PIKIRAN ISTRI KETIKA SUAMI TIDAK MINTA JATAH [2]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

PIKIRAN ISTRI KETIKA SUAMI TIDAK MINTA JATAH

MARRYGOLDIE
[Marrygoldie]


CHAPTER 2

Terkadang apa yang dilihat belum tentu sesuai dengan apa yang dipikirkan.

🌹🌹🌹🌹🌹

Nathan bersandar pada dinding lift menantikan benda itu membawanya turun menuju basement. Matanya terpejam merasakan kelelahan luar biasa yang menyerang tubuh. Pria bertubuh tinggi itu membayangkan akan sampai rumah dan menikmati makanan lezat buatan istrinya. Kemudian mandi dan berbaring memeluk tubuh hangat Marry. Rasanya pasti sangatlah nyaman.

Lalu dentingan lift membuyarkan bayangan Nathan. Pria dengan rambut coklatnya itu pun membuka matanya dan melihat seorang wanita berdiri di depan pintu. Nathan mengenal wanita itu adalah sekretaris direktur personalia bernama Mika Mandala.
“Selamat malam, Pak Junaedi.” Sapa Mika dengan sopan sebelum akhirnya bergabung dengan Nathan di dalam lift.

“Selamat malam, Sekretaris Park. Apakah Sregep membuatmu bekerja dengan sangat keras?”

Mika tersenyum mendengar pertanyaan Nathan. “Bukankah sang direktur personalia memang terkenal bekerja keras sama seperti namanya? Sehingga hal itu pun menyalur pada saya.”

“Jika dia menyulitkanmu, kau bisa mengatakan padaku. Terkadang Sregep tidak menyadari perasaan orang lain.”

“Terimakasih perhatian anda, Pak.” Wanita yang mengenakan setelan kerja berwarna coklat muda itu sedikit membungkuk untuk mengungkapkan rasa terimakasihnya.

“Apa kau pulang sendirian?” tanya Nathan mengingat sekarang sudah gelap. Tentunya sangat berbahaya seorang wanita pulang malam sendirian.

“Tidak, Pak. Suami saya sudah menunggu saya di basement.”

“Syukurlah kau tidak akan pulang sendirian.”
Pembicaraan mereka pun terpotong saat dentingan lift menandakan pintu terbuka. Akhirnya mereka bersama melangkah keluar. menuju pintu keluar yang menghubungkan dengan tempat parkir. Baru saja melangkah keluar melewati pintu, tiba-tiba Mika salah memijakkan kakinya hingga membuat sepatu berhak tingginya masuk ke lubang kecil yang ada di lantai. Wanita dengan rambut gelap panjang itu berseru kaget. Beruntung Nathan yang berada di sampingnya sigap menangkap wanita itu. Kedua tangan Mika pun berpegangan pada bahu Nathan agar wanita itu tidak terjatuh.

“Kau tidak apa-apa?” tanya Nathan.
Lalu Mika pun menunduk dan melihat hak sepatunya yang sebelah kiri tersangkut di lubang dan membuat sepatu itu menjadi rusak. Lalu saat mengangkat kakinya, Mika meringis sakit. Kemudian dia pun mendongak dan tersenyum tipis.

“Tidak apa-apa, Pak. Hanya terkilir.”
Lalu Nathan melihat apa yang membuat Mika terjatuh. Pria itu kaget melihat ada lantai yang rusak.

“Seharusnya ada yang melaporkan kerusakan ini.” Kesal Nathan.

“Mungkin sedang diproses Pak.”

“NATHAN JUNAEDI!”

Teriakan itu menghentikan percakapan Nathan dan Mika. Mereka bersama menoleh dan melihat Marry berlari dengan membawa pisau di tangannya. Seketika mata Nathan melotot kaget melihat istrinya tampak begitu marah. Lalu dia mengalihkan pandangannya pada Mika. Sialnya otak jenius Nathan bisa menebak apa yang membuat sang istri tampak begitu garang.

Posisi tangan Mika yang berada di bahunya dan posisi tangannya yang memegang lengan wanita itu membuat Nathan terlihat hampir memeluk wanita itu. Segera Nathan menyeimbangkan tubuh Mika sebelum akhirnya melepaskannya. Pria itu segera menghampiri Marry dan mencegah istrinya melukai Mika.

"Bee, jangan marah. Ini gak seperti yang kamu lihat."

Marry tersenyum sinis. "Tentu saja kamu akan bilang gitu. Di sinetron-sinetron pun juga bakal seperti itu. Gak seperti yang aku lihat tapi nanti di belakangku kamu pasti bohong."

"Sumpah, Bee. Aku gak bohong. Aku hanya menolong Sekertaris Mika yang hampir terjatuh." Nathan mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya hingga membentuk huruf V.
Marry kesal pada dirinya sendiri karena sekarang dirinya terhanyut oleh ucapan Nathan yang terdengar tulus.

"Pak Junaedi berkata yang sejujurnya, Bu. Hak sepatu saya tersangkut di lubang dan hampir terjatuh. Anda bisa lihat buktinya." Mika yang menyadari dirinya menjadi pemicu amarah Marry langsung menunjuk ke arah sepatunya yang haknya masih tersangkut di lubang.

Manik mata Marry pun langsung mengikuti ke arah yang ditunjuk oleh Mika. Seketika perasaan bersalah mengganjal hati Marry. Tapi tetap saja masih ada keraguan di dalam hatinya. Lalu wanita itu menatap kembali suaminya.

"Apa benar yang dia katakan?" tanya Marry.

"Tentu saja, Bee. Bukankah tadi aku berkata seperti itu?"

"Jangan coba membohongiku, Nathan. Mentang-mentang aku gak sepintar kamu terus kamu bisa seenaknya bodohin aku." Marry memasang wajah cemberut.

"Tentu saja tidak, Bee. Aku mana mungkin bodohin kamu."

Lalu tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di dekat mereka. Seorang pria mengenakan kemeja biru berjalan keluar.

"Tunggu bentar, Mas." Mika pun melambaikan tangannya ke arah pria dengan rambut gelap.

Mika kembali mengambil sepatunya yang rusak dan melepaskan satu yang masih melilit kakinya. Lalu dia pun menghampiri pasangan Junaedi itu..

"Itu suami saya. Saya permisi pulang dulu. Selamat malam, Pak Junaedi. Dan selamat malam, Bu Junaedi." Mika bergegas pergi sebelum dicincang oleh Marry.

"Kau lihat 'kan, Bee. Aku dan Sekertaris Mika tidak ada hubungan apapun. Jadi sekarang turunkan pisaunya, ya? Lagian untuk apa sih kamu bawa pisau segala?" Nathan menurunkan tangan Marry yang mengacungkan pisau.

"Untuk potong burung kamu kalau kamu berselingkuh."

Nathan langsung menutupi burung berharganya dengan tas. Bahkan pria itu dengan susah payah menelan ludahnya karena takut mendengar alasan istrinya.
"Kamu tidak perlu melakukannya, Bee. Aku bersumpah tidak berselingkuh dengan siapapun. Kenapa kamu bisa berpikir aku melakukan hal itu?"

"Habisnya sudah satu bulan kamu gak minta jatah. Aku 'kan jadi berpikir bagaimana bisa si otak mesum seperti kamu bisa bertahan selama sebulan?"

Seketika tawa Nathan pun meledak. Dia tak habis pikir bagaimana istrinya bisa berpikir seperti itu. Terkadang pria itu harus geleng-geleng dengan pola pikir Marry yang unik.

"Astaga, Bee. Hanya karena aku tidak minta jatah, bukan berarti aku berselingkuh. Awal bulan ini 'kan kamu sedang sakit dan pasti kelelahan. Mana mungkin aku tega memintanya. Kemudian aku disibukkan dengan boyband baru NJ Entertainment yang akan debut sebentar lagi. Karena itulah aku masih belum minta jatah."

Seketika Marry merasa malu karena sudah salah sangka dengan suaminya. Seharusnya dia percaya jika Nathan tidak mungkin mengkhianatinya. Akhirnya wanita itu pun menunduk dengan wajah yang memerah.

"Maafkan aku, Nathan."

Nathan tersenyum melihat sang istri yang menyesali perbuatannya. Dia pun meraih wanita itu dalam pelukannya. Merasa nyaman ketika Marry berada dalam dekapannya.

"Tidak apa-apa, Bee. Wajar jika kau salah paham. Kita juga jarang punya waktu bersama. Sekarang karena kau menyinggung soal jatah, bagaimana jika kita pulang dan melakukannya?"

"Tidak bisa, Nathan."

Nathan melepaskan pelukannya dan menatap sang istri. "Apa kamu lagi datang bulan?"

Marry menggelengkan kepalanya. "Tidak. Hanya saja mama ada di rumah. Kita tidak mungkin membuat suara bising di kamar. Gimana kalau mama dengar? Aku 'kan bisa malu."

"Kalau begitu malam ini kita menginap di hotel saja. Ayo." Nathan pun menarik istrinya pergi.

Terkadang apa yang dilihat belum tentu sesuai dengan apa yang dipikirkan. Itulah yang dipelajari oleh Marry. Karena terlalu dikuasai amarahnya, dia justru menanggung malu sendiri. Tapi setidaknya hal ini bisa menjadi pelajaran untuk ke depannya agar Marry dan Nathan bisa menjalin komunikasi yang baik. Begitu pula bagi suami istri yang ada di dunia ini.

🌹🌹🌹🌹🌹

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro