BAB 17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Clarice langsung menerima paket tersebut, kemudian menandatangani resi. Lalu ia menutup pintu depan sebelum masuk ke kamar. Clarice meletakkan paket di atas meja dan menyobek bubble wrap dengan gunting. Setelah bagian atas kardus telah terbuka, Clarice melihat selembar sticky note pink tertempel. Dalam benak Clarice, sticky note warna pink selalu menjadi ikon kehadiran Jefferson.

Maaf, Clary. Aku tidak dapat datang ke acara ulang tahunmu karena aku sedikit tidak enak badan. Aku hanya bisa memberikan ini. HBD, Clary. WUATB. I miss you. —Jefferson Royce

Clarice menghela napas, kemudian membuang sampah bubble wrap. Ia tidak akan membuka isi paket itu sekarang, karena tamu-tamunya masih berada di ruang makan. Maka, Clarice pun kembali duduk bersama orang-orang lain.

"Hei, paket apa itu?" tanya Miracle curiga. "Bukan sejenis paket anonim yang berisi penyelundupan narkotika atau benda sensitif semacamnya, kan? Kau bisa digugat jika menerima paket seperti itu." Dua kalimat tersebut sukses membuat Mom, Dad, dan Noah menatap khawatir ke arahnya. "For your information, salah satu temanku pernah mendapat sebuah paket berisi puluhan kondom, pil kontrasepsi, dan foto porno. Ia langsung didatangi polisi dengan tuduhan melakukan pelecehan seksual. Bayangkan saja, jumlahnya mungkin lebih dari lima puluhan. Meskipun ini negara bebas, tetapi terkadang polisi New York tidak menoleransi kejadian seperti itu."

"Clarice, paket apa itu?" Dad terlihat sangat khawatir sekarang. Clarice memberengut sambil menatap tajam ke arah Miracle dan mengacungkan tinjunya.

Namun, Miracle mengedikkan bahu sambil menatap polos, seolah-olah berkata: "Aku tidak tahu apa pun, honey. Aku hanya menebak."

"Bukan apa-apa, kok Dad," jawab Clarice cepat. Namun, rupanya jawaban tersebut sama sekali tidak memuaskan semua orang. "Itu paket dari salah satu teman sekolahku. Ia yang tadinya hendak kuundang ke acara ini. Ia berhalangan tiba-tiba, jadi ia hanya mengirimkan paket itu." Clarice cepat-cepat menambahkan.

"Benarkah? Jefferson mengirimkan paket bahkan ketika ia berhalangan datang? Oh my God. He is so sweet. Ia benar-benar tahu bagaimana cara memperlakukan cewek." Miracle menangkupkan tangan di depan dadanya sambil menerawang ke langit-langit.

"Kau gila. Tentu saja aku lebih suka jika ia datang langsung," gumam Clarice sambil mengambil bagian taco milik Jefferson.

"Jefferson? Teman barumu? Apakah aku mengenalnya?" tanya Noah.

Clarice langsung mengangguk. Awalnya, ia hendak mengingatkan Noah tentang teror sticky note yang dulu, tetapi sepertinya itu bukan pilihan bagus. Noah mungkin tidak akan senang jika Clarice berteman dengan cowok seperti itu. "Kau mungkin tidak mengenalnya. Jeff main lacrosse, kau biasanya tidak berteman dengan siswa seperti itu." Noah mengangguk.

"Hmm ... sepertinya aku memang tidak mengenal Jefferson itu. Apakah kau berniat untuk memperkenalkannya padaku?" canda Noah.

Clarice mengernyitkan kening. "Mengapa aku harus mengenalkannya padamu, Bro?"

"Karena kau sudah menganggapku sebagai kakak?"

Semua orang langsung tertawa begitu mendengar alasan tersebut. "Baiklah. Aku akan memperkenalkannya padamu kapan-kapan. Omong-omong, Jefferson sudah mengenalmu sebagai cowok pembuat kue."

"Waw ... sepertinya tak sia-sia Mrs. Montgomery menjadi baker di Brooklyn Bakery," tanggap Miracle sambil tertawa.

Clarice mengedikkan bahu sambil tersenyum. "Hei, kalian ambil saja bagian Jefferson. Cowok itu benar-benar tidak akan datang."

Setelah mengucapkan hal tersebut, Clarice mengambil handphonenya. Ia mengetikkan pesan kepada Jefferson. GWS. GBU, Jeff. I Miss U, too. xx :3

***

"Mom ...." Clarice mengetuk pintu kamar orang tuanya sambil menurunkan handlenya perlahan. Ini sudah hampir pukul 11.00 p.m., sehingga Clarice ragu jika Mom dan Dadnya sedang melakukan sesuatu di kamar.

"Buka saja, dear." Suara Mom dari dalam kamar membuat Clarice dapat mengembuskan napas lega.

"Bolehkah aku tidur bersama Mom?" pinta Clarice dengan pandangan memelas.

Mom segera beranjak dan duduk di pinggir kasur. "Mengapa kau tiba-tiba manja, Clarice?" canda Mom sambil tersenyum lembut. Clarice segera masuk ke kamar dan memeluk Momnya.

"Mom hanya pulang saat ulang tahunku dan Thanksgiving. Mengapa aku tidak boleh manja sekali saja?" balas Clarice. Namun, Mom memandang ke arah Dad dengan perasaan bersalah. "Oh ... aku tahu Mom jarang bisa tidur dengan Dad. Tetapi, aku ingin berbicara dengan Mom." Clarice menundukkan kepalanya salah tingkah.

"Kau juga jarang bisa berbicara langsung dengan Mom, Clarice. Tidak apa-apa." Mom tersenyum lebar mendengar perkataan Dad itu.

"Thanks, Arthur." Mom memberikan kecupan singkat pada bibir Dad, kemudian bergabung dengan Clarice.

"Clarice. Berikan kecupan selamat malam pada, Dad." Mom mendorong punggung Clarice ke arah Dadnya.

Sekilas, Clarice teringat bahwa terakhir kali ia memberi kecupan selamat malam pada Dad adalah ketika keluarganya masih tinggal di Alabama. Itu sudah lama sekali. Dengan ragu, Clarice mengecup kening Dadnya. Dad segera menarik Clarice dalam pelukannya, kemudian mengusap pelan kepala Clarice.

"Good night, dear," ucap Dad sembari mengendurkan pelukan.

"Good night, Dad." Clarice membeo, kemudian tersenyum singkat sebelum bergabung bersama Mom dan keluar dari kamar.

Rasanya sudah lama sekali Clarice tidak merasakan kehangatan keluarganya. Di musim panas tahun ini, semua hal terbaik seolah kembali padanya. Mungkin, kalimat bahwa 'segala hal yang baik selalu terjadi pada musim panas' memang benar.

***

Setelah kamar sunyi selama beberapa menit, tiba-tiba Mom kembali bersuara. "Clarice, bolehkah Mom bertanya sesuatu?" Mendengar suara Mom yang skeptis, Clarice menjadi bingung. Namun, ia tetap menganggukkan kepalanya. "Bunga lavender di pinggir halaman, yang dekat dengan jalan. Ketika Mom perhatikan saat baru pulang tadi, sepertinya pot sudah berganti. Dan orientasi bunganya tidak pada posisi yang tepat, sehingga bunga itu tidak dapat tumbuh subur sebagaimana mestinya. Apakah kau melakukan sesuatu terhadap bunga itu?"

Benar. Mom selalu peka. Mom pada akhirnya akan menyadari perubahan kecil itu. Clarice menghela napas sebelum kemudian menjawab, "Aku menggilasnya. Dengan roda belakang mobil." Mom tak menanggapi apa pun. Sepertinya, Mom menunggu Clarice untuk menjelaskan semuanya secara lengkap. Mom memang selalu begitu, dan itulah alasan mengapa Clarice sangat suka berbincang dengan Momnya.

"Huft ... aku tidak ingat bagaimana aku bisa menggilasnya, tapi aku benar-benar tidak sengaja. Waktu itu tanamannya terguling, sebagian tanahnya tumpah ke halaman, dan pot milik Mom retak. Jadi aku langsung meminta Ms. Angela di Spring Florist untuk menyusun kembali tanamannya dalam pot baru. Tapi, ketika meletakkannya di halaman seperti semula, semuanya jadi berubah. Mom tahu, aku tidak mengerti hal-hal tentang tanaman sebaik Mom," jelas Clarice. Ia mengembuskan napas lega setelah menceritakan semuanya.

"Sebenarnya, Mom juga tak terlalu mengerti banyak hal soal tanaman." Clarice segera mendongak menatap Mom ketika mendengar kalimat tersebut. "Tidak perlu kaget. Kau masih ingat berapa tanaman yang pernah Mom tanam sebelum lavender kecil itu?"

"Aku hanya mengingat dua. Karena kebanyakan sudah mati," ujar Clarice sambil tersenyum kecil.

"Kau benar. Biasanya Mom juga tidak terlalu ahli dalam merawat tanaman. Tapi, lain halnya dengan lavender itu. Karena lavender itu pemberian Dad. Ketika kau benar-benar merasakan jatuh cinta, kau bahkan akan melakukan hal-hal yang sebelumnya belum pernah kau lakukan. Mempelajari sesuatu untuk merawat pemberian orang yang kaucintai, misalnya," jelas Mom.

Clarice beringsut mendekati Mom. "Mom masih menyayangi Dad sebesar itu?"

"Tentu saja. Mom tidak akan pernah melupakan janji perkawinan yang diucapkan di depan Pastur dan seluruh umat," jawab Mom sambil mengelus puncak kepala Clarice. Clarice pun meletakkan kepalanya di bahu Mom.

"Sepertinya jatuh cinta dan berkomitmen merupakan sesuatu yang besar, ya."

"Kau merasa jatuh cinta pada seseorang?" goda Mom.

Clarice baru saja hendak menggeleng, namun tiba-tiba ia memutuskan untuk bergeming. "Aku tidak tahu. Aku memang sedang dekat dengan seorang cowok—cowok yang tadi hendak kuundang ke acara ulang tahunku. Aku merasa senang ketika berada di dekatnya, tetapi aku tak tahu apakah aku bisa melabeli perasaan itu sebagai jatuh cinta. Aku belum pernah jatuh cinta, jadi aku tak punya landasan teori untuk menilai perasaan itu. Barangkali itu perasaan sama seperti yang kurasakan pada Noah, karena aku juga nyaman ketika berada di dekat Noah."

"Hmm ... itu artinya kau masih polos. Kau tahu, berpacaran bukanlah kewajiban seorang remaja berusia tujuh belas tahun." Mom kembali mengusap kepala Clarice, sementara Clarice memejamkan matanya. Tiba-tiba, Mom menjauhkan kepalanya untuk menatap wajah Clarice. "Tapi bukan berarti Mom melarangmu untuk berpacaran dan jatuh cinta, Nak."

Clarice tertawa kecil. Ia mengingat sekilas bagaimana awalnya ia bisa dekat dengan Jefferson, dan ... tiba-tiba ia teringat dengan kumpulan gaun milik Mom.

"Mom...," lirih Clarice. "Bisakah Mom menceritakan tentang bagaimana Mom bertemu dengan Dad? Dan apakah Mom pernah datang ke pesta remaja?"

Mom memutar arah tidurnya ke Clarice. "Sejak kapan kau penasaran tentang hal itu?" Clarice mengedikkan bahu sambil tersenyum. "Kami memang berkenalan di pesta homecoming salah satu teman sekolah. Waktu remaja dulu, Mom agak introvert. Tetapi, Mom memiliki teman yang sangat supel bernama Parrish. Parrish adalah satu-satunya teman Mom sepanjang kelas Junior dan Senior, tetapi tentu kau mengerti. Mom bukan satu-satunya teman Parrish. Parrish adalah cewek dari keluarga kaya, dan ia banyak mendapat undangan pesta. Suatu ketika, Parrish dititipi undangan oleh temannya, namun ia tak tahu ke mana ia harus memberikan undangan itu. Akhirnya, Parrish memberikan undangan itu untuk Mom."

"Oh ... jadi, bagaimana Mom mengenal Dad pada akhirnya?" tanya Clarice antusias.

"Lewat permainan Truth or Dare. Saat itu, Mom memilih dare dan tantangannya benar-benar mengerikan." Clarice semakin penasaran menyimak cerita Mom. "Mom harus mencium seorang cowok di pesta itu secara random, dengan mata tertutup. Jika tidak mau, maka Mom harus meminum sebotol bir."

Clarice terbatuk beberapa kali. "Jadi Mom bertemu dengan Dad karena Mom mabuk atau karena mencium Dad?"

"Mom tidak pernah menyentuh minuman itu, Clarice. Jadi, Mom memilih untuk mencium cowok secara random. Mom pikir, satu ciuman hanya akan berakhir saat itu juga, sedangkan Mom tidak akan menyadari apa pun jika mabuk. Maka Mom berjalan sambil menggunakan penutup mata, dan akhirnya Mom mencium pipi Dad. Tetapi Dadmu cowok yang baik. Ia tidak mempermalukan Mom di depan orang banyak. Arthur mengajakku bertemu seusai pesta untuk menanyakan maksud ciuman tadi. Oh ... jika dibayangkan kembali, itu kejadian yang sangat memalukan." Mom mengakhiri ceritanya sambil tertawa pelan.

"Aww ... permainan ToD yang sangat mengerikan." Clarice menggigit kukunya sambil meringis. "Dan setelah itu Mom menyukai Dad? Mom sering datang ke pesta untuk menemui Dad?" tanya Clarice lagi.

"Tidak. Mom tidak menyukai Dad saat itu juga. Tepatnya, setelah Mom dan Dad bertukar nomor telepon. Dan seperti perkiraanmu, setelah itu Mom selalu meminta Parrish untuk mengajak pergi ke pesta, supaya bisa sering bertemu dengan Dad," simpul Mom sambil menghela napas.

Clarice termenung sejenak, kemudian berkata, "Terima kasih atas kisahnya, Mom." Setelah itu, Clarice berbalik menghadap dinding dan tertidur pulas bersama serangkaian kisah-kisah manis yang tercipta dalam mimpinya.

***

Clarice benar-benar tak mendapat kabar apa pun dari Jefferson setelah hari ulang tahunnya itu. Entah mengapa, ia merasa kehilangan dengan ketidakhadiran Jefferson dalam hari-harinya. Ia memang tidak berkontak dengan Jefferson setiap hari. Ia memang belum bisa dibilang 'akrab' dengan cowok itu. Tetapi, Clarice memilih untuk mengundangnya ke acara ulang tahun. Dan dengan ketidakhadiran Jefferson dalam acara itu, Clarice benar-benar merasa gelisah. Aargh ... ia pasti akan masa bodoh jika tidak mengundang Jefferson ke acara ulang tahunnya. Mungkin cowok itu punya acara untuk menghabiskan uang orang tuanya selama liburan musim panas. Seharusnya Clarice tidak memikirkan apa pun.

Siang hari 19 Agustus, tepat seminggu setelah ulang tahun Clarice. Tiba-tiba, Clarice mendapatkan satu pesan singkat dari Jefferson.

I'm really apologize.

Clarice melemparkan handphonenya ke atas spring bed. Ini kedua kalinya Jefferson bersikap menyedihkan sejak pesta TGIF di hotel keluarga Patterson. Mengapa cowok itu selalu berhasil melelehkan hatinya?

Apa yang terjadi padamu selama seminggu ini? Clarice mengirimkan pesan tersebut.

Seperti yang kukatakan di surat, aku tidak enak badan. Tidak. Ini bukan jawaban yang Clarice inginkan. Ia yakin Jefferson bukan hanya tidak enak badan. Jika masalahnya hanya itu, mengapa cowok itu mematikan handphonenya selama seminggu?

Footnote:

WUATB= singkatan dari 'Wish You All the Best', artinya 'berharap semua yang terbaik untukmu'.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro