Turun-turun Pahlawan [1]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Turun-turun Pahlawan
By jimmy_wall


Saya ingin curhat mengenai salah satu pengalaman yang tak pernah bisa saya lupakan. Suatu ingatan yang membekas permanen di dalam otak saya. Saking permanennya, sampai-sampai terbawa mimpi, tidak bisa keluar lagi. Terbawa masa depan.

Kala itu saya berusia 11 tahun, terhitung satu bulan lagi saya akan naik, ehm! Bukan naik kelas, naik umur maksudnya, 12 tahun. Saya kelas enam SD waktu itu. Saya pindah sekolah dari kota Ambon ke kota Masohi, Kabupaten Maluku Tengah. Di sana saya tinggal bersama keluarga kakak nomor dua, biasa saya panggil 'Kaka Ola'. Anak kakak Ola ada empat orang. Satu berusia dua tahun lebih tua dari saya, biasa dipanggil Il, dia laki-laki, tapi dia sudah pindah tinggal bersama orangtua saya di Ambon, jadi ceritanya kami tukaran anak dan cucu. Anak kedua bernama Irma, dia seumuran dengan saya. Kami berbeda lima hari, saya lebih tua lima hari darinya, banyak orang bilang 'Mama melahirkan, Anak melahirkan'. Nah, Mamaku melahirkan aku dan kakak perempuan melahirkan keponakanku. Anak ke-tiga biasa dipanggil Im, dia dua tahun dibawahku, lalu anak ke-empat baru saja berumur dua bulan. Dia diberi nama Ihsan.

Jadi, nama-nama mereka yaitu, Ilham, Irma, Imran dan Ihsan. Mereka adalah nama dengan grup 'I'. Ngomong-ngomong, kakak perempuanku itu tidak mau kalah dengan marga suaminya, di setiap nama anaknya, pasti diselipkan marga 'Wally' di tengah, lalu di belakangnya ada marga dari suaminya. Nah, marga itu adalah marga atau nama keluarga kami, biasa disebut 'fam'.

Saya perlu beritahu juga bahwa dari kecil saya dan Irma ini sudah saling bawa kemana-mana. Kami makan bersama-sama, tidur juga bersama-sama, mandi bersama-sama dan bahkan waktu kami kecil kami sering uhuk! Boker bersama-sama di satu lubang kloset. Wkwkwkwkw. Ini asli loh, bukan karangan. Tapi tenang saja, seiring kami besar, kami sudah mengubah kebiasaan itu, mengubah dengan cara lain tanpa harus berpisah saat boker. Nah, kalau ke kampungku, ada istilah 'wc umum'. Kami sering janjian boker bersama-sama, namun kali ini sudah beda jarak, agak dikit jauh sih, sekitar satu meteran lah. Wc umum itu adalah pantai. Wkwkwkwkwkw. Jadi kalau buang air, pasti cerita-cerita. Hahahahaha!

Pasti cerita-cerita sambil waspada jangan sampai ada yang senter ke arah kami. Kalau disenter, habislah sudah, barang-barang berharga kelihatan. Wkwkwkw.

Ok, saya rasa sudah cukup saya bacotnya, saya takut pembaca akan muntaber pusing-pusing sambil koprol-koprol. Wkwkwkw.

Mari ikuti pengalaman saya.

Hari minggu, tanggal 24 Januari 2010. Darimana saya tahu bahwa tanggal 24 Januari 2010 itu adalah hari minggu?
Jawabannya saya lihat di kalender.
Wkwkw.
Canda doang. Jangan diambil hati, nanti dikira kuyang. Wkwkwkw.

Hari itu minggu pagi, kakak ipar saya dan keluarga hendak berkunjung ke sanak saudaranya yang berlokasi di Pahlawan. Sedangkan kami tinggal di Kampung Timur. Tak terlalu jauh, hanya sekitar satu setengah kilometer saja.

Saya baru saja selesai mencuci pakaian, dan sedang menjemur pakaian bayi, pakaian bayi milik keponakan saya yang berumur dua bulan, lalu saya dengar kakak perempuan berkata, "Onco, nanti se deng Irma iko Kaka dong nae ka Abang Ipul dong pung rumah e?" Kakak Ola membuka payung, dia menggendong anaknya yang baru berusia dua bulan.
(Onco, nanti kamu dan Irma ikut Kakak naik ke rumahnya Om Ipul, yah?)

Onco adalah nama panggilanku, onco adalah nama panggilan umum untuk orang Timur di Maluku untuk anak yang paling bungsu atau bungsu perempuan atau bisa juga bungsu laki-laki. Biasa disandingkan dengan nama, jadi namaku biasa dipanggil Onco atau OncoFit.

Saya membalas, "Iyo."
(Iya.)

Setelah menjemur pakaian, saya dan keponakan perempuan yang sebaya–Irma, pergi mengikuti kakak Ola, dia dan suaminya pergi dengan motor.

Kami berjalan kaki melewati lokasi perkantoran di kota Masohi, memang itu jalan yang biasa kami lewati, biasa juga kami sering jalan-jalan pagi. Setelah melewati kompleks perkantoran, kami melewati jalan dan suatu tempat yang biasa kami sebut 'Pahlawan'. Di sana ada makam pahlawan jadi kami sebut seperti itu. Jalannya agak naik atau tanjakan sedikit.

"Panas e, beta hosa nae-nae pahlawan ni," ujarku sambil mengipasi leher dengan tangan.
(Panas, aku ngos-ngosan naik-naik pahlawan.)

"Weh jang bilang lai, paleng panas e," balas Irma.
(Woi, jangan katakan lagi, paling panas.)

Cuaca hari itu terbilang cukup panas, sekitar siang hari.

Kami berjalan menaiki Pahlawan sambil melihat pohon besar yang berada di dalam kompleks pemakaman.

"Onco, se lia itu, itu pohong kalengkeng e, yang basar itu." Irma menunjuk pohon besar itu.
(Onco, kamu lihat itu, itu pohon kelengkeng, yang besar itu.)

"Yang mana? Yang pohong basar itu?" tanyaku sambil melihat pohon besar.
(Yang mana? Yang pohong besar itu?)

"Iyo, akang sadap, nanti kalau su musim katong pi ambe ayo?" ajak Irma.
(Iya, rasanya sedap (enak), nanti kalau sudah musim, kita pergi ambil, ayo?)

"Beta sih ok-ok saja."
(Aku sih ok-ok saja)

"Hadoh jalan e, jang lama-lama tar lama katong tabakar." Saya menarik tangan Irma.
(Haduh, jalan. Jangan lama-lama, entar kita terbakar.) wkwkwkw panas banget.

Perjalanan memakan waktu sekitar lima belas menit karena kami jalan kaki.

"Haee, nae-nae tarus, napas mo putus sa. Tunggu beta ambe napas do." Saya menoel tangan kanan Irma sambil menghirup udara yang masih suci.
(Huh, naik-naik terus, napas mau putus saja. Tunggu aku ambil napas dulu.)

Setelah mengambil cadangan udara kehidupan yang menghidupkan kami kembali, kami melanjutkan naik sedikit tanjakan.

Jujur saja, jarak rumahnya memang tidak terlalu jauh, tapi landscape-nya ituloh, naik-naik tanjakan, bikin napas mau putus.

Akhirnya kami sampai di rumah sanak saudara dari kakak ipar saya. Saya dan lainnya biasa memanggil tuan rumah dengan sebutan 'Abang Ipul' karena nama beliau memang Ipul. Wkwkwkwkw.
Namanya Saiful. Wkwkwkw

"Asalamualaikum." Salam kami berdua.

"Walaikumsalam," balas kakak Ola.
"Su kunci pintu muka blakang toh?" tanyanya.
(Sudah kunci pintu muka dan belakang?)

"Sudah," jawab Irma.

Kami duduk-duduk di dalam rumah. Karena bosan, kami bermain di teras. Pemandangan bagus.

Saat di teras kami melihat sepeda bagus.

"We, Irma, sepeda itu paling bagus e." Saya menoel tangan Irma sambil menunjuk sepeda yang diparkirkan di teras kami bermain, bermain duduk-duduk maksudnya. Wkwkwkw.
(Woi, Irma, sepeda itu paling bagus.)

"Itu Om Ipul pung ade pung sepeda," ujar Irma.
(Itu sepedanya Adik Om Ipul.)

Saya mengangguk-angguk mengerti. Kami pernah beberapa kali pergi ke sini, tapi hari itu hanya fokus untuk membuat tugas kami karena di rumah Abang Ipul ini ada komputer dan bisa print kertas.

Saat asik-asik duduk sambil cerita-cerita sepeda.

Bunyi besar datang menghampiri atap seng.

Hujan.


Bersambung ke episode 2.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro