CEO Berdaster [1]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

CEO Berdaster
call_me_miss_L


Bab 1



Sinar matahari siang ini terasa sangat terik, membuatku kegerahan. Aku mengusap keringat yang menetes di keningku. Aku menghela napas kelelahan melihat jemuran yang terpampang di hadapanku. Seandainya aku kepanasan di pinggir pantai tentu akan berbeda.

“Akhirnya cucian ku sudah kering,” ujarku kelelahan.

“Ini cucian banyak amat sih nanti gimana aku gosoknya yak.”

“Emak, aku merindukanmu.”

Aku masuk ke dalam rumah dengan pandangan horor. Bagaimana tidak horor rumah yang baru selesai aku rapikan sudah kembali menjadi kapal pecah.

“Alamak alaium gambreng… dasar bocah-bocah ga akhlak seenaknya aja main berantakin rumah,” keluhku.

Suara teriakan anak-anakku terdengar begitu nyaring di kamar mereka. Aku pun bergegas berlari menuju ke sumber suara, melihat apa drama apa yang akan terjadi.

“Kalian kenapa lagi,” ujarku.

“Bunda itu Kakak merebut mainanku,” ujar Mayla anak bungsuku.

“Ga Bunda, aku ga merebut. Aku hanya ingin meminjam, tapi sama Angel ga boleh,” ucap Nayla anak sulungku.

“Bisa ga kalian sehari saja ga bertengkar. Bunda lelah sekali Nak. Bunda badannya mau remuk redam ini.”

“Yaa ampun Bunda. Bunda lelah ya?” tanya Nayla.

“Ga Nak. Bunda ga lelah hanya letih.”

“Bedanya apa Bunda lelah dan letih. Bukannya sama aja,” ujar Nayla yang kebingungan dengan perkataanku.

Aku hanya bisa diam, tak ada lagi tenaga untuk perang pendapat dengan putri-putriku yang masih berumur 8 tahun dan 6 tahun.

“Bunda daripada lelah dan ga mood, yuk joget tik tok. Adik jamin Bunda pasti jadi lebih semangat,” ajak Mayla.

“Iya Bun. Ada lagu asyik loh… nih denger lagunya. Tarik sis,” teriak Nayla.

“Semongko,” sahut Mayla.

Nayla dan Mayla langsung menggerakkan tangan dan tubuh mereka mengikuti gerakan lagu dari aplikasi tik tok. Aku yang tadinya lelah menjadi tertawa melihat tingkah laku anak-anakku yang mulai terjangkit virus tik tok. Aku akhirnya ikut berjoget dengan kedua anakku, benar kata mereka tik tok bisa membangkitkan semangatku.

Tanpa terasa hari semakin sore, kedua putriku sudah mandi dan berdandan dengan cantik. Semua pekerjaan rumah sudah aku bereskan saatnya sekarang aku melihat sinetron di salah satu stasiun televisi swasta.

Aku melihat adegan sinetron dengan seksama, air mataku turun saat melihat betapa malangnya nasib tokoh utama wanita yang menderita. Tak bisa aku bayangkan betapa sakitnya perasaan wanita tersebut.

“Aduuh Mbak, kamu itu cantik mau aja sih di sakiti para pria terus. Hajar dong, tendang, sikut jangan kasih ampun,” ucapku dengan berapi-api.

“Lah… lah… kenapa cuman diam aja Mbak, itu cepetan kejar suamimu dengan si pelakor! Si Mbak malah diam aja kaya patung. Wah kalau dekat udah aku jambak nih pelakor.”

“Iya Bun bener, kalau dekat nanti Kakak bantu Bunda hajar pelakornya,” ujar Nayla.

Aku sangat kaget mendengar perkataan Nayla. Sejak kapan putri sulungku berada disampingku dan menonton sinetron. Aku tak bisa membiarkan putriku jadi tercemar hidupnya dengan berbagai drama yang belum sesuai dengan umurnya. Aku dengan cepat mengambil remote televisi dan mengganti salurannya.

“Lah Bunda kok diganti sih. Ini kan lagi seru-serunya Bun,” keluh Nayla.

“Nay, kamu belum boleh nonton sinetron, anak kecil itu nontonnya Upin Ipin, Doraemon. Udah nonton kartun aja yaa,” ujarku memberi nasehat pada Nayla.

“Iih ga apa-apa kali Bun. Kata Nenek, sinetron itu mengajarkan kita agar lebih hati-hati menjaga barang kita agar ga direbut pelakor,” ujar Nayla.

Aku membulatkan mataku, aku sangat kaget mendengar Nayla berkata tentang pelakor.

“Memang Kakak ngerti arti pelakor?”

“Iih Bunda. Masa kaya gitu aja ga tahu sih. Pelakor itu artinya orang yang suka merebut dan hal tersebut ga baik Bunda.”

“Apanya yang di rebut Nay?”

“Nah Bunda ini sudah besar kok harus aku jelaskan lagi sih. Merebut mainanlah, merebut makanan tanpa ijin sang pemilik.”

Aku menghela napas lega, ternyata arti pelakor anakku tidak mengerti dan memang belum saatnya mengerti. Aku merasa bersalah sendiri malah nonton sinetron di saat ada anak-anak di rumah atau saat mereka belum tidur.

“Adikmu mana Nay?”

“Itu lagi main sepeda di halaman,” jawab Nayla yang matanya fokus mencari film kartun.

“Bunda mau mandi dulu. Udah bau asem nih.”

“Iya Bun. Dari tadi aku sudah mencium bau-bau yang tak enak ternyata aku tahu jawabannya. Itu semua berasal dari Bunda.”

Aku memajukan bibirku, perkataan anakku sukses membuatku kesal. Aku mengendus-endus ke kanan dan ke kiri ternyata benar, aromaku mengusik penciuman. Aku pun bergegas masuk ke dalam kamar mandi.

Di kamar mandi aku bersenandung dengan tingkat kepercayaan diri yang luar biasa. Suaraku yang cetar membahana badai, cempreng menggelora terdengar indah di telingaku. Aku tidak memikirkan pendengaran orang lain akan terganggu dengan suaraku yang sangat indah ini.

Setelah selesai dengan segala kegiatan mandi, memakai krim wajah aku segera keluar kamar. Aku penasaran kenapa tak mendengar suara putri-putriku yang biasanya selalu bertengkar.

“Yaa ampun oppa kamu kok keren sekali,” teriak Nayla.

“KIM NAMJOON! KIM SEOKJIN! MIN YOONGI! JUNG HUSEOK! PARK JIMIN! KIM TAEHYUNG! JEON JUNGKOOK! BTS!! BTS!!!” Nayla dan Mayla berteriak yel-yel Army BTS dengan kencang.

Aku bergegas dengan penasaran apakah ada konser BTS kpop kesukaan ku di televisi. Tapi ternyata tak sesuai harapan Nayla dan Mayla berteriak yel-yel tersebut dari ponselku. Aku membulatkan mataku, teringat kuotaku yang sekarat malah anak-anakku nonton di Youtube. Ingin sekali aku mencincang dua bocah yang kulahirkan, tapi melihat kebahagian dan tawa mereka membuatku mengurung kan niat jahatku.

“Hayoo nonton konser BTS pakai ponsel Bunda ya,” ujarku mendekati Nayla dan Mayla.

“Iya Bunda. Aku bosen nonton Upin Ipin, di ulang-ulangi terus sih,” keluh Mayla.

“Bunda yang paling cantik, Bunda kesayangan aku jangan marah ya aku dan adik pakai ponselnya. Bunda kan sering bilang apapun itu  semua demi kebahagiaan anak,” bujuk Nayla.

Aku menyerngitkan dahi, kedua anak-anakku paling mengerti cara membuatku tak marah pada mereka. Wajah mereka yang tersenyum dan manja membuatku seketika luluh. Mungkin ini yang dikatakan orang tua dulu kalau kebahagiaan seorang ibu ada pada anaknya dan sekarang itu lah yang ku rasakan. Kedua buah hatiku mampu membuatku luluh lantah dengan berbagai bujukan dan senyuman manis mereka.

“Yaa sudah kita nonton konser BTS bareng-bareng yuk Nak. Saatnya Army beraksi,” teriakku yang seorang Amry nama fans BTS.

Aku, Nayla, dan Mayla ikut menyanyikan lagu BTS dengan bahasa Korea yang pas-pasan. Yang penting nyanyi walau liriknya tak menentu. Mataku terpanah dengan pesona ketampanan para member BTS yang hakiki dan tak bisa diganggu gugat lagi. Aku bisa oleng saat Kim Taehyung atau V BTS seakan melirikku, walau itu semua hanya ada di dalam bayanganku saja.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro