CEO berdaster [2]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bab 2

Pagi ini merupakan hari yang sibuk di rumahku, aku seorang single parents harus bekerja memenuhi kebutuhan hidupku dan anak-anakku. Aku dan mantan suamiku sudah bercerai selama 3 tahun, walau ayah Nayla dan Mayla bertanggung jawab dengan semua kebutuhan anak-anaknya, tapi aku tidak mau begitu saja mengharapkan uang darinya.

Aplikasi Zoom membuat semua pekerjaan berjalan dengan lancar di masa pandemik ini. Virus Covid-19 membuatku harus bekerja di rumah. Aku baru saja selesai rapat dengan staf di perusahaan ku, mengontrol berbagai macam penjualan dan melakukan strategi marketing untuk meningkatkan penjualan baju online.

“Baik Bu Anna, kami akan terus meningkatkan penjualan online,” ujar salah satu karyawanku.

“Iya. Kita kalau tidak bisa meningkatkan promosi akan berdampak pada profit penjualan. Jangan sampai stok barang terlalu menumpuk, lakukan diskon untuk item-item tertentu.”

“Baik Bu.”

Setelah 2 jam melakukan rapat melalui aplikasi Zoom aku memutuskan untuk mengakhiri rapat hari ini.

“Baiklah rapat kali ini kita akh—”

“Bunda lagi ngapain?” tanya Nayla yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarku.

“Sebentar yaa Nak. Bunda lagi rapat, jangan ganggu dulu,” ujarku memberi memberi pengertian pada Nayla.

“Bunda rapat kok pakai daster?”

Aku kaget mendengar celotehan Nayla yang mengomentari pakaian yang kukenakan. Empat orang karyawan ku senyam-senyum sendiri.

“Nak, Bunda kan jualan daster online jadinya Bunda menyesuaikan dengan barang yang dijual agar lebih menjiwai,” ucapku menahan malu.

“Ooh kaya di drama Korea itu yaa Bun. Ceo ceo gitu, kalau Bunda jualan daster berarti Bunda Ceo berdaster yaa.”

Aku langsung salah tingkah saat Nayla berkata dengan polosnya tentang Ceo berdaster. Tapi setelah ku pikir-pikir benar juga perkataan Nayla, kalau aku ini Ceo berdaster.

“Apa kalian senyam-senyum. Mau ngeledekin aku pakai daster,” seruku pada keempat karyawan yang masih terhubung di aplikasi Zoom.

“Ga Bu Ceo. Mana berani kami ngeledekin Bu Ceo.”

“Kalian ini…,” ujarku memicingkan mata melihat mereka satu persatu.

Tiba-tiba suatu ide terlintas di benakku. Kalau nanti ada rapat lagi aku menyuruh mereka memakai daster juga seperti sekarang.

“Akibat kalian yang berani mengejek aku. Mulai besok saat kita akan rapat lagi harus memakai seragam,” ujarku.

“Seragam apa Bu?”

“Seragam daster! Dan warna nya harus sesuai dengan tema yang aku pilih. Rapat tiga hari lagi harus memakai daster warna merah,” titahku pada para karyawan.

“Serius Bu?”

“Serius dong. Kan Saya berdaster, jadi biar sesuai dengan tema jualan online kita semua harus pakai daster.”

“Baik Bu.”

Aku tersenyum setelah selesai rapat, saatnya aku mengurusi putri-putri kecilku.

“Nah sekarang kita enaknya ngapain ya?” tanyaku sambil melihat Nayla dan Mayla bergantian.

“Nonton drama korea,” teriak mereka dengan kompak.

“Wah ide bagus ini.”

“Asyik… bisa lihat oppa-oppa keren.”

“Tapi ada syaratnya.”

“Apa Bunda syaratnya?”

“Kalian kerjakan dulu tugas-tugas dari sekolah setelah itu baru boleh nonton drama korea.”

“Yaah Bunda kok gitu sih. Nanti siang aja yaa Bun,” bujuk Nayla.

“Sekarang atau tidak ada drama korea!”

“Baiklah Bunda.”

Aku tersenyum. Nayla dan Mayla mau mengerjakan tugas-tugas mereka walau harus menggunakan trik.
Aku pun bergegas masak untuk memberi makan cacing-cacing yang ada di dalam saluran pencernaanku yang sudah berdemo.

Disaat aku asyik masak ponselku berdering, aku melihat nama yang tertera di layar ponsel.

“Hallo Mira,” sapaku.
“Hai Anna Putri sahabatku yang tercantik dan baik hati,” ujar Mira teman SMA ku.
“Aduh mendengarmu memuja-muji aku sepertinya ada udang dibalik rempeyek nih.”
“Tahu aja sih Anna kalau aku ada maksud dan tujuan.”
“Ada apa?”
“An, kamu mau ga aku kenali dengan seorang pria.”
“Ga akh, aku suka dengan kesendirianku.”
“Coba lah dulu Anna. Kamu kan udah jadi janda high quality selama 3 tahun, apa salahnya mengenal seorang pria.”
“Lihat nantilah Mir, kalau sama aku tuh ga mudah. Aku itu bagaikan buy 1 get 2 free.”
“Wah enak dong banyak free nya.”
“Itu kalau barang Mir, lah aku kan beda.”
“Sekali aja yaa An, kalau ga cocok hempaskan.”
“Ga Mir.”
“Ayo lah An.”
“Mir, sorry yaa aku lagi masak.”

Aku menutup hubungan komunikasi dengan Mira. Entah apa yang dipikirkan sahabatku itu sampai mau menjodohkan aku dengan pria lain seperti aku tidak laku aja. Aku bukannya tak ingin menikah lagi, tapi aku belum siap menjalin hubungan dengan pria manapun. Untuk saat ini dan beberapa tahun kedepan aku hanya ingin menghabiskan waktuku bersama Nayla dan Mayla.

Aku teringat tentang kejadian 3 tahun yang lalu. Saat aku dan mantan suamiku selalu bertengkar karena orang ketiga. Berbagai cara sudah aku lakukan untuk bisa memperbaiki rumah tanggaku, tapi pria yang pernah menjadi suamiku itu lebih memilih wanita lain daripada aku dan anak-anak. Aku dan mantan suamiku bercerai secara baik-baik demi kebaikan kami dan anak-anakku.

“Bunda… Bunda itu ayamnya gosong,” ujar Mayla.

Aku melihat ke arah wajan, ayam goreng yang aku masak sudah tak berbentuk warnanya. Berubah menjadi gelap alias gosong, wajah Nayla dan Mayla sedih melihat hasil karyaku yang hanya memiliki satu warna saja hitam.

“Yaa Bunda. Kita makan apa ini, kasihan ayamnya gosong,” ujar Nayla.

“Iya Bunda makan apa dong. Telur goreng lagi aku bosan,” keluh Mayla.

Aku tak tega melihat wajah kedua putriku, aku memang tidak begitu mahir dalam bidang masak memasak. Asisten rumah tangga yang selama ini bekerja di rumahku sedang pulang kampung jadilah aku sekarang nyonya merangkap jadi pembantu di rumah sendiri.

“Kita pesan makanan online aja gimana?” tanyaku.

“Setuju Bunda.”

Aku, Nayla, dan Mayla akhirnya makan siang dengan berbagai macam menu pilihan kami masing-masing. Anak-anak makan ayam goreng crispy dan aku nasi padang yang berlemak agar aku bisa menimbun lemak di perutku yang kurus bagaikan pengungsi yang kelaparan.

“Bunda lapor! Tugas Kakak dan Adik dari sekolah sudah selesai,” ujar Nayla.

“Waah anak Bunda memang teopebeget alias top banget,” pujinku.

“Tentu dong. Siapa dulu Bundanya.”

“Sip.”

“Bunda semua kerjaan udah beres?” tanya Nayla.

“Sudah,” jawabku.

“Nyapu, ngepel, cuci piring udah beres Bunda?” tanya Nayla lagi.

“Sudah juragan.”

“Bagooooos 100 untuk Bu Ceo berdaster,” ucap Nayla dan Mayla serempak.

Aku tertawa mendengar perkataan putri-putriku. Aku sudah tahu arah dan tujuan mereka, anak-anakku pasti sudah menantikan untuk menonton drama korea. Aku mengambil ponselku dan mencari aplikasi menonton Netflix.

Akhirnya aku dan anak-anakku nonton drama korea dengan berbagai macam perasaan. Ada tawa, tangis, dan marah-marah sendiri jika alur ceritanya menguras emosi. Mayla yang lebih kecil hanya ikut-ikutan karena memang belum terlalu mengerti tentang jalan cerita drama yang ditonton.

Aku sangat bahagia bisa bersama dengan anak-anakku walau tanpa seorang pria. Bagiku kebahagian mereka sudah lebih dari cukup, aku selalu berdoa pada Tuhan agar diberikan semua kebaikan dan kebahagiaan dunia akhirat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro