jika Miracle memasuki rumah di seberang rumah Clarice, dapat dipastikan gadis itu akan langsung ditendang keluar oleh Ms. Rachel. Menyebalkan. Mengapa Miracle tetap bertingkah seperti ini ketika Dadnya sedang ada di rumah?

Clarice membuka pintu depan, kemudian memandang Miracle datar. "Mengapa kau selalu datang dengan cara seperti itu?" gerutu Clarice sambil bersedekap.

Seolah tak mendengar keluhan Clarice, Miracle langsung menjatuhkan barang bawannya dan menghambur untuk memeluk Clarice. Miracle memeluknya dengan sangat erat sambil meloncat-loncat, sehingga dagu Clarice yang tersangga di bahu Miracle terbentur beberapa kali.

"Aarghh ... hei. Apa, sih yang kau lakukan?" keluh Clarice sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Miracle. Beberapa detik kemudian, Miracle akhirnya melepaskan pelukan sambil terus tersenyum lebar.

"Tentu saja aku memelukmu. Aku kangen padamu, Clarice. Setiap liburan aku kangen padamu," jawab Miracle antusias.

Clarice mengangguk-angguk sambil memajukan bibir bawahnya. "Oke. Aku juga kangen padamu." Lalu, pandangan Clarice tiba-tiba terhenti pada tas dan sebuah kotak hadiah yang tergeletak di lantai.

"Hei, ini untukku, kan? Sebaiknya kau tidak membuang-buang itu secara sembarangan," ucap Clarice sambil memungut kotak hadiah.

"Hell, yes. Jangan rakus hadiah, Clarice." Miracle mengambil tasnya sambil memicingkan mata.

"Hai, Miracle." Tiba-tiba, Clarice mendengar suara Mom dari belakangnya. Clarice segera berbalik, kemudian menjatuhkan kotak hadiahnya kembali. Mom pasti akan menegur jika memergoki Clarice telah mengklaim barang Miracle sebagai hadiah untuknya.

"Hai, Auntie," sahut Miracle bersemangat. Miracle berhigh-five dengan Mom, lalu Mom kembali ke belakang ruang keluarga untuk menata makanan hidangan di meja makan. Gadis itu pun langsung duduk di sofa ruang tamu dan mengeluarkan sebatang rokok elektrik.

"Miracle, kau tidak boleh merokok di rumah kami!" seru Clarice sambil menepis rokok Miracle ke sofa.

"Tapi ini rokok elektrik, dude. Dan mengandung sari buah-buahan. Baunya menyegarkan. Kau mau coba?" Miracle mengambil kembali rokoknya dan menyodorkan ke arah Clarice.

"Shit. Aku tak akan mencoba benda seperti itu seumur hidupku. Lagipula kau belum mencapai usia legal untuk merokok," ucap Clarice sambil memalingkan wajahnya. Ia pun memungut kotak hadiah yang terletak di dekat pintu, kemudian meletakkannya di meja samping sofa.

"Benarkah? Kau tidak mau mencobanya? Yah, kalau begitu hadiah dariku tidak akan berguna," ucap Miracle sambil memutar-mutar rokoknya.

"Apa? Kau menghadiahiku rokok?" tanya Clarice panik. "Sialan kau." Clarice segera membuka kotak hadiah, kemudian mengeluarkan sumpalan-sumpalan kertas daur ulang ke lantai.

"Hoho. Aku membuang sisa bungkus makananku selama setahun dalam kotak itu, Clarice. Ada banyak sekali kertas daur ulang di kotak," ujar Miracle sambil menyilangkan kakinya.

Clarice mendengus kesal, tetap terus membuang sumpalan kertas tak berguna itu. Ketika berhasil melihat bagian dasar kotak, ia menemukan sebuah lipmatte Maybelline warna pink pucat—ini warna paling artistik, dan Clarice selalu menyukainya. Selain itu, ada secarik kertas putih yang ditulisi dengan tulisan buruk rupa ala Miracle. 'Selamat ulang tahun, my soulmate. Semoga kau cepat menyusul kegilaanku.'

Tapi, urat maluku tidak akan pernah menyusulmu, Miracle, pikir Clarice.

"Ooo ... jadi ini yang kau maksud dengan rokok? Pintar sekali," ucap Clarice sambil tersenyum dan menggelengkan kepala.

"Ya. Jangan tertipu oleh kemasannya. Jika kau membuka tutupnya, ada rokok di dalam situ," ucap Miracle sambil menunjuk lipmatte dengan dagunya.

"Rokok jenis apa pun tidak akan muat masuk ke dalam sini, Miracle." Clarice tersenyum sambil mendekati Miracle. "Terima kasih." Clarice pun menubruk Miracle dan memeluk gadis itu di atas sofa.

"Hei. Eih ... ergh ... pergilah, Clarice. Masih ada hadiah lain di kotak," ujar Miracle sambil berusaha menyingkirkan tubuh Clarice.

Clarice segera berdiri begitu mendengar kalimat tersebut. "Benarkah?" Gadis itu pun kembali melihat kotak hadiahnya, dan menemuka sebuah ....

Oh my gosh! Penyakit macam apa yang sedang menyerang Miracle. "Bra tanpa tali? Kau pikir aku akan menggunakan bra ini? Inikah yang kau maksud bahwa hadiahmu tidak akan berguna?" Clarice mendesis dengan suara yang dapat didengar oleh Miracle. Gadis itu cepat-cepat menutup kotak hadiah, kemudian membawanya ke kamar. Mom dan Dadnya tidak boleh melihat benda keramat itu.

"Tidak. Tentu saja tidak. Kau akan mengenakan bra itu suatu hari nanti." Clarice menaikkan sebelah alisnya mendengar tanggapan tersebut. "Yeah ... tak semua baju bagus memiliki bra yang menempel di jahitannya. Dan kau tidak akan selamanya mengenakan pakaian tertutup. Misalnya, jika kau pergi ke suatu pesta, kau mungkin akan mengenakan baju yang memperlihatkan bagian bahumu. Saat itu, kau akan tahu bahwa bra bertali adalah selera fashion nenek-nenek di panti jompo."

"Aku akan memakai cardigan jika gaunnya memperlihatkan bagian bahu," sahut Clarice.

Miracle membelalak dan mulutnya menganga. "OMG, dude. Tidak akan ada polisi yang menangkapmu jika kau memakai gaun seperti itu. Untuk apa memakai cardigan?"

"Aku akan menghukum diriku sendiri jika aku melakukannya."

"Kenapa?"

"Pakaian seperti itu cukup 'mengundang', Miracle. Aku tak dapat membayangkan jika seorang cowok menyentuh bahuku tanpa dilapisi kain apapun," bantah Clarice sambil mengempaskan tubuhnya ke sofa.

"Itu masih sentuhan yang wajar. Cowok pastinya pernah merasakan rangsangan seperti itu. Lagipula kau tidak mengekspos 'bagian terlarang'. Tidak akan ada yang terjadi."

"Aku heran mengapa hari ulang tahunku menjadi waktu bagimu untuk memberi pelajaran tambahan," gumam Clarice sambil menggaruk tengkuknya.

***

Noah datang beberapa menit sebelum acara makan besar dimulai. Cowok itu membawa kue tar bundar berdiameter tiga puluh senti yang dilapisi buttercream di setiap sisinya. Ada tulisan 'HAPPY BIRTHDAY, CLARICE' dari buttercream warna merah, dan lilin berbentuk angka '17'.

Miracle, Noah, Clarice, Mom, dan Dad makan sambil berbincang-bincang ria. Namun, hingga hanya satu porsi tersisa, Jefferson masih belum datang. Mom, Dad, dan Noah terus-terusan bertanya tentang tamu baru itu kepada Clarice. Tetapi Clarice benar-benar tidak memiliki jawaban apa pun.

"Kau tidak memanggilnya untuk datang sore hari, kan?" tanya Miracle ketika Clarice terus-terusan mengecek handphone dengan gelisah. Miracle sudah mengetahui bahwa Clarice mengundang Jefferson, dan gadis itu mengetahui pula bahwa kedatangan Jefferson adalah sesuatu yang berarti bagi Clarice. Ini pertama kalinya Clarice mengundang cowok ke acara ulang tahunnya setelah tiga tahun terakhir.

"Tentu saja tidak! Kau pikir aku bodoh?" bentak Clarice. Miracle tersentak kaget, kemudian langsung menutup mulut. Beberapa detik kemudian, Clarice menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan. "Maaf." Miracle menggelengkan kepala, kemudian menenggak sirup maplenya sampai habis.

Sementara itu, Clarice tetap berkutat pada handphonenya. Ia terus mengirim spam chat kepada Jefferson sejak setengah jam lalu—bukankah notifikasi handphone Jefferson diset dengan ringtone yang panjang? Kecuali cowok itu tuli mendadak, seharusnya handphone Jefferson sudah menjadi seperti elektronik error yang sangat berisik. Tetapi, kenyataannya Jefferson tidak membaca atau membalas satu pun pesan tersebut.

Jeff, kau ke mana? Kau sudah bilang bahwa kau bisa datang pada tanggal 12 Agustus, pikir Clarice gelisah.

"Hei, seorang kurir dari GFD? Kurir itu membawa kardus bertuliskan logo Etsy. Sejak kapan kau membeli barang online?" seru Miracle tiba-tiba. Clarice segera mengalihkan pandangannya ke arah pintu depan.

"Sophie, kau membuatkan kartu kredit untuk Clarice? Kau tahu kartu kredit dapat membuatnya menjadi tak terkendali." Dad menatap Mom dengan raut curiga.

"Tidak. Aku tidak membuatkan kartu kredit," sahut Mom bingung. "Clarice, kau belanja online dengan kartu kredit siapa?" Seolah mendapat ilham besar, seketika Mom menoleh ke arah Miracle. "Kau meminjam kartu kredit Miracle?"

"Auntie. Sekali pun aku punya kartu kredit, aku tidak akan meminjamkannya kepada Clarice," tegas Miracle. "Lagipula, dulu aku sudah pernah membuat kartu kredit secara sembunyi-sembunyi, dan Momku langsung memblokirnya begitu mengetahui hal itu." Mengenaskan.

"Aku tidak membeli online, Mom, Dad. Kurir itu mungkin saja salah alamat," ujar Clarice. Kemudian, ia beranjak dari kursinya dan menuju ke depan untuk membukakan pintu.

"Permisi. Apakah benar ini rumah Clary Barrack?" tanya sang kurir sambil memastikan alamat rumah. Clarice terkejut mendengar nama tersebut. Sejak kapan namanya berubah menjadi 'Clary' Barrack? Tunggu.

"Ya, saya orangnya. Siapa pengirimnya, Sir?"

"Mr. Jefferson Royce."

Footnote:

GFD Courier= jasa kurir di Brooklyn.

Etsy= platform jual beli online yang berpusat di Brooklyn.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro